by: Sulistyawati, SH
Negeri ini seakan tak bisa lepas dari jeratan perilaku L96T (Lesbian, Gay, Biseksual & Transgender). Bagaimana tidak, cengkeraman virus homo ini susul menyusul bak gelombang laut yang terus menerjang generasi. Satu kasus belum ditangani, muncul lagi masalah baru yang lebih miris, muncul lagi dengan kasus lain yang lebih membelalakkan mata, seakan pelakunya makin kreatif dalam mengembangkan perilaku menyimpang mereka. Kasus Reynhard Sinaga, pemerkosaan terhadap ratusan pelajar di Tulungagung, kasus Lucinta Muna, dan masih banyak kasus kasus kaum Nabi Luth ini yang belum bisa ditangani secara tuntas membuat para pelakunya nyaman dan kerasan untuk terus mengembangbiakkan jumlah mereka.
Semua ini akibat sistem yang diterapkan tidak bisa memberi penyelesaian secara tuntas sampai ke akar masalah, karena bersumber dari akal yang terbatas, yanghanya bisa mengindera apa yang tampak di permukaan saja. Sementara untuk yang tidak tampak dan berada dibalik tembok, atau yang sifatnya ghaib (seperti masa lalu dan masa yang akan datang, akal manusia tidak mampu menjangkau dan berfikir sama sekali. Sehingga dalam memberikan solusi dari setiap persoalan hanya bersifat tambal sulam atau pereda rasa sakit, sementara tidak menyembuhkan sakitnya itu sendiri. Akibatnya solusi yang diberikan justru menimbulkan bahkan menambah persoalan baru. Inilah solusi yang diberikan oleh sistem demokrasi yang rusak dan memiliki cacat bawaan, serta menyesatkan masyarakat. Sehingga ketika diterapkan justru menimbulkan kerusakan di mana mana.
Sistem demokrasi sekuler, menafikan pengaturan agama dalam kehidupan, sehingga pengetahuan manusia yang terbatas ketika diserahi tugas untuk mengatur persoalan kehidupannya, yang dampaknya lintas dimensi, yaitu jangka panjang (masa depan) dan jangka panjang sekali (dimensi akherat), akal tidak mampu menjangkau karena bukan kapasitasnya untuk melampaui apa yang sudah ditetapkan kadarnya oleh Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Sehingga aturan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan kehidupannya hanya yang mampu dijangkaunya, yaitu tambal sulam dan hanya terbatas dikulit permukaan saja. Demikian juga pada kasus L96T. Persoalan ini sudah muncul pada masa Nabi Luth, dan selama diselesaikan dengan solusi akal, persoalannya masih tetap berlarut larut, belum bisa dipecahkan, kecuali saat masa kekuasaan Khilafah Islam. Solusi yang diberikan oleh sistem demokrasi lebih pada hawa nafsu dan rasa kasihan, dan individual, tanpa ada pemikiran jangka panjang bagi keselamatan masyarakat dan generasi apalagi sampai masa depan akherat bagi pelaku, karena asas dasarnya dunia harus steril dari pengaturan agama. Sehingga penularan dan kerusakan akibat penyimpangan perilaku seks ini berlarut larut dan menimbulkan penyakit yang belum ada pada kaum sebelumnya... na'udzubillahi min dzalik..
Berbeda dengan Islam. Ketika syari'at Islam diterapkan dalam naungan Khilafah, di mana bangunan masyarakatnya dibangun berdasarkan akidah Islam dan ketundukan kepada aturan Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta, manusia dan kehidupan, sekaligus Sang Pengatur. Sehingga setiap persoalan harus diatur dengan aturan & hukum hukum Allah SWT, yaitu Syari'at Islam. Syari'at Islam sebagai produk Sang Pencipta telah lengkap, sempurna dan komprehensif. Tidak ada satupun persoalan lolos dari pengaturan Islam, termasuk L96T ini.
Dalam Islam perilaku L96T adalah haram. Pelakunya dijatuhi hukunan mati dengan dijatuhkan dari ketinggian hingga mati, dan itu dipersaksikan dihadapan khalayak masyarakat. Perilaku ini bukan akibat penyakit ataupun keturunan, tetapi akibat perilaku liar yang memperturutkan hawa nafsu terhadap sesama jenis. Islam telah mengatur hubungan laki-perempuan, laki-laki, perempuan-perempuan dengan pengaturan yang gamblang. Serta memberikan solusi tegas, jika muncul persoalan muncul akibat hubungan tersebut. Dengan sanksi yang bersifat sebagai pencegah dan penebus. Bersifat pencegah, karena sanksi ini akan menjerakan, mencegah masyarakat yang melihatnya menjadii ngeri dan berfikir seribu kali untuk melakukan hal yang serupa. Sehingga akan mencegah perilaku rusak ini menyebar kemana mana. Dan bersifat penebus, karena dengan sanksi ini sipelaku telah terbebas dari dosa ini di akherat sehingga sanksinya ini sebagai taubatnya dan penebus siksa di akherat. Sehingga selamatlah masyarakat, generasi dan individu.
Akan tetapi solusi Islam ini tidak akan bisa diterapkan dalam masyarakat demokrasi, karena penerapan sanksi Islam mengharuskan penerapan syariah Islam secara total, sementara sistem demokrasi tidak memberikan ruang untuk syariah Islam, kecuali sebatas Individu. Sementara penerapan sanksi dalam Islam dilakukan oleh negara, setelah negara memberikan pelayanan terhadap seluruh urusan masyarakat, juga penyadaran dan edukasi terhadap mereka untuk selalu beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta tunduk kepada hukum-hukum NYA. Sehingga rakyat ridho dalam menjalankan aturan yang ada atas dasar keimanannya, juga dengan penuh kesadaran bertaubat menebus siksa akhirat dengan menjalani sanksi dari Islam.
Penutup
Itulah agar selamat di akherat dengan dijatuhi hukuman yang menjerakan, dan ibrah bagi masyarakat yang menyaksikan. Sanksi tebusan ini hanya bisa diterapkan ketika Islam diterapkan secara total dalam naungan Khilafah Islamiyah. Mari kita terapkan Khilafah Islam, untuk menjaga dan melindungi masyarakat dan generasi dari segala kerusakan. InsyaaAllah selamat dunia- akherat. Aamiin.
Wallahu a'lam bishowwab.
Tags
Opini