Oleh : Anisah
(Aktivis Muslimah)
Belum lama ini masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD yang menyebut tidak terdapat ajaran bernegara dalam Islam dan tidak diperbolehkan meniru negara pada zaman Nabi Muhammad SAW.
"Kita dilarang mendirikan negara seperti yang didirikan nabi karena negara yang didirikan nabi merupakan negara teokrasi di mana nabi mempunyai tiga kekuasaan sekaligus," tutur Mahfud dalam diskusi "Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia" di Gedung PBNU, Jakarta.
Ia menuturkan bentuk negara Indonesia yang republik dengan sistem pemerintahan presidensial maupun Malaysia yang kerajaan dengan sistem pemerintahan parlementer tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bukan menjadi negara Islam yang dituju Indonesia, ujar dia, melainkan menjadi negara Islami atau negara yang menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. ( mediaindonesia.com )
Pernyataan Mahfud ini ditanggapi Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Anton Tabah dengan meminta Mahfud untuk bersuara sesuai dengan bidangnya. Terkait pernyataan Mahfud haram mengikuti Negara yang dicontohkan Rasulullah saw maka beliau menghimbau Mahfud untuk segera bertaubat. Menurut beliau keliru apabila soal system pemerintahan dalam Islam seluruhnya berada di tangan Nabi Muhammad saw.
Anton menyampaikan bahwa Nabi Muhammad saw juga memberikan jabatan tanggungjawab pada orang yang ahli dibidangnya dengan ajarannya yang masyhur yaitu “jika diserahkan jabatan atau perkara bukan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya”. “Karena itu Mahfud harus hati-hati bicara. Apalagi sampai mengharam-haramkan perilaku Nabi untuk diikuti maka ia (Mahfud) harus segera bertaubat”, kata dia.
Apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Hukum MUI pusat memang benar adanya. Pernyataan Menkopulhukam mengenai haramnya mengikuti Negara yang dicontohkan oleh Rasulullah sangat berbahaya dan dapat mencederai keimanan seorang Muslim. Cara pandang seperti ini menunjukkan bahwa muslim tersebut ngawur tanpa dalil syariat yang jelas, bahkan indikasi positif terpapar sekulerisme radikal.
Seperti yang kita ketahui sekarang bahwa system yang diberlakukan adalah system kehidupan sekuler, seakan system ini menjerat setiap muslim untuk memisahkan agama dengan kehidupan. Sehingga tak heran jika ada orang-orang yang menentang ketaatan sempurna kepada Allah SWT. Dalil Al-Qur’an ditafsirkan sesuai hawa nafsu. Agama tidak boleh dibawa-bawa dalam kehidupan bernegara.
Padahal secara fiqih maupun historis Negara Rasulullah (Khilafah) memiliki regulasi yang mampu dijalankan oleh manusia. Terbukti ada kepemimpinan yang khas dari para Khulafaur Rasyiddin dan sangat jauh berbeda dengan kepemimpinan demokrasi yang diagung-agungkan oleh Mahfud MD.
Kalau kembali membahas pernyataan yang dikemukakan Mahfud MD yang menyatakan bahwa bukan Negara Islam yang dituju Indonesia melainkan Negara Islami atau Negara yang menerapkan nilai-nilai ajaran Islam, ini sangat tidak relevan. Kenyataannya, di dalam system demokrasi yang diterapkan di negeri ini tumbuh subur korupsi. Sementara perilaku korupsi bukan hanya tidak Islami bahkan bertentangan dengan Islam. Yang lebih tidak relevan lagi, harusnya jika memang negeri Islami, tentu aktivitas dakwah dibiarkan tumbuh subur. Tapi nyatanya persekusi ulama dan aktivis dakwah banyak terjadi di negeri ini.
Negara Khilafah Islam juga bukan negara Teokrasi, sebab Khalifah (kepala negara) diakui sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Sumber hukum Negara Khilafah bukan dari Khalifah, namun bersumber dari Alquran dan Hadist.
Sistem pemerintahan Islam berbeda dengan sistem pemerintahan yang ada di dunia hari ini. Perbedaan itu ada pada semua segi, yaitu asas yang mendasarinya, pemikiran dan pemahaman, standar perbutan, serta hukum-hukum yang digunakan untuk mengatur berbagai urusan, juga konstitusi dan undang-undang yang dilegislasi untuk diimplementasikan dan diterapkan, serta bentuk negara yang mencerminkan Daulah Islam. Dalam sistem Islam (Khilafah) kewenangan dalam legislasi (menetapkan hukum) bukan di tangan rakyat melainkan ada pada Allah swt, standar halal haram berdasarkan hukum syara’.
Khilafah adalah kepemimpinan umum untuk seluruh umat Islam di seluruh dunia. Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh serta menyampaikan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem sistem yang diterapkan di dunia saat ini, karena sistem Khilafah mempunyai keunikan yang menjadi ciri khasnya.Khalifah adalah kepala negara bagi kaum Muslimin. Dia bukan seorang diktator, karena pemilihan seorang Khalifah melalui kontrak politik yang khas yaitu baiat. Tanpa adanya baiat dari umat, seseorang tidak sah menjabat sebagai Khalifah. Ini berbeda dengan para raja dan diktator yang menguasai negeri negeri Muslim saat ini. Yang mana diktator ini merebut kekuasaan dengan paksa serta merampas sebagian kekayaan umat.
Negara Khilafah Islam bukan tipe negara yang mementingkan satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lain. Khilafah memang punya karakter ekspansionis, namun perluasan wilayah ini bukan untuk tujuan penjajahan. Penaklukan negeri-negeri adalah bagian dari kebijakan politik luar negeri untuk menyampaikan risalah Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam.
Dari semua penjabaran di atas, maka bisa disimpulkan bahwa tidak ada yang salah dengan system pemerintahan yang diajarkan Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw adalah teladan. Maka mencontoh semua perilaku Rasulullah yang di anjurkan di dalam Islam, termasuk dalam membentuk sebuah Negara Islam merupakan bukti atas sempurnanya keimanan seorang muslim.
Sebagaimana sabda Rasulullah :
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan jangan kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah 2 : 208).
Wallahu A’lam bishowab