Gaduh “Agama Musuh Pancasila”



(Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis)

Belum lama dilantik Presiden Jokowi, Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi sudah bikin ulah. Lulusan Harvard Law School ini menyatakan, musuh terbesar Pancasila adalah agama, bukan kesukuan. Sontak argumen itu dikritisi berbagai kalangan.

Jauh sebelum pernyataan Yudian tentang agama ini viral, namanya memang relatif populer karena menerapkan kebijakan yang cenderung menyudutkan kaum minoritas.

Pada 2018, Yudian sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sempat mengeluarkan kebijakan melarang mahasiswinya untuk mengenakan cadar di lingkungan kampus demi menjaga ideologi Pancasila. Bahkan, ia mengancam akan mengeluarkan mahasiswi yang nekat menggunakan cadar jika sudah tujuh kali diperingatkan dan dibina, tapi enggan berubah.(www.matapolitik.com, 13/02/2020)

Menanggapi pernyataan itu, Dosen Pasca Sarjana IAIN Langsa, Dr. H. Zulkarnain MA, mengkritik pernyataan kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, tentang agama menjadi musuh terbesar pancasila. Ia menyebutkan komentar BPIP adalah pernyataan provokatif dan nirhistoris. 

"Jika agama diibaratkan sebuah pohon, maka Pancasila itu adalah salah satu buahnya," ujar Dr Zulkarnain, menyikapi pernyataan Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, yang menyatakan agama menjadi musuh terbesar pancasila, Rabu (12/02/2020)

Dr. Zulkarnain juga Peimpinan Majelis Studi hadist dan Ratib Haddaiyyah (Mashrah) Kota Langsa ini menambahkan, Pancasila itu adalah produk agama. Agama yang berinteraksi secara serasi dengan realitas social di Indonesia sejak zama nusantara dahulu. Bahkan, kelima butir-butir Pancasila itu adalah kristalisasi dari ajaran agama-agama yang ada di nusantara, yang sekarang telah menjadi NKRI. Dengan kata lain, Pancasila itu lahir dari ajaran agama-agama yang ada di Indonesia.

Ketua Forum kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Langsa ini menambahkan, jadi siapapun yang membenturkan Pancasila dengan agama atau sebaliknya membenturkan agama dengan Pancasila. Maka yang bersangkutan nirhistoris atau tidak paham realitas historis dari pancasila itu sendiri.

Jika Kepala BPIP Yudian Wahyudi, benar-benar ingin jihad mempertahankan NKRI, dirinya sangat megaprisiasikannya. Tetapi caranya adalah degan memposisikan secara proposional agama dan Pancasila. Bukan dengan cara-cara membenturkan agama dengan pancasila. Apalagi sampai mengatakan agama menjadi musuh terbesar Pancasila.

Grand Sheikh Al-Azhar, Mesir, Ahmad Muhammad ath-Tayeb pernah mengatakan nilai-nilai Pancasila meliputi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, prinsip musyawarah dan keadilan itu sejatinya merupakan esensi nilai-nilai ajaran Islam. Jadi Pancasila itu tidak bertentangan dengan Islam,” ucapnya.  
Mengutip beberapa dalil Alquran yang terkait dengan nilai-nilai Pancasila seperti QS Al-Baqarah ayat 163 tentang keesaan tuhan, QS Al-Ma’idah ayat 8 tentang anjuran manusia berbuat adil dan beradab, QS Al-Hujurat ayat 10 tentang persatuan, QS Asy-Syuura ayat 38 tentang permusyawaratan dan QS An-Nahl ayat 90 tentang keadilan sosial.

Islam agama yang suci, cinta damai dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Justru ajaran islam sesungguhnya meliputi Pancasila, meski islam bukanlah Pancasila. Dan tidak ada satupun ajaran islam yang bertentangan dengannya.  

Maka, dengan berusaha membenturkan agama islam dan Pancasila, sungguh telah melukai perasaan berbangsa yang beragama. Bahkan jika kita mau mempelajari agama islam secara keseluruhan, kita akan dapatkan, islam memiliki kesempurnaan untuk diterapkan. Dalam kehidupan dunia, sudah terbukti dulu pernah mensejahterakan. sementara untuk kehidupan akhirat, kita yakini, karena bagian dari keimanan.

Justru, sistem yang diterapkan saat ini yang perlu kita perbincangkan. Kenapa pelaksanaan Pancasila di negeri ini menyisakan banyak masalah tak berkesudahan. Di bidang pemerintahan korupsi merajalela di seluruh lininya. Administrasi berbelit yang menyebabkan urusan selalu berlangsung lama. Di bidang ekonomi, laju inflasi tak bisa terkendali. Di b

idang kesehatan, semakin banyak angka kematian. Di bidang pendidikan, banyak pelajar yang mnejadi amoral. Di bidang sosial, banyak kerusuhan dan keresahan. Di bidang politik, negeri ini sudah tak diperhitungkan.

Jadi, kalau kita mau adil sejak pikiran, mana yang sebenarnya lebih berbahaya. Fakta yang telah terjadi di depan mata, atau kekhawatiran yang tidak ada landasannya?

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak