Duka Lara Nasib Guru Honorer di Sistem Kapitalisme



Oleh: Sri Yana


Guru adalah suritauladan bagi murid- muridnya. Ibarat pepatah mengatakan bahwa guru kencing berdiri, murid- kencing berlari. Begitu pentingnya peran guru bagi generasi saat ini dan generasi mendatang. Oleh karena itu, kesejahteraan guru merupakan hal yang patut diperhatikan. Karena keadaan tersebut berimbas kepada kinerja seorang guru yang statusnya adalah guru honorer. Mereka digaji dengan upah yang sangat kecil, sehingga selain mengajar, ia harus berpikir bagaimana caranya mendapatkan tambahan agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi sekarang ada wacana bahwa tenaga kerja honorer di lingkungan pemerintahan menjadi perhatian, pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat untuk menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan.(cnbcIndonesia.com,22/1/2020)

Padahal adanya guru honorer sangat membantu sekali dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), meskipun gaji mereka di bawah standar, mereka tetap semangat dan mereka pula memiliki harapan besar untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Namun, kini cita-cita ASN adalah cita-cita yang sangat sulit diraih. Bagaimana tidak? Karena kini masyarakat berlomba-lomba mengikuti tes pegawai Negeri sipil (PNS), yang jumlahnya sangat banyak. Tapi yang diterima hanyalah sedikit. Hal tersebut menjadikan peserta PNS melakukan segala cara. Mulai dari belajar sungguh-sungguh hingga suap menyuap (riswah). Riswah ini bisa terjadi, tidak lain dan tidak bukan karena diterapkannya sistem kapitalis. Dimana yang memiliki kapital atau uang ialah yang berkuasa.
Di samping penerimaan PNS sangat sulit, dan dengan wacana adanya penghapusan guru honorer, menambah kebingungan masyarakat dan akan menambah jumlah pengangguran.

Dari sisi ekonomi, pemerintah memandang ingin mengurangi beban anggaran agar pengeluaran pemerintah seminim mungkin. Ini mengakibatkan penghapusan guru honorer yang menjadi duka lara nasib  guru honorer kedepannya.

Berbeda dengan Islam terhadap rekrutmen guru. Dalam Islam tenaga pendidik berstatus para pekerja negara dengan kompensasi ujrah (upah) sesuai dengan manfaat yang diperoleh dari profesionalitas masing-masing. Karena pegawai negara akan direkrut sesuai kebutuhan riil negara untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi. Semua digaji dengan akad ijarah dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan.

Pegawai negara tersebut di gaji melalui Baitul Maal, bila tidak mencukupi bisa ditarik dari pajak yang bersifat temporer. Sehingga ketika Islam sudah diterapkan warga tidak akan mengejar-ngejar terbukanya lowongan ASN atau pegawai negara untuk mendapatkan beragam jaminan hidup layak dan tunjangan hari tua. Karena negara sudah memberikan jaminan hidup yang lanyak, baik itu pendidikan dan kesehatan kepada warga negaranya.
Wa'allahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak