Mampukah Demokrasi Mengentaskan Kemiskinan



      Oleh : Wida Ummu Azzam

Sudah rahasia umum Indonesia adalah negara kaya dari sumber daya alam maupun sumber daya manusianya.Negara Indonesia dikenal dengan negara dengan semboyan gemah ripah loh jinawi yang berarti negara yang tentram, makmur dan kaya akan hasil bumi. Ironisnya kemiskinan masih tetap menjadi hal yang perlu dipikirkan oleh penguasa negeri ini.

Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22% atau setara dengan 24,79 juta orang. Angka tersebut turun 0,19 persen poin dibanding posisi Maret 2019 dan turun 0,44 persen poin dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan turun menjadi 6,56% dan menjadi 12,60% untuk daerah perdesaan.(detiknews.com, 29/01/2020).

Bank Dunia merilis laporan bertajuk "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class" pada akhir pekan lalu (30/1). Dalam riset itu, 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin.

Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini di bawah 10% dari total penduduk. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pun diprediksi 5,6% per tahun selama 50 tahun ke depan. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapitanya diperkirakan tumbuh enam kali lipat menjadi hampir US$ 4 ribu.

Namun, 115 juta orang atau 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali miskin. Minggu 02 Februari  2020 (katadata.co.id)

Pengentasan kemiskinan total adalah hal mustahil dalam sistem demokrasi

Upaya penurunan angka kemiskinan lebih banyak mengotak-atik angka melalui pembuatan standarisasi/ukuran, bukan menghilangkan kondisi miskin secara nyata. Yakni memastikan semua pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

Tolok ukur sejahtera itu sederhana. Tidak  perlu angka-angka yang membingungkan dan menyesatkan. Cukup dilihat pada realita di lapangan, berapa orang yang belum tercukupi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan dan papan. Berapa orang yang tak bisa makan tiga kali sehari secara layak, berapa orang yang bajunya tak layak, berapa orang yang tak punya tempat tinggal. Jumlah mereka itulah kemiskinan yang riil.
Lantas, darimana rumusnya bisa terwujud kesejahteraan? Ibarat jauh panggang dari api. Jauh masalah dari solusi. Islam adalah solusi tuntas untuk menghadapi segala problema,terutama untuk masalah kemiskinan, Islam memiliki solusi jitu menyelesaikan masalah kemiskinan di negeri ini.

Bagaimana cara Islam Mengentaskan Kemiskinan?
Dalam memandang kemiskinan, sistem ekonomi saat ini yaitu pada dasarnya sudah salah sejak awalnya. Kapitalisme tak memiliki standar yang jelas dalam menentukan kemiskinan. Sistem ini menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok individu per individu sebagai tolok ukur miskin tidaknya seseorang. Hal yang wajar ketika menghitung presentase tahunan berdasarkan rata-rata pendapatan per kapita tanpa memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi individu per-individu.
Berbeda halnya dengan Islam dimana negara berusaha memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi seperti sandang, pangan dan papan. Islam memiliki mekanisme bagaimana kebutuhan pokok rakyat terpenuhi diantaranya :

Pertama: Secara individual, Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233). Rasulullah ﷺ juga bersabda:

طَلَبُ الْحَلالِ فَرِيضَةٌ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ

Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain (HR ath-Thabarani).

Jika seseorang miskin, ia diperintahkan untuk bersabar dan bertawakal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai Zat Pemberi rezeki. Haram bagi dia berputus asa dari rezeki dan rahmat Allah subhanahu wa ta'ala. Nabi ﷺ bersabda:

لاَ تَأْيَسَا مِنَ الرِّزْقِ مَا تَهَزَّزَتْ رُؤُوسُكُمَا ، فَإِنَّ الإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرَةٌ ، ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

Janganlah kamu berdua berputus asa dari rezeki selama kepala kamu berdua masih bisa bergerak. Sungguh manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merah tanpa mempunyai baju, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memberi dia rezeki (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Kedua: Secara jama’i (kolektif) Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan.
Ketiga: Allah subhanahu wa ta'ala memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk tentu menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah ﷺ bersabda:

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Di Madinah, sebagai kepala negara, Rasulullah ﷺ menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau ada ahlus-shuffah. Mereka adalah para sahabat tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.

Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara/penguasa. Itulah sistem demokrasi kapitalis yang memberi ruang bagi liberalisme dan sekularisme untuk tumbuh subur sehingga,membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang.

Di sisi lain rakyat seolah dibiarkan untuk hidup mandiri. Penguasa/negara lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya.

Karena itu saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada kita. Sudah saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala. Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Syariah akan menjadi rahmat bagi mereka. (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Lebih dari itu, penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang hakiki kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Wallahu'alam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak