Bukan Salam Biasa





Beberapa media sosial, di laman Twitter, hastag atau tagar #BubarkanBPIP menempati trending topik no 2 pada Rabu, (12/2/2020) pukul 20.17 wib. Sejumlah tokoh ikut mengomentari pernyataan kontroversial dari Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi saat ia menyebut ‘musuh terbesar Pancasila adalah agama’. (JurnalisIslam.com, 13/2/2020).

Tak lama kemudian, terjadi polemik salam. Ini pun sudah diklarifikasi oleh pihak yang membuat polemik. Ia membantah secara tegas, bahwa tak ada sama sekali keinginan untuk menganti  ‘Assalamulaikum ‘ dengan 'Salam Pancasila'. Namun hal ini telanjur menjadi viral. Umat menilai bahwasanya perlu meng-counter pernyataan para petinggi negeri. Sebab jika tidak, kerusakan pemikiran akan menyebar di tengah umat. 

Kontroversi salam, rupanya tidak hanya terjadi baru-baru ini saja. Dahulu di masa Gus Dur ada pernyataan yang bikin geger. Cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari ini sempat mengatakan 'Asalamu’alaikum' bisa diganti dengan selamat pagi. Hal ini dilakukan Gus Dur untuk mempribumikan Alquran. (Amanah, No. 22, 1987, hlm. 39).

Tanpa penjagaan negara, Islam akan semakin jauh dari pemahaman umat. Anehnya, berbagai opini penguasa, bukannya melindungi, malah semakin menjauhkan umat dari keislamannya. Maka perlu untuk terus mendakwahkan Islam dan merapatkan barisan, agar pemikiran umat menjadi lurus, tegak di atas kebenaran.

Sebagaimana yang terjadi saat ini, saat salam yang lain ditawarkan ke tengah umat menggantikan 'Assalaamualaikum'. Tentu saja umat menolak, sebab 'Assalaamualaikum' sangat lekat dalam kehidupan sehari-hari. Saat berjumpa di jalan, komunikasi di dunia maya, sebelum masuk ke rumah atau saat berpisah, salam menjadi sesuatu hal yang merekatkan ukhuwah, memupuk ikatan akidah.

Salam juga merupakan bagian dari syariah, dianjurkan untuk mengamalkan dan menghidupkannya. Anjuran ini bahkan dijelaskan secara rinci terkait waktu, kepada siapa, bagaimana, dan siapa yang seharusnya mulai memberi salam serta keutamaan dari mengucap salam.

'Assalaamualaikum' bukan hanya sekadar salam biasa, melainkan sebuah syariat, doa, sekaligus penghormatan, yang dalam bahasa Alquran disebut tahiyyah (QS an-Nisa [4]: 86). Karenanya yang mendengar harus memberi penghormatan yang serupa. Mengucapkan salam adalah sunah, yang mendengar wajib menjawabnya.

Inilah yang terjadi di antara sesama muslim, yakni menebarkan salam. Bukan sekadar ucapan biasa, 'Assalaamualaikum' sejatinya adalah sebuah doa, yang berarti 'Semoga keselamatan bersama kalian'. Maka, jika salam tersebut diiringi dengan pemahaman terhadap maknanya, tentu akan memberikan pengaruh yang luar biasa.

Sebaliknya jika disampaikan secara main-main dan tidak serius, tentu maknanya akan berubah. Sebab doa yang disampaikan dengan hati yang lalai, bisa menjadi sebab doa itu tertolak. Seperti saat ucapan salam yang disampaikan terlalu cepat dan terburu-buru. Sehingga yang terdengar bukan bunyi 'Assalamu'laikum', tapi kadang 'slamlekum', atau bahkan hanya 'mlekum'

Tidak perlu juga merubah-rubah lafaznya. Segala yang datang dari Islam, tentu mendatangkan kebaikan. Karenanya, tidak mungkin seseorang menolak salam. Sebab tidak ada seorangpun yang senang menolak kebaikan. Jika syariat sudah menetapkan, maka tak layak menggantinya dengan salam yang lain. Sebab 'Assalaamualaikum' berbeda, ia memang bukan salam biasa.



Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak