Kebijakan Mengatasi Impor Bawang Putih Bikin Rakyat Merintih




Oleh Ratna Nurmawati 
(Muslimah Peduli Umat)

Bawang putih merupakan salah satu bahan yang wajib tersedia dalam suatu masakan. Di Indonesia bawang putih memang terbilang langka. Faktor geografis membuat sayuran berwarna putih ini sedikit sulit di produksi di seluruh Indonesia. Dengan kondisi seperti ini, Indonesia terpaksa doyan melakukan kegiatan impor bawang putih. Dan pada realitanya Indonesia merupakan negara dengan volume impor bawang putih terbesar di dunia.

Sebagian besar impor bawang putih di datangkan dari Cina. Terkait dengan wabah virus corona yang sedang terjadi di Cina, kegiatan ekspor terhambat menjadikan harga bawang putih menjadi naik mencapai Rp 80.000 per kg dari sebelumnya Rp 30.000 per kg.

Jika kenaikan ini dibiarkan, salah salah satu pihak yang akan kesulitan adalah pengusaha bidang makanan. Mahalnya bahan baku mau tidak mau membuat harga jual kepada konsumen semakin tinggi.

Menurut sistem kapitalis, kenaikan harga kebutuhan pangan di sebabkan kurangnya ketersediaan bahan pangan komoditas tertentu. Kondisi seperti itu dianggap sebagai permasalahan ekonomi karena harga ditentukan berdasarkan suplay ( penawaran ) dan demand ( permintaan ) terhadap barang tersebut.

Karena itu, jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, sedangkan permintaaannya sedikit, maka harga akan turun. Jika barang yang ditawarkan jumlahnya jumlahnya sedikit, sedangkan permintaan nya besar, maka harga akan naik.

Salah urus pemerintah dalam sektor pangan ini tampak pada rendahnya pasokan dalam negeri serta ketidak mampuan pemerintah dalam menjaga kestabilan harga. Tentu masing terngiang dibenak kita sikap instan pemerintah yang mengatasi kelangkaan bahan pangan melalui kebijakan impor.

Kasus impor 500 ribu ton beras tahun lalu yang dinilai tidak efektif dan dirasa aneh serta terburu-buru. Karena justru pada saat itu negeri ini menghadapi masa panen raya. Padahal data dari menteri pertanian mengkalim bahwa saat itu kita mengalami surplus beras sebesar 329 ribu ton.

Sejatinya, kebijakan impor hanya menguntungkan segelintir pihak mafia yang bermain di sektor ini dan tidak pernah berpihak pada rakyat. Bahkan berdampak pada semakin terpuruknya kesejahteraaan rakyat terutama petani.

Namun sayang, kebijakan pemerintah ini justru berlanjut pada komoditas lainnya seperti bawang putih , cabai, garam untuk kebutuhan industri serta gula. Oleh karena itu, slogan swasembada pangan negeri ini hanyalah jargon pencitraan belaka.

Problem kenaikan harga pangan yang selalu berulang, karena adanya mafia pangan dan ketidak singkronan antara kebijakan impor dan data dari kementerian pertanian. Menunjukan betapa carut marutnya tata kelola dan data pangan di negeri kita.

Penyebabnya tidak lain adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme, dimana pemerintah terfokus pada perhitungan untung rugi, bukan pada kesejahteraan rakyat.

Sistem islam satu-satunya solusi
Sebagai satu - satunya dien yang sempurna, islam memiliki seperangkat aturan kehidupan yang mampu memberikan solusi terhadap seluruh problematika kehidupan umat manusia, termasuk masalah kenaikan harga kebutuhan pangan ini.

Faktor penyebab kenaikan harga pangan ada dua macam :
Pertama, faktor "alami" : antara lain langkanya ketersediaan bahan pangan tertentu akibat gagal panen, serangan hama, jadwal panen yang kurang tepat dll.
Kedua, karena penyimpangan ekonomi dari hukum - hukum syariah islam. Seperti terjadinya ihtikar ( penimbunan ) ghabn al fakhisy ( permainan harga ) , hingga liberalisasi yang menghantarkan kepada "Penjajahan" ekonomi.

Dalam islam, jika melambungnya harga karena faktor "alami" yang menyebabkan kelangkaan barang, maka disamping umat dituntut untuk bersabar, islam juga mewajibkan negara untuk mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari suplay dari daerah lain. Jiak seluruh negeri keadaannya sama, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor dengan masih memperhatikan produk dalam negeri.

Namun jika melanmbungnya harga disebabkan pelangggaran terhadap hukum-hukum syariah, maka penguasa harus mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi. Rasulullah SAW sampai turun sendiri kepasar untuk melakukan "inspeksi" agar tidak terjadi ghabn (penipuan harga) maupun tadlis (penipuan barang /alat tukar), Beliau juga melarang penimbunan (ihtikar).

Kahlifah Umar bahkan melarang orang yang tidak mengerti hukum fikih (terkait bisnis) dari melakukan bisnis. Para pebisnis secara berkala juga pernah diuji apakah mengerti hukum syara terkait bisnis atau tidak, jika tidak faham maka mereka dilarang berbisnis. Hal ini dilakukan karena setiap kemaksiatan, apalagi kemaksiatan terkait ekonomi akan menghancurkan sendi - sendi kehidupan ekonomi.

Disamping itu, pemerintah juga harus bertindak tegas terhadap pihak-pihak mafia rente yang melakukan kecurangan dan tindakan gharar dalam perdagangan tanpa pilih kasih.

Demikianlah solusi islam dalam menyelesaikan masalah melonjaknya harga kebutuhan pangan . Hal ini tentu saja akan terkait erat dengan kebijakan lain semisal perdagangan dan perindustrian, sehingga pelaksanaannya harus komprehensif dan mencakup hukum secara keseluruhan.

Kondisi seperti ini tidak akan kita jumpai kecuali dalam sistem islam dibawah naungan Khilafah islamiyah. Satu-satunya sistem yang telah terbukti memberikan jaminan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Wallaahu a'lam bi ash shawaab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak