Oleh: Ida Royanti
Novelis, Founder Komunitas Aktif Menulis, aktif di Forum Lingkar Pena Sidoarjo.
Akhir-akhir ini, upaya untuk melakukan moderasi Islam semakin gencar dilakukan. Mulai dari moderasi tafsir Alquran, pernyataan kontroversial tentang tidak wajibnya berhijab bagi wanita muslimah, propaganda hari tanpa hijab, dibangunnya terowongan sillaturahim sebagai simbol toleransi sampai dengan himbauan agar umat Islam mau legowo untuk menggeser kitab suci dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Himbauan untuk menggeser kitab suci ini disampaikan oleh Yudian Wahyudi, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Melansir dari Kompas.co, Yudian mengatakan bahwa orang beragama, khususnya Islam, harus sudah mulai menerima kenyataan bahwa hukum Tuhan tertinggi yang mengatur kehidupan sosial dan politik itu bukan kitab suci. Tapi konsensus atau ijma.
Yudian Wahyudi menghimbau semua umat beragama untuk menempatkan konstitusi di atas kitab suci dalam berbangsa dan bernegara. Adapun untuk urusan beragama, kembali ke masing-masing pribadi masyarakat. “Saya mengimbau kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara. Sama, semua agama. Jadi kalau bahasa hari ini, konstitusi di atas kitab suci. Itu fakta sosial politik, kata Yudian.
Tentu saja himbauan ini sangat berbahaya dan patut diwaspadai. Dengan menggeser kitab suci dari ranah bernegara berarti sama saja dengan meniadakan peran agama dalam kehidupan. Secara tidak langsung Indonesia juga telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang benar-benar sekuler, terpisah antara kehidupan bernegara dengan kehidupan beragama.
Sekularisme Bertentangan Dengan Realitas Masyarakat
Jika merunut pada sejarah, ide sekularisme ini bukan murni warisan leluhur Bangsa Indonesia. Ide ini justru lahir dari budaya barat yang dilatarbelakangi oleh konflik antara pihak gerejawan dan kaum revolusioner. Pihak gereja menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat sementara kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof menginginkan penghapusan peran agama.
Kemudian lahirlah sikap kompromi yang dikenal dengan istilah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sikap kompromi inilah yang saat ini sedang gencar dipropagandakan di negeri-negeri kaum muslimin dengan konsep Moderasi Islam.
Ide ini menyerukan untuk membangun Islam inklusif yang bersifat terbuka dan toleran terhadap ajaran agama dan budaya lain. Tujuannya adalah untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam yang sesungguhnya sehingga tidak menghendaki diterapkan Syariat Islam secara keseluruhan.
Indonesia adalah negara yang berketuhanan. Mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Ini berarti segala upaya yang bertujuan untuk menjauhkan masyarakat dari agama adalah bertentangan dengan realitas itu sendiri.
Apa yang disampaikan oleh Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk menggeser peran agama dalam kehidupan jelas bertentangan dengan keyakinan masyarakat yang ingin menjadikan agama sebagai pegangan. Tidak hanya di ranah privat tapi di seluruh aspek kehidupan. Jika ide ini bertentangan dengan keyakinan rakyat, mengapa harus dipaksakan?
Sekularisme Bertentangan dengan Sariat Islam
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, diri sendiri dan sesamanya. Dengan demikian, Islam bukan hanya mengatur masalah akidah, ibadah dan akhlak, tetapi juga mengatur masalah ekonomi, pemerintahan, sosial, pendidikan, peradilan dan sanksi hukum serta politik luar negeri. Inilah yang dimaksud dengan Islam Kaafah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan jaganlah kamu turut langkah-langkah sayitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu" (TQS. al- Baqarah 02: 208).
Karena itu, menolak penerapan hukum Allah dalam kehidupan bernegara dan mengembalikannya sebatas ranah privat dan menerima sebagian hukum yang lain adalah salah satu bentuk kemungkaran karena bertentangan dengan ayat tersebut.
Sungguh tidak layak sikap seorang pemimpin yang menyatakan bahwa umat Islam harus sudah mulai menerima kenyataan bahwa hukum Tuhan tertinggi yang mengatur kehidupan sosial dan politik itu bukan kitab suci. Ini adalah salah satu bentuk arogansi yang sudah tentu akan mengundang murka Allah. Karena sudah jelas firman Allah yang artinya:
"Sesungguhnya hukum tertinggi hanyalah milik Allah". (TQS. Yusuf 12: 40).
Karena itu, meletakkan agama di bawah konstitusi buatan manusia jelas batil dan bertentangan ayat diatas. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, sehingga Islam tidak lagi membutuhkan agama atau ajaran lain. Ini ditegaskan oleh Allah:
"Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu". (TQS. al- Maidah 05: 03).
"Siapa saja yang mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (TQS. Ali Imran 03: 85).
Maka dari itu, kaum muslimin harus waspada dan menolak dengan tegas setiap propaganda yang bertujuan untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam yang sesungguhnya, siapa pun yang menyerunya. Hanya kepada Allah kita berserah, dan hanya kepada Allah kita kembali. Wallahu alam bish shawab.
Tags
Opini