Tips Istiqamah Menjadi Pengemban Dakwah

#Day27Part3




By : Messy

Siapa yang tak ingin menjadi seseorang pengemban dakwah yang mulia? Setiap kita tentu menginginkannya. Sayangnya tak semua dari kita sadar akan hal itu, lalu merelakan diri berjuang di jalan dakwah.

Bagi kita yang memiliki kesadaran cemerlang, tentu menginginkan istiqamah dalam perjuangan. Tak ingin mundur walau selangkah dan tetap maju untuk melangkah. Lantas, bagaimana tips untuk istiqamah menjadi pengemban dakwah?

Tak perlu galau untuk mencari kunci istiqamah. Tak perlu juga berkeliling dunia untuk menemukannya, atau bertanya pada mbah Google. Semua itu tak akan menuai solusi, malah bisa jadi menimbulkan masalah yang baru.

Untuk apa kita galau dalam mencari kunci istiqamah. Sedangkan kunci istiqamah itu sendiri berada dalam genggaman kita. Hanya saja kita terlena dengan kehebatan dunia. Kunci istiqamah itu berada pada ulama salafus shaleh.

Allah berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Fathir:28)

Rasulullah bersabda:

إِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

Sesungguhnya perumpamaan orang alim dibandingkan ahli ibadah laksana keunggulan bulan pada malam purnama di atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi(HR. Abu Daud).

Jika Islam dulu mulia ketika diterapkan dalam sebuah negara, lalu darinya lahirlah ulama-ulama   mulia. Ulama-ulama yang memegang prinsip teguh Islam, yang tak dipengaruhi oleh pemahaman asing. Maka, ulama-ulama seperti itu yang patut di teladani agar istiqamah menjadi pengemban dakwah.

Lantas bagaimana tips istiqamah ulama-ulama tersebut menjadi pengemban dakwah?

1. Konsisten berburu ilmu

Dalam perkara menuntut ilmu, kita tak boleh cepat merasa puas. Kalau bisa lahap semua ilmu   positif yang diberikan oleh guru. Tak apa-apa diberi gelar "Tamak Ilmu", toh itu lebih mulia daripada diberi gelar "Tamak Harta".

Selain itu, ilmu salah satu kunci untuk sukses dunia dan akhirat. Seperti apa yang dikatakan oleh Iman Nawawi:
“Siapa yang ingin mendapatkan bagian dunia maka wajib atasnya ilmu, siapa yang ingin mendapatkan akhirat maka wajib atasnya ilmu, dan siapa yang menginginkan keduanya wajib atasnya ilmu.”

Kita pun dibuat takjub ketika menelisik kisah heroik ulama dulu dalam memburu ilmu. Seperti yang pernah dilakukan oleh Ibnu Thahir al-Maqdisy? Beliau berkata : Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku.

Jika kita bercermin dari kisah heroik ulama dulu, tentu kita dibuat malu dengan perjuangan kita yang masih minimalis, jauh dari kata sempurna. Perjuangan kita hari ini tak sebanding dengan ulama dulu.

Kadang karena tempatnya jauh, kita jadikan alasan untuk malas hadir dalam majlis ilmu. Atau karena demam sedikit saja, kita jadikan dalih untuk alfa dalam belajar Islam. Ahhh, sungguh malu jika diminta mengenang masa lalu.

Apakah pertolongan Allah akan datang kepada golongan yang malas dalam belajar agama-Nya?
Tentu TIDAK!

2. Rajin dalam beribadah

Aneh rasanya, jika kita mengklaim sebagai seorang pengemban dakwah. Namun tak menunaikan kewajiban yang harus disandang oleh seorang pengemban dakwah. Seperti melakukan amalan wajib dan amalan sudah yang diperintahkan oleh Allah.

Maka kita sering mendengar cerita sosok ulama yang rajin dalam beribadah, berhati-hati dalam melakukan amalan. Memastikan setiap amalan yang dilakukan tidak bertentangan dengan koridor hukum syariat. Sebab bagi mereka, tiada yang harga mati kecuali Allah dan Islam.

Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS An'am:162)

Seperti kisah Said bin Abdul Aziz selalu menangis jika ketinggalan shalat berjamaah. Said selama empat puluh tahun selalu mengerjakan shalat di masjid. Sedangkan Al-A’masy selama hampir tujuh puluh tahun tidak pernah tertinggal takbiratul ihram ketika shalat berjamaah. 

Bagaimana dengan kita yang mengaku sebagai seorang pengemban dakwah, adakah kita menangis ketika meninggalkan shalat berjamaah? atau malah sebaliknya, kita merasa baik-baik saja setelah melakukan kemaksiatan.

3. Tidak Bersekutu Dengan Kemungkaran

Bukanlah ulama namanya, jika masih takut dalam memperkenalkan identitas keislamannya. Bukanlah ulama namanya, jika berlindung dibalik baju ulamanya lalu bisu dalam menyiarkan agama-Nya.

Ulama yang sesungguhnya adalah sosok yang pertama dalam membela kebenaran dan membasmi kekufuran. Lantang dalam menyiarkan suara Islam dan tak takut dengan ancaman yang diberikan oleh musuh Allah.

Allah berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(QS Ali Imran:104)

Abu Hanifah pernah menolak jabatan yang ditawarkan Abu Ja’far al-Manshur dan menolak uang 10 ribu dirham yang akan diberikan kepadanya. Kemudian ia ditanya oleh seseorang, “Apa yang Anda berikan kepada keluarga Anda, padahal Anda telah berkeluarga.” Beliau menjawab, ”Keluargaku kuserahkan kepada Allah. Sebulan aku cukup hidup dengan 2 dirham saja.”

Akibat penolakannya beliau dipenjarakan dan disiksa, padahal usianya sudah lanjut. Tapi beliau memilih penjara ketimbang melumuri diri dengan kemungkaran.

Bandingkan dengan kita, apa kontribusi yang sudah kita berikan untuk Islam sehingga mempercepat pertolongan Allah untuk datang? Atau sebaliknya, bisa jadi kita menjadi penghalang terhambatnya pertolongan Allah untuk datang. Astagfirullah.

4.  Rendah hati didepan kebenaran

Sungguh tak patut seseorang yang mengaku sebagai pengemban dakwah. Tapi, tidak memiliki sifap rendah hati dari diri. Malah bangga menunjukkan sifap sombong. Astagfirullah. Sesungguhnya sifat sombong adalah selendang pencipta, bukan selendang ciptaan.

Allah berfirman:

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ 

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Dalam firman Allah dalam surat lain:

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ

“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)

Suatu ketika Imam Abu Hanifah menasihati seorang anak kecil yang sedang bermain tanah, “Hati-hati, Nak, engkau bisa tergelincir.”

Tapi sang anak yang tahu bahwa ia berhadapan dengan Imam Abu Hanifah justru balas memberikan nasihat yang tajam kepadanya:

إِيَّاكَ أَنْتَ مِنَ السُّقُوط، لِأَنَّ سُقُوطَ الْعَالِمِ سُقُوطُ الْعَالَمِ

“Andalah yang harus berhati-hati dari kejatuhan, karena jatuhnya seorang alim adalah kejatuhan bagi dunia!”

Semenjak mendapatkan nasihat dari anak tersebut Imam Abu Hanifah dikabarkan selalu berhati-hati bila memberikan fatwa.

Ma sya Allah! Ulama adalah hamba Allah yang paham bahwa tinggi hati adalah musuh ilmu dan kebenaran, seperti air bermusuhan dengan dataran tinggi tak mungkin air menuju ke sana.

Pengemban dakwah tak perlu menunggu orang yang berada di atas gunung untuk memberitahukan kesalahan mereka. Terkadang kawan seiringan bahkan mungkin yang berada ‘dibawah’ mereka bisa menunjukkan kebenaran.

Inilah sifat keren dari seorang ulama. Berani menyampaikan kebenaran tapi juga rendah hati saat diingatkan pada kebenaran. Sebab kita tidak melihat dari siapa yang menyampaikan, melainkan apa yang disampaikan. Jika yang disampaikan adalah suatu kebenaran, maka ambillah tanpa memandang status orangnya.

5. Takut hanya kepada Allah

Seperti yang disifatkan Allah pada mereka, ulama adalah “manusia yang paling takut hanