Oleh : Lilik Yani
Ingat sebuah kisah Malin Kundang. Seorang anak yang durhaka terhadap bundanya. Hingga hidupnya berakhir menjadi batu karena lisan bundanya.
Kisah itu hanya berupa legenda. Benar salahnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun kita bisa mengambil pelajaran bahwa betapa luar biasanya lisan seorang bunda terhadap anaknya.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai seorang bunda yang jengkel atas kenakalan anak-anaknya. Hingga sang bunda mencela dan mencaci mereka. Kata-kata kotor pun kerap keluar dari bibirnya. Karena seringnya hal itu terjadi. Sehingga menjadi kebiasaan. Dan sang bunda pun tidak merasa bersalah atas perbuatannya itu.
Tidak bisa dipungkiri, beban ibu rumah tangga tidaklah ringan. Jika wanita karir yang bekerja di kantor ada jam kerjanya, rata-rata 8 jam sehari. Setelah itu mereka bisa beristirahat tenang. Untuk ibu rumah tangga jam kerjanya tidak terbatas. Bisa-bisa waktu 24 jam habis untuk mengurus anak-anak dan keluarganya.
Beruntunglah para bunda yang suaminya menyediakan khadimah (pembantu) di rumah untuk meringankan tugasnya. Namun, bagaimana jika suami tidak mampu? Maka bundalah yang harus menyelesaikan semua tugasnya sendirian.
Hingga pada saat sang bunda sampai pada fase kelelahan yang sangat, maka kondisinya menjadi labil. Sedikit saja buah hatinya berbuat sesuatu yang menurutnya tidak wajar, maka akan menyulut emosinya, mudah marah-marah. Ujungnya keluarlah cercaan, caci maki, dan ucapan yang tidak baik kepada anak-anaknya.
//Pengaruh Terhadap Anak//
Cacian dan makian yang sering dilontarkan bunda kepada anak adalah faktor terburuk yang menyebabkan penyimpangan psikologis anak. Bahkan bisa menjadikan anak rendah diri.
Jika anak berbuat bohong, kita memanggilnya dengan pembohong. Saat anak dimintai tolong tapi dia tidak mau, maka kita juluki pemalas. Dan apabila anak mengambil uang dari kantong ayahnya, kita sebut pencuri.
Maka perlakuan seperti itu merupakan salah satu penyebab anak memandang dirinya hina dan tidak berarti. Sehingga bisa melahirkan gangguan psikologis dalam jiwa anak. Hal itu bisa mendorong anak memandang orang lain sinis, iri, dengki, lari dari tanggung jawab yang harus diemban. Mereka akan menjadi penyakit bagi masyarakat.
Bagaimana mungkin kita akan mengharapkan anak-anak memiliki ketaatan, kebaikan dan kehormatan jika kita sendiri yang menanamkan benih penyimpangan dan kedurhakaan dalam jiwa mereka? Astaghfirullah. Sepertinya hanya masalah kecil, tapi begitu besar efek yang ditimbulkan dari kata-kata. Apalagi jika dilakukan oleh ibundanya sendiri.
Maka dari itu, marilah kita mengendalikan diri, bunda. Dalam kondisi apapun, tetap upayakan untuk menjaga lisan. Jangan sampai terucap kata-kata yang membuat anak-anak merasa tak berharga. Kalau ibundanya sendiri saja meremehkan, apalagi orang lain?
//Bunda, Kendalikan Dirimu//
Walau beban bunda berat, tak seharusnya menjadi alasan yang wajar untuk mencela anak saat marah. Di sinilah perlunya keimanan. Keberadaan iman sangat penting karena membuat kita senantiasa dalam pengawasan Allah. Tidak ada tempat bagi kita untuk melanggar hukum Allah. Sehingga perbuatan dan lisan kita pun terkontrol.
Islam telah mengajarkan agar mempunyai akhlak luhur, sikap lemah lembut dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Apalagi buat anaknya sendiri.
"...dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."
(TQS Ali Imron : 134)
Demikian pula sabda Rasulullah saw :
'Sesungguhnya Allah menyukai kelemah lembutan di dalam seluruh perkara." (HR Bukhary)
Islam melarang orang tua melaknat anak-anak mereka, juga menyumpahi diri sendiri ketika marah. Karena kita tidak tahu, kapan saatnya doa kita dikabulkan.
Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah saw bersabda :
"Janganlah kalian menyumpahi diri kalian, dan jangan pula menyumpahi anak-anak kalian dan harta kalian, karena kalian tidak mengetahui saat permintaan (do'a) dikabulkan, sehingga Allah akan mengabulkan sumpah itu."
(HR Muslim)
Jauhnya ibu dari agama yang mulia inilah yang menyeretnya dalam dosa. Maka dari itu wajiblah baginya mempelajari agama, agar terhindar dari perbuatan yang dilarang Allah. Dan senantiasa mengerjakan apa yang diperintahNya. Bunda, marilah semangat menuntut ilmu syariat agar Allah selalu membimbingmu ke jalanNya.
Karena kondisi yang lelah sering jadi pemicu kemarahan. Maka kerjakan pekerjaan rumah sesuai kemampuanmu. Jangan mengerjakan sesuatu yang bunda tak sanggup lakukan. Tidurlah segera saat anak-anak tidur. Sehingga bunda ada kesempatan untuk beristirahat.
Selain itu kerjasama antara suami istri sangat penting dalam rumah tangga. Berilah pengertian kepada suami, kalau bunda tidak sanggup mengerjakan semua pekerjaan sendirian. In syaa Allah jika bunda menyampaikan dengan baik, maka suami akan membantu meringankan, atau menyuruh bunda mengerjakan semampunya.
Jangan lupa agar bunda berdo'a kepada Allah agar diberikan kesabaran dalam merawat anak-anak, diberi kemampuan untuk bisa membagi waktu dan dimudahkan semua urusannya. Semoga semua upaya yang bunda lakukan, untuk anak-anak dan keluarga, berbuah pahala dan ridlo Allah.
Wallahu a'lam bisshawab