Ironi "Kampus Merdeka" di balik Genggaman Korporasi




Oleh: Diyana Indah Sari (Mahasiswa Sebelas Maret, Surakarta)

Menteri pendidikan Indonesia, pada awal langkah kerjanya telah mencetuskan berbagai ide untuk pendidikan Indonesia kedepannya. Salah satunya adalah “Kampus Merdeka”, yang merupakan konsep lanjutan dari meredeka belajar. "Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling mungkin untuk segera dilangsungkan. Hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah peraturan pemerintah ataupun undang-undang," kata Nadiem di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2020.


Konsep kampus merdeka ini bertujuan untuk mencetak pemimpin masa depan, serta bentuk implementasi visi-misi Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yaitu menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul. Pada konsep ini Nadiem juga memberikan keluasaan bagi mahasiswa dengan jatah dua semester untuk kegiatan di luar kelas. "https://www.liputan6.com/news/read/4165124/ini-4-kebijakan-kampus-merdeka-ala-mendikbud-nadiem-makarim" https://www.liputan6.com/news/read/4165124/ini-4-kebijakan-kampus-merdeka-ala-mendikbud-nadiem-makarim

Kebijakan yang diterapkan pada kampus merdeka antara lain:

1. Mengubah PTN Satker menjadi PTNBH

mempermudah Perguruan Tinggi Negeri atau PTN dengan status Satuan Kerja atau Satker dan Badan Layanan Umum (BLU) untuk berubah ke status PTN dengan Badan Hukum atau PTN-BH. Nadiem juga menjelaskan bahwa PTNBH paling otonom diantara status PTNBH lainnya, selain itu Nadiem menjelaskan beberapa keunggulan yang didapatkan PTN-BH dibanding PTN dengan status lain. Berbeda dengan PTN dengan status Satker, PTN-BH bisa leluasa bermitra dengan industri, termasuk melakukan proyek komersial.Dari segi pengaturan keuangan, PTN dengan status Satker juga memiliki pengaturan keuangan yang begitu detail dan tidak bisa melakukan perubahan secara cepat.

2. Menyederhanakan Akreditasi Perguruan Tinggi

Program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama lima tahun dan akan diperbarui secara otomatis. Selain itu pengajuan re-akreditasi PT maupun prodi dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Sementara, bagi PT yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapan pun.

3. Buka Prodi Baru

otonomi bagi perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) untuk membuka atau mendirikan program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN atau PTS tersebut memiliki akreditasi A atau B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Selain itu juga ada kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa.

4. Kegiatan Dua Semester Diluar Kampus

mahasiswa boleh belajar tiga semester di luar prodinya. Artinya, mahasiswa dibolehkan mengambil mata kuliah di luar mata kuliah prodi. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk magang, penelitian, proyek kemanusiaan ataupun wirausaha.


Dari beberapa kebijakan tersebut jelas dapat kita lihat bagaimana pendidikan ini ditujukan dan arah orientasinya. Kebijakan tersebut menggambarkan adanya peran korporasi yang sangat erat terhadap keberjalanan pendidikan tinggi. Pendidikan ditujukan untuk mencetak generasi “pekerja”. Dengan kebijakan ini korporasi dengan mudah ikut andil dalam penyusanan kurikulum dan mengotaka atik pendidikan saat ini. Para pelajar dididik untuk menjadi pelayan demi kepentingan korporasi kapitalis. Segala aspek tujuan pendidikan menjadi berubah untuk kepentingan korporasi, kapitalis.


Dengan konsep seperti ini tentunya arus liberalisasi semakin kencang dalam mempengaruhi jalannya pendidikan. Orientasi pendidikan yang seperti ini tentu slah kaprah, lulusan perguruan tinggi menjadi individualis, segala daya dan upaya serta semangat belajar mereka dikerahkan hanya untuk menjadi pekerja. Mereka akan menjadi tidak peduli dengan masyarakat apalagi berupaya untuk kepentingan umat.


Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia Fajar Adi Nugroho ragu jangka waktu dua tahun yang diberikan bagi perguruan tinggi untuk melakukan penyesuaian akan mencukupi. Pasalnya, program ini akan mengubah cukup banyak hal fundamental dalam pendidikan tinggi, salah satunya kurikulum. Selain itu, Fajar menilai mesti ada pengaturan yang jelas bagi perusahaan yang membuka pemagangan bagi mahasiswa nantinya. Ia khawatir, program magang yang dicanangkan justru menjadi alat bagi industri untuk mendapatkan tenaga kerja murah.


Selain itu, Kampus merdeka ini merupakan konsep Nadiem yang dinilai pro pasar bebas. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Nadiem sangat berorientasi pasar bebas, terutama poin ketiga, yaitu mempermudah suatu kampus jadi PTN BH. Ubaid mengatakan PTN BH itu sendiri adalah bentuk komersialisasi pendidikan tinggi yang "mengeksklusi anak-anak dari kalangan tidak mampu." Mempermudah kampus berbadan hukum dianggap sama saja memperluas praktik komersialisasi pendidikan. Sabtu (25/1/2020).
"https://tirto.id/pro-dan-kontra-atas-kebijakan-kampus-merdeka-nadiem-evs2" https://tirto.id/pro-dan-kontra-atas-kebijakan-kampus-merdeka-nadiem-evs2


Oleh karena itu apakah pendidikan akan benar-benar merdeka? Tentunya dengan cengkraman korporasi seperti ini perndidikan hanya akan mencetak tenaga kerja, generasi budak korporasi dan pendidikan yang dijajah kapitalis.


Peran negara sangat diperlukan dalam menjalankan pendidikan, pendidikan bukan untuk dikomersialkan dan bukan untuk mencetak lulusan pekerja budak korporasi. Negara seharusnya aktif berperan bukan malah lepas tangan. Konsep pendidikan seperti ini tentu jauh berbeda dengan konsep pendidikan di era ke khilafahan, dengan penerapan sistem islam terbukti mampu mencetak ilmuwan yang luar biasa yang hasil temuannya kita manfaatkan hingga saat ini dan pemimpin yang cakap.


Dalam pendidikan saat itu bersih dari unsur komersial, negara bertanggung jawab terhadap pelayanan pendidikan. Korporasi maupun individu tidak diperkenankan dalam mempengaruhi kurikulum pendidikan, apalagi untuk kepentingan kelompok tertentu.

Maka dari itu sudah seharusnya kita meninggalkan sistem kapitalisme yang telah terbukti manejadi akar masalah dari berbagai aspek kehidupan. Pendidikan bukan hanya sebagai pencetak lulusan pekerja yang menuruti kemauan korporasi, jika yang dihasilkan hanyalah generasi pekerja dan individu yang gila harta, siapa yang akan menjadi pemimpin dan siapa yang mau peduli dengan umat? Saatnya berjuang untuk mewujudkan sistem islam, sistem yang aturannya langsung dari ALLAH, karena hanya sisitem ini yang dapat membentuk generasi beriman, berintelektual dan memiliki kepedulian terhadap urusan umat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak