Era Disrupsi dan Tingginya Angka Pengangguran



            Oleh : Heni Andriani
       Ibu Pemerhati Umat dan Member Akademi Menulis Kreatif

Seakan tidak pernah tuntas masalah yang dialami rakyat Indonesia. Penghidupan yang sempit harga kebutuhan pokok yang mencekik membuat masyarakat di ujung keputus asaan. Jika tidak memiliki iman yang kuat sepertinya akan mudah terjebak ke dalam depresi berat.

Angka pengangguran kian hari kian bertambah bukan hanya di pabrik-pabrik kecil tetapi sudah menjalar ke perusahaan - perusahaan besar PT. Krakatau Steel saja mulai mem-PHK karyawan disusul dengan BUMN yang pada mulanya dianggap baik-baik saja.
Kondisi ini merambah ke perusahaan start- up yang mulai diambang kehancuran akibat persaingan yang ketat dalam dunia bisnis serta melemahnya daya minat masyarakat.

Sebut saja OLX Indonesia dikatakan sudah mem-PHK karyawannya berdasarkan cuitan Twitter Amelia Damayanti dengan  dengan nama akun @ameliadmy. Dia mengatakan bahwa ada startup di Indonesia yang melakukan PHK terhadap 127 karyawannya. Namun kemudian akun tersebut menghapus tentang jumlah karyawan yang di PHK. (Kumparan .com 4/2/2020).

Kondisi serupa dialami pula  oleh PT.Indosat Tbk mengakui telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 677 karyawannya pada Jumat (14/2). Perusahaan menyebut PHK tersebut merupakan langkah dari upaya transformasi perusahaan untuk bertahan di era disrupsi.(mediaindonesia.com 14/2/2020)

Banyaknya angka pengangguran semakin menambah deretan masalah yang seharusnya segera diselesaikan oleh pemerintah. Namun, ironisnya rezim ini justru lebih banyak menyerap tenaga kerja asing dibandingkan dengan rakyatnya sendiri.

Pemerintah saat ini sedang menggembor-gemborkan tren digitalisasi di setiap segmen. Pemanfaatan teknologi digital termasuk program Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) e Government, sekilas terlihat maslahat tetapi faktanya justru sebaliknya. Transportasi daring yang harganya relatif murah, cepat dan nyaman tetapi tidaklah berarti hak transportasi publik  gratis /murah dan nyaman pula.(Kompas. Com 27/3).

Digitalisasi pada kementerian pendidikan dan kebudayaan e Government meski terkesan high tech tetapi menyisakan persoalan serius. Banyak sekolah yang tidak memadai dari segi infrastruktur seperti program ujian berbasis komputer. Bahkan era digitalisasi menyasar ke sistem transaksi jual beli semuanya menggunakan online.

Semua ini dilakukan karena tidak ingin ketinggalan dengan negara-negara lain yang sudah maju. Ironisnya masyarakat belum siap menerima kondisi ini karena dari segi ekonomi, sosial pun masih kelimpungan dan tidak sejahtera . Pada akhirnya rakyat lagi yang menjadi korban.

Tren globalisasi hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat. Berbagai kebijakan yang berbau teknologi tidak lagi bisa dinikmati sepenuhnya oleh rakyat justru yang diuntungkan para kapitalis yang semakin mencengkeram hegemoninya di negara yang terkenal dengan beragam suku dan budayanya.

Saat ini merupakan era disrupsi dimana perubahan dari hal yang nyata ke dunia maya yang serba digital. Dampak era disrupsi ini tentu seharusnya menjadi pekerjaan rumah yang serius oleh pemerintah. Ribuan orang yang terkena PHK akan berdampak negatif, baik secara ekonomi maupun sosial. Tingkat pengangguran biasanya memiliki efek negatif seperti tingginya kriminal, kesenjangan sosial semakin lebar, depresi berat hingga angka bunuh diri. Hal seperti inilah yang harus di pikirkan oleh negara saat ini. Jangan hanya karena latah mengikuti tren global dan tunduk terhadap kebijakan Asing dan aseng yang pada akhirnya justru rakyat dikorbankan.

Solusi Islam Dalam Menghadapi Tren Digitalisasi

Islam lahir untuk menjawab setiap masalah yang dialami oleh manusia. Berbagai kemajuan teknologi informasi oleh sistem syariat Islam senantiasa diatur tanpa ada yang dikorbankan. Bahkan jika melihat sejarah Islam saat masih diterapkan secara kaffah justru sangat mendorong kemajuan teknologi informasi dan sains.

Islam tidak pernah mengebiri seseorang untuk  berinovasi dalam hal teknologi selama tidak melanggar hukum syar'a. Segala sumber daya alam dan potensi manusia dikembangkan demi kesejahteraan rakyat itu sendiri. Patokan halal dan haram menjadi landasan.

Negara Islam (khilafah) adalah negara yang berdaulat , independen tidak didikte oleh negara manapun terlebih negara kafir. Kedaulatan negara baik dari segi politik dan ekonomi sangat kuat. Beragam kekayaan alam dimanfaatkan seperti barang tambang, perkebunan, pertanian, hasil laut, mineral alam dan kekayaan bumi lainnya semata mata untuk kesejahteraan rakyat bukan yang lain. Kemajuan teknologi informasi pun diperuntukkan bagi rakyat tanpa membebani dan menyulitkan.

Ketika ada permasalahan negara tidak akan berdiam diri apalagi abai. Negara akan siap untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi rakyatnya.

Seorang khalifah memiliki tanggung jawab sepenuhnya dalam menciptakan rasa aman  terhadap kondisi rakyatnya.

"Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaha illallahu Muhammadur Rasulullah. Apabila mereka telah melakukannya (masuk Islam atau tunduk aturan Islam) maka terpelihara oleh-Ku darah- darah mereka, harta-harta mereka kecuali dengan jalan yang baik. Dan hisabnya terserah kepada Allah."
(HR.al-Bukhari, Muslim dan pemilik sunan yang empat).

Mengutip hadis di atas betapa negara Islam sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dengan menciptakan rasa aman dan nyaman tidak ada lagi ketakutan dalam bekerja.

Negara Islam justru menjadikan SDM untuk maju dan sejahtera di era disrupsi yang kian mendunia. Negara juga akan sepenuhnya menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya terutama bagi laki-laki yang sudah dewasa.

Oleh karena itu, kemustahilan sejahtera lahir dan batin di sistem demokrasi kapitalis yang menyengsarakan. Dengan demikian sudah selayaknya bagi kita untuk mencampakkan sistem ekonomi kapitalis neolib yang hanya menciptakan pengangguran bukan banyaknya penyediaan lapangan pekerjaan di era disrupsi ini.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak