Menurut REPUBLIKA.CO (22/12/2019), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II tidak efektif dalam mengurai kemacetan saat akhir pekan, terutama masa libur panjang. YLKI mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi manajemen lalu lintas demi mengantisipasi kemacetan yang lebih parah.
Tol yang diharapkan untuk mengatasi kemacetan saat Natal dan tahun baru nyatanya malah memunculkan masalah baru. Baru beberapa hari diresmikan saja sudah banyak mengundang kritikan dari masyarakat. Bagaimana tidak, tol yang seharusnya lurus mulus malah nyatanya bergelombang dan sambungan jalan yang sangat terasa, sehingga membuat para pengguna tol tidak nyaman.
Dengan keadaan jalan yang seperti itu malah akan membahayakan pengguna jalan. Tol tersebut sangat tidak efektif untuk mengurangi kemacetan. Bagaimana jika ada kendaraan yang mogok dengan kondisi jalan yang tidak rata dan tiadanya rest area untuk pengisian bahan bakar, hal tersebut malah semakin menyusahkan pengguna jalan.
Sedangkan menurut Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, bahwa hadirnya Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) bukan produk gagal.
“Itu euforia masyarakat saja, contohnya saya jual martabak, martabaknya enak orang pada datang, banyak orang yang beli dalam satu jam sudah habis, masak saya dibilang gagal,” kata Budikepada pers usai pameran foto di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Ahad (22/12).
Menhub menilai baik apabila Tol Japek layang menjadi pilihan masyarakat yang akhirnya beramai-ramai untuk mencoba jalur baru tersebut. “Japek saya pikir sejauh ini baik. Kalaupun kemarin terjadi suatu lonjakan karena memang euforia atau ekspektasi orang untuk menggunakan itu tinggi sekali,” katanya.
Mereka seharusnya tidak abai terhadap keselamatan masyarakat yang melintasi jalan tol tersebut. Dengan entengnya menyebut itu semua baik-baik saja. Padahal kondisi jalan yang bergelombang, sambungan jalan(expansion joint) yang belum merata jelas itu sangat membahayakan.
Hal ini terjadi karena negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sehingga mereka kurang memperhatikan keselamatan masyarakatnya. Padahal negara mempunyai tanggung jawab penuh terhadap layanan transportasi dan perhubungan.
Akan berbanding terbalik jika yang diterapkan adalah syariat Islam. Para Khalifah tidak akan abai terhadap keselamatan masyarakatnya. Seperti kisah Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu tentang jalan berlubang di Irak. Amirul mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin tiba-tiba menangis, dan kelihatan sangat terpukul.
Dikarenakan mendapatkan informasi salah seorang ajudannya tentang peristiwa yang terjadi di tanah Iraq telah membuatnya sedih dan gelisah. Yaitu ketika ada seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang.
Terlihat sekali dalam kisah di atas bahwasanya Khalifah Umar bin Khattab sangat memperhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apa lagi keselamatan manusia.
Oleh karenanya, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis ini dan bersama-sama memperjuangkan sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Lalu alasan apalagi yang tepat untuk menolak menerapkan syariat Islam ini, bukankah telah banyak bukti betapa Islam sangat memperhatikan kebutuhan masyarakatnya.