Mimpi Pengentasan Total Kemiskinan Massal



Oleh : Fatimah Arjuna (Aktivis Dakwah Kampus)

Angka kemiskinan nasional September 2019 yang baru saja dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 15 Januari lalu telah mencapai angka 9,22%. Persentase ini menurun sebesar 0,19 persen poin dari kondisi Maret 2019 dan 0,44 persen poin dari kondisi September 2018. Jika dilihat dari jumlahnya, pada September 2019 masih terdapat 24,79 juta orang miskin di Indonesia. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan turun menjadi 6,56% dan menjadi 12,60% untuk daerah perdesaan.


Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, indikator kemiskinan lainnya juga mengalami perbaikan dari periode Maret 2019-September 2019. Indeks kedalaman kemiskinan --yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan-- mengalami penurunan dari 1,55 pada Maret 2019 menjadi 1,50 pada September 2019.

Indeks keparahan kemiskinan yang menggambarkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin, juga menurun dari 0,37 menjadi 0,36. Membaiknya berbagai indikator kemiskinan Indonesia tentu didukung oleh beberapa hal. Selain memahami bagaimana angka kemiskinan diperoleh, faktor di balik turunnya angka kemiskinan juga penting dipahami.


Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah suatu batas yang disebut garis kemiskinan, tergolong sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Batas kecukupan makanan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978 yang menyebutkan bahwa untuk hidup sehat dibutuhkan rata-rata 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan ini diwakili oleh 52 jenis (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).


Sementara itu, GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar non makanan ini diwakili oleh 51 jenis di perkotaan dan 47 jenis di perdesaan.


Sumber data yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS setiap Maret dan September. Susenas ini dilakukan dengan wawancara langsung terhadap rumah tangga yang terpilih sebagai sampel dengan menggunakan kuesioner Konsumsi dan Pengeluaran. Setelah pelaksanaan lapangan selesai, selanjutnya dilakukan beberapa tahapan pengolahan sehingga diperoleh data yang siap digunakan untuk menghitung berbagai indikator termasuk kemiskinan.

Kondisi Pendukung

Angka kemiskinan September 2019 sebesar 9,22% yang merupakan penurunan dari periode Maret 2019 didukung oleh kondisi-kondisi berikut. Pertama, rata-rata upah nominal buruh tani per hari pada September 2019 naik sebesar 1,02 persen dibanding Maret 2019 (dari Rp 53.873 menjadi Rp 54.424). Di samping itu, rata-rata upah nominal buruh bangunan per hari pada September 2019 naik sebesar 0,49 persen dibanding Maret 2019, yaitu dari Rp 88.637 menjadi Rp 89.072.

Kedua, selama periode Maret 2019-September 2019 tingkat inflasi umum cukup rendah, yaitu sebesar 1,84 persen. Ketiga, Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli, Agustus, dan September 2019 selalu berada di atas 100, dengan nilai berturut-turut sebesar 102,63; 103,22; 103,88.

Keempat, pada periode Maret 2019-September 2019 secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok antara lain beras, daging ayam ras, minyak goreng, telur ayam ras, dan ikan kembung mengalami penurunan. B eras turun 1,75 persen, daging ayam ras turun 2,07 persen, minyak goreng turun 1,59 persen, telur ayam ras turun 0,12 persen, dan ikan kembung turun 0,03 persen.

Kelima, menurut desil pengeluaran per kapita per bulan (dari Susenas), rata-rata pengeluaran per kapita pada kelompok penduduk 10 persen terbawah (Desil 1) periode Maret 2019-September 2019 mengalami peningkatan sebesar 4,01 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan garis kemiskinan pada periode tersebut yang sebesar 3,60 persen.

Keenam, terdapat peningkatan cakupan penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Jumlah kabupaten/kota penerima program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang terealisasi pada Triwulan III-2019 mencapai 509 kabupaten/kota. Jumlah ini meningkat 289 kabupaten/kota dibandingkan dengan Triwulan I-2019.


Isu kemiskinan terus menjadi hal menarik yang ramai dibicarakan hingga saat ini. Mulai dari kebijakan yang diambil pemerintah terkait kemiskinan, hingga data kemiskinan yang ada. Memahami data menjadi hal yang penting bagi kita untuk dapat berkontribusi mengatasi.

