Eks WNI ISIS, Bisa Diterima Bisa Tidak



Oleh: Tawati 
(Aktivis Muslimah Majalengka)



Pro dan kontra pemulangan warga negara Indonesia (WNI) Eks ISIS terus berlanjut. Alasan kemanusiaan dan alasan strategis menjadi beberapa pertimbangan mengapa Eks ISIS perlu dipulangkan. Namun dengan adanya kondisi tersebut salah satu Anggota DPR RI dari Komisi VIII KH Maman Imanulhaq meminta pemerintah jangan gegabah menerima warga eks ISIS. (Radar Majalengka, 12/2/2020) 

Menurut penulis, WNI Eks ISIS merupakan korban, maka bisa saja mereka diluruskan dan diberdayakan. Diperlukan sikap bijak pemerintah dalam menyelesaikan masalah WNI Eks ISIS ini. ISIS sebagai proyek stigmatisasi buruk akan konsep negara, menjebak kaum muslim yang buta dan tergoda untuk kemudian bergabung dengan ISIS melalui pemahaman hijrah. Artinya proyek ISIS memiliki jaringan rekruitment diberbagai wilayah negeri-negeri muslim.

Terkait Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat ISIS, maka sebetulnya ia bisa diterima kembali di Indonesia. Selama mereka diberikan pembinaan pemahaman Islam yang benar dan mau meninggalkan perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam selama menjadi anggota ISIS. Sebab Islam tidak mengajarkan kekerasan dalam dakwahnya dan tidak boleh membunuh, sebagaimana yang dilakukan oleh ISIS selama ini.

Di dalam sistem Islam kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Merujuk dari apa yang telah disebutkan, kewarganegaraan diartikan sebagai keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (negara) yang dengannya membawa hak dan kewajiban.

Asas kewarganegaraan di Negara Khilafah yang dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan termasuk tindakannya seseorang dalam golongan warga Negara dari sesuatu Negara ialah Tempat Menetap (makân iqâmah) dan ketaatan (walâ’) seseorang kepada negara. Karena itu, selama seseorang menetapkan tempatnya menetap dan loyalitasnya di negara Khilafah, maka dia pun berhak mendapatkan kewarganegaraan negara Khilafah. Apakah dia Muslim atau non-Muslim. Sebaliknya, meski dia Muslim, tetapi tidak menjadikan Khilafah sebagai tempatnya menetap dan loyalitasnya, maka dia pun tidak mendapatkan kewarganegaraan negara Khilafah.

Berdasarkan Shirah Ibnu Hisyam dalam piagam madinah :”Barangsiapa tinggal dalam wilayah darul Islam (khilafah), maka terpeliharalah keamanannya).

Juga berdasarkan ayat . “…..Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (TQS.Al-Anfal : 72).

Dan juga “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali,” (QS.An-Nisa:97). 
Wallahua'lam bishshawab[].

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak