Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Sabtu, 25 Januari 2020 lalu adalah tahun baru China. Warga etnis Tionghoa pernah dilarang merayakan Imlek selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru Soeharto. Dan peraturan itu dicabut oleh Presiden RI ke-4, Gus Dur. Dengan alasan toleransi dan keberagaman.
Padahal beliau Muslim, pemimpin negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia. Beliau juga ulama, bisa dibuktikan dari kata Gus sebagai panggilannya yang membuktikan pada posisi apa beliau dalam dunia pondok.
Tahun Baru ini di percaya masuk dalam tahun tikus logam. Banyak ramalan akan muncul orang-orang cerdik namun penipu. Boleh di bilang, Islam telah menjelaskan hal ini 1400 tahun yang lalu. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad.
Bahwa saat ini adalah fase Raja yang memaksa, banyak kezaliman dan ketidakadilan bagi rakyat tersebab pemimpin yang jauh dari Islam. kemudian biidznillah akan diganti dengan tegaknya Khilafah ala Minhaj Nubuwwah. Lengkapnya demikian:
"Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).
Dimana Islam akan tegak secara sempurna sebagai sistem sahih yang menuntaskan seluruh problematika umat termasuk toleransi kebablasan hari ini. Sebab sudah jelas bagaimana Islam memaknai ibadah agama lain, yaitu lakum dinikum waliyaddin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Beginilah jadinya jika tak ada negara atau setidaknya penguasa yang tak hanya mengaku muslim tapi benar-benar menjadikan Islam sebagai kepemimpinan ia berpikir dan bertindak. Sebab, ketika ia hanya mengaku beriman namun enggan menerapkan apa yang ia imani yang terjadi adalah sekuler. Memisahkan urusan agama ketika mengambil kebijakan.
Terhadap toleransi yang kebablasan inipun tampak kemana kebijakan negara. Tak ada kejelasan sikap sebatas apa penerapan kata toleransi. Pembatasnya bukan apa yang dikatakan syara namun pluralisme sejati. Yang menganggap semua agama sama dan benar kemudian menempatkan posisi sebagai kepala negara yang harus menjadi contoh kebersamaan tersebut.
Mulai ikut mengucapkan ucapan selamat hingga hadir di tempat ibadah ritual selain Islam untuk sama-sama merayakan. Dimana kemuliaan Islam jika ini diteruskan? Islam lebih tinggi dari apapun. Hingga pemahaman tentang tahun baru pun bukan kemudian mengadopsi kepercayaan agama lain.
Ramalan manusia mengatakan tahun tikus logam akan membawa keberuntungan. Namun sejatinya, yang patut disadari, tidak ada ketentraman selama manusia tak menjadikan syariat Allah sebagai peraturan berkeluarga, bermasyarakat dan sekaligus bernegara.
Orang yang durhaka dan enggan taat selalu tertimpa rasa takut, khawatir dan rizki yang sulit. Beda halnya dengan orang yang beriman dan bertakwa. Maka lihatlah bagaimana suatu negeri ditimpa berbagai krisis, bencana dan musibah, sebab utama adalah karena mereka durhaka pada Allah.
Bentuk kedurhakaan terbesar adalah mulai dari perbuatan syirik. Begitu juga termasuk di dalamnya adalah mudahnya meninggalkan shalat. Itulah yang terjadi pada suatu negeri jika mereka semakin jauh dari Allah, musibah demi musibah akan menerpa mereka. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. An Nahl: 112).
Selama masih berpegang teguh pada aturan selain Islam maka pelecehan Islam atas nama toleransi, kerukunan atau keberagaman maka selama itu pula sebenarnya kita sedang menggiring diri kita kearah kebinasaan. Wallahu a' lam bish-showab.
Tags
Opini