Negara Islami atau Negara Islam?




Keni Rahayu, S.Pd (Praktisi Pendidikan)

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad SAW haram hukumnya. Ia menegaskan hal itu pada Diskusi Panel Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta (NU Online, 25/1/20).


Dalam paparannya, beliau menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW itu manusia sempurna, sehingga wajar jika beliau mampu berhukum Islam dalam negaranya. Berbeda dengan kita, penuh dosa. Jadi, haram bagi kita meniru beliau karena kita tidak akan mampu menyetarainya. "Tidak harus negara Islam, yang penting Islami", katanya.


Pernyataan tersebut sungguh  nyata memperlihatkan pernyataan orang yang bingung. Jika tidak memerlukan negara Islam, yang penting Islami, standar yang bagaimana sesuatu bisa dikatakan Islami? ujung-ujungnya yang menjadi standar baik atau buruk alias Islami atau tidak Islami ya kepentingan dan perasaan. Kalau suka dibilang baik atau Islami, kalau tidak suka dibilang buruk alias tidak Islami. Bahkan sampai mengharamkannya.


Misalnya, kenapa tidak sekalian berhukum dengan Islam secara menyeluruh, demi menyambut surat cinta Allah dalam QS. Al Baqarah: 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Bukankah ini jelas-jelas Islami? karena menerapkan seruan Allah yang termaktub dalam Alquran.


Masih menurut Mahfud MD, apa yang dilakukan negara-negara Islam dengan bentuk negara berbeda-beda, tidak melanggar ajaran Islam. Pasalnya di dalam Al-Qur’an tidak menetapkan sama sekali bentuk negara yang harus dijalankan. Apa yang dilakukan di Indonesia dan Malaysia sama-sama benarnya (NU Online, 25/1/20).


Kalau yang dijadikan alasan adalah Al Quran tidak menetapkan bentuk negara yang baku harus dijalankan (baca:tidak harus sistem pemerintahan ala Rasulullah), sejatinya itu mengada-ada. Karena, syariat Allah seluruhnya hanya bisa diamalkan oleh umat manusia jika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam, sistem yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.


Lihat saja di Indonesia, bagaimana riba merajalela. Bahkan perusahaan asuransi plat merah yang legal di mata negara tapi haram di sisi Allah akhirnya tumbang juga. Itulah negara yang tidak menjadikan Islam sebagai sistem, yang haram dihalalkan, yang halal diharamkan.


Begitu juga dengan zina di Indonesia. Bukankah zina sudah menjadi tren kawula muda? tidak hanya zina dengan lawan jenis, seks sejenis pun minta dimaklumi keberadaannya. Beginikah realita negara yang katanya Islami? padahal, Nabi sudah jelas mengancam:

"Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri ",(HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani)." Naudzibillahi min dzalik.


Dari realita riba dan zina di Indonesia, masikah kita menutup mata, bahwa sesungguhnya negara yang katanya Islami ini benar-benar jauh dari Islam? sejatinya kita menjadi tahu, tidak ada sistem selain sistem warisan Rasulullah, yakni Khilafah, yang mampu menerapkan semua hukum-hukum Allah.


Hari ini, kaum pragmatis benar-benar sedang mengambil peran besar. Kursi pemerintahan diambil kendali, media dikuasai. Sehingga, apapun akan dilakukan demi langgengnya  kekuasaan mereka.  Bahkan, mereka tega mengeluarkan premis-premis yang mengkerdilkan Islam.


Wahai umat Islam, bangkitlah! Lihatlah, agama TuhanMu sedang dikebiri. Syariat Tuhanmu dikhianati. Lisan-lisan manis mereka membolak balik aturan Tuhanmu. Maka, bangkitlah! mari kita tegakkah hukum-hukum sesuai sunnah, dalam naungan khilafah. Walahua'lam bish-Showab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak