Oleh : Fatimah Arjuna (Aktivis Dakwah Kampus)
Aksi perusakan terhadap Masjid Al Hidayah yang berada di Perum Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), memicu reaksi keras umat Islam tak hanya di Sulut, tapi juga umat Islam di Poso Sulawesi Tengah dan beberapa kota lainnya di Sulawesi.
Ribuan umat Islam berdatangan ke Masjid Al Hidayah. Tak hanya dari kota-kota sekitar Sulut, tapi juga dari Poso, Sulawesi Tengah dan beberapa kota lainnya di Sulawesi.
Komentar Menteri Agama Fachrul Razi soal kasus perusakan musala di Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut), yang viral di media sosial, menjadi polemik.
Fachrul menyatakan, perusakan tempat ibadah jika dibanding dengan jumlah tempat ibadah di Indonesia memiliki rasio yang sangat kecil. "Sebetulnya kasus yang ada, kita bandingkan lah ya, rumah ibadah di Indonesia ada berapa juta sih? Kalau ada kasus 1-2 itu kan sangat kecil," kata Fachrul di Kota Bogor, Kamis (30/1).
Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Brigjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo menilai apa yang dikatakan Fachru tidak tepat. Kata dia, komentar semacam itu bertolak belakang dengan semangat pemerintah yang menggaungkan untuk membangun radikalisme. "Nggak pantas Menag bicara seperti itu, katanya mau libas radikalisme. Lha kasus Minahasa ini adalah "the real radicalsm"," ujar Anton kepada redaksi, Sabtu (1/2).
Banyak kasus perusakan rumah ibadah adalah bukti masih lemahnya pembangunan kerukunan beragama. Perusakan tersebut menandakan bahwa tidak menonjolnya sikap peduli terhadap umat beragama.
Kondisi kerusuhan Negri saat ini masih permasalahan umat beragama. Keadaan yang seharusnya meningkatkan rasa cinta terhadap perbedaan keyakinan. Bukan malahan saling menyudutkan dan bahkan saling membunuh sampai merusak tempat beribadah terutama islam.
Melihat keadaan seperti ini apa sikap pemerintah yang seharusnya dilakukan. Sebab rusaknya ukhuwah yang di akibatkan pebedaan keyakinan atau hanya persoalan spele saja misalnya masalah ras. Haruskah dengan meninjolkan ego masing-masing menunjukkan kehebatan diri.
Lalu apa yang bisa di pertahankan dengan sistem yang rusak ini?
Karena system demokrasi lebih berkonsentrasi menegakkan pembelaan berlebihan terhadap warga minoritas, justru potensial muncul tirani minoritas termasuk dalam sikap beragama.
Sistem demokrasi menandakan bahwa lemahnya kekuatan Negara dalam mengontrol masyarakat. Masyarakat tak lepas handal disebabkan perbedaan agama.
Kegagalan sistem sekuler mewujudkan agama yang hakiki nyata gagal. Mereka hanya memikirkan bagaimana hubungan dengan sang pencipta saja tanpa memikirkan hubungan dengan masyarakat (sesama manusia). Agama mahdoh yang ditinggikan menandakan jika menutup aurat dilakukan ketika didalam mesjid atau ketika adanya Majelis Taklim saja.
Apakah sistem seluker mampu membawa kepada kedamaian atau kejayaan umat? Tidak. Nyata hari umat masih bertempur mempersoalkan kebenaran aqidah yang mereka anut. Mempermasalhkan bagaimana kebenaran dan kesesatan saudaranya dalam beraqidah. Nauzubillah.
Apakah ini yang akan membawa kepada perubahan?
Apa perbedaannya dong dengan islam yang katanya mampu membawa umat kepada ke jayaan.
ya benar sekali jika qiyadah islam mampu membuat umat berubah. Sebab islam tidak membedakan si kafir dengan si sholeh. Islam ialah agama rahmatan Lil alamin. Islam mampu menghantarkan umat kepada titik bahwa segala sesuatu itu di kaitkan dengan Allah.
Masih ingatkah kita dengan Khalifah Umar bin khatab bagaimana kepemimpinannya. Bagaimana rasa takut terhdap pencipta itu ada. Ketika terjadi bencana apa yang dilakukan nya. Ketika terjadi kerusakan di muka bumi. Ia menyuruh umatnya untuk bertaubat kepada Allah. Menyadarkan umatnya lagi jika kita telah bermksiat dan jauh dari Allah.
Apakah masih ada pemimpin yang seperti itu? Ketika terjadi konflik antar umat beragama apa tanggapannya. Apakah ia menyuruh kita bertaubat kepada Allah atau malah sebaliknya.Wallahu 'Alam bi showab.
Bukittinggi, 4 Februari 2020
#Penapejuang
#kompakNulis