Pengentasan kemiskinan total adalah hal mustahil dalam system demokrasi. Permasalah kemiskinan yang seharusnya berkurang atau bisa dikatakan tidak ada lagi. Itu seharusnya peran pemerintah yang tepat jika memang harus kita pertahankan sistem demokrasi ini.

Kekecewaan yang nyata di dapatkan masyarakat disebabkan perubahan presiden seharusnya 
5 tahun lagi akan membawa Indonesia kepada kemakmuran yang dijanjikan. Bahkan Sistem demokrasi yang katanya mampu membuat masyarakat tentram dan makmur masih rancangan dan omong belalang. Sudah lama masyarakat menunggu kapan kemakmuran itu terwujud.

Malahan kemiskinan makin meningkat. Kejahatan makin sadis dan tak berkurang sama sekali. Pelecehan makin eksis dan penipuan di kalangan rendah pun makin hebat apalagi di kalangan pemerintah itu sendiri. Nauzubillah.

Upaya penurunan angka kemiskinan lebih banyak mengotak-atik angka melalui pembuatan standarisasi/ukuran, bukan menghilangkan kondisi miskin secara nyata. Yakni memastikan semua pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Apa upaya seperti ini yang di katakan sudah standar dalam membuat perubahan.

Seharusnya Masyarakat mampu belajar dari kesalahan bukan dengan pertukaran pemimpin yang akan membawa kepada perubahan namun dengan bertukarnya sistem yang akan membawa kepada perubahan. Sudah seharusnya polemik ini di hapuskan dengan mengganti rasa sakit dan rasa takut masyarakat untuk tidak lagi mengalami kezoliman berkelanjutan.

Kemiskinan massal adalah kondisi laten akibat kapitalisme, diakui oleh para ahli. Yg bisa dilakukan hanya menurunkan angka kemiskinan. Kemudian dengan menurunnya angka kemiskinan bisa membuat masyarakat terbangun lagi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Seperti yang dilihat kasat mata bahwa masyarakat hari ini terjangkut rasa trauma serta ketakutan dan berimbas tidak berkembngnya kehidupan masyarakat dan menurunnya kapasitas diri dalam mengembangkan kualitas yang ada di dalam diri mereka.

Bagaimana Islam mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan membuat semakin berkembangnya kualitas masyarakat tersebut yang disebabkan dukungan dari khalifah.

Bagaimana kondisi masyarakat saat dipimpin oleh sistem islam. bahkan kepemerintahan salah satu khalifah waktu itu yaitu Umar bin abdul Aziz bagaimana Khalifah tersebut mampu mengendalikan kemiskinan dan membawa Masyarakat kepada kejayaan yang gemilang.


Masa itu Khalifah Umar bin abdul Aziz juga pernah mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di propinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata,"Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka tetapi di Baitul Mal masih terdapat banyak uang." Umar memerintahkan,"Carilah orang yang dililit utang tapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya." Abdul Hamid kembali menyurati Umar,"Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang." Umar memerintahkan lagi, "Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya." Abdul Hamid sekali lagi menyurati Umar,"Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah tetapi di Baitul Mal ternyata masih juga banyak uang." Akhirnya, Umar memberi pengarahan,"Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah pinjaman kepada mereka agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih." Meskipun masa kekhilafahannya cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun (99-102 H/818-820 M), namun Umar bin Abdul Aziz sukses dalam memberantas kemiskinan. Bisa dikatakan tidak satupun yang berhak menerima zakat pada masa itu kecuali sang Khalifah sendiri.

Fakta sejarah telah membuktikan bagaimana Islam mengajarkan solusi untuk memberantas kemiskinan di muka bumi ini. Akan tetapi hal ini tidak akan terjadi tanpa kesadaran kaum muslimin untuk menjalankan ajaran islam itu sendiri secara menyeluruh.  Islam menjadikan  kedudukan zakat setara dengan shalat. Islam juga menjadikan zakat sebagai hak Allah yang derajatnya jauh lebih tinggi daripada hak manusia. 

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui". (Q.S At-Taubah ayat 103)

Bukittinggi, 4 Februari 2020

#KompakNulis
#Penapejuang

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak