Oleh Rindoe Arrayah
Bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang. Apa pasal? Karena di bulan ini, tepatnya pada tanggal 14 diperingati sebagai hari valentine atau hari kasih sayang yang dirayakan di seluruh dunia, tidak terkecuali di negeri ini.
Sudah jamak diketahui, bahwa perayaan valentine identik dengan aktifitas free sex yang dilakukan oleh para muda-mudi tanpa ikatan pernikahan. Sungguh miris!
Pusat-pusat perbelanjaan menghiasi dekorasi mereka dengan riasan warna pink, stasiun televisi merilis program televisi bertema valentine. Tak ketinggalan juga, media sosial banyak dihiasi dengan suasana ini.
Angka penjualan alat kontrasepsi seperti kondom dan alat tes kehamilan melonjak hingga berkali-kali lipat di beberapa daerah saat memasuki periode hari valentine (kompasiana, 11/2/2020).
Sebenarnya tidak ada cinta di hari valentine, yang ada hanyalah pemenuhan syahwat yang kebablasan. Astaghfirullah.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tak lain dan tak bukan karena diterapkannya demokrasi yang merupakan biang keladi dari problematika ini.
Demokrasi menjadikan kebebasan berperilaku merupakan kebebasan yang harus ada dan diperjuangkan oleh para pengemban sistem kehidupan yang rusak ini.
Jelas, bagi seorang muslim kebebasan berperilaku tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan syariat Allah Ta'ala dan suri teladan Rasulullah SAW.
Tolok ukur perbuatan seorang muslim dalam berperilaku tidak lain adalah hukum syara'. Kaidah syar'iyah menyebutkan:
"Asal suatu perbuatan terikat dengan hukum syara', bukan mubah dan bukan pula haram." (Muhammad Muhamnad Ismail, Al-Fikr Al-Islamuy, hlm. 32)
Selain alasan di atas, seorang muslim wajib menghindari pola hidup bebas dalam berperilaku ini, karena memang perbuatan itu telah dan akan senantiasa melahirkan penyakit sosial yang beragam dan malapetaka kehidupan masyarakat.
Islam merupakan solusi pasti dalam memecahkan problematika ini. Terdapat tiga pilar yang sangat penting demi keberlangsungan kehidupan manusia menuju kebangkitan hakiki dalam rangka menjadikan Islam sebagai agama rahmatan lil'alamiin.
Pilar pertama adalah secara individu. Dengan cara mewujudkan kepribadian Islam secara utuh kepada setiap muslim. Di antaranya, dengan melakukan pembinaan kepada mereka agar berpikir dengan landasan aqidah Islam dan berperilaku sesuai syariat Islam. Menanamkan kesadaran kepada mereka bahwa tidak ada konsep kebebasan berperilaku dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sebelum hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (Islam)." (HR. Al-Baghawi dan Imam Nawawi)
Pilar kedua adalah kontrol masyarakat harus berjalan dengan baik. Tidak ada istilah mencampuri urusan pribadi orang lain, karena dianggap sebagai kebebasan individu. Jika perilaku seseorang menyimpang dari aturan Islam, seorang muslim wajib melakukan amar ma'ruf nahi munkar.
Abu Sa'id Al Khudri ra, menceritakan bahwan Rasulullah SAW telah bersabda, "Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemunkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya (kekuatan). Apabila tidak mampu, maka (hendaklah ia mencegahnya) dengan lisannya. Apabila masih juga tidak mampu, maka (hendaklah ia mencegahnya) dengan hatinya; yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Khamsah, kecuali Bukhari)
Pilar ketiga adalah negara. Semua alternatif penyelesaian pada kedua pilar di atas tiada artinya tanpa adanya peran negara. Dalam hal ini, negara merupakan kekuatan yang paling berhak untuk menyelesaikannya secara tuntas. Siapa yang akan memutus berbagai akses kemaksiatan yang merupakan lahan subur dalam bermaksiat? Negaralah yang paling bertanggung-jawab dan berkuasa. Negara memang memiliki kemampuan untuk menuntaskan segala permasalahan rakyatnya. Negara, dalam kehidupan kaum muslimin, semestinya melindungi dan mengayomi rakyatnya.
Rasulullah SAW bersabda, "Setiap kalian adalah penggembala (pemimpin), dan akan dimintai tanggung-jawab terhadap urusan yang dipimpinnya. Seorang amir adalah penggembala (pemimpin) atas rakyatnya, dan akan dimintai tanggung-jawab atas segala yang dipimpinnya." (HR. Muslim)
Bentuk negara yang akan menerapkan syariat Allah Ta'ala adalah Khilafah sebagaimana yang pernah diterapkan oleh para khulafaur rasyidin dan dilanjutkan pada masa-masa setelahnya, hingga keruntuhannya pada tanggal 24 Maret 1924 yang dilakukan oleh seorang pengkhianat, yaitu Mustafa Kemal Attaturk.
Saatnya kini, seluruh umat Islam bersatu untuk memperjuangkan tegaknya kekhilafahan yang akan menerapkan syariat-Nya ke penjuru dunia.
Wallahu a'alam bishowab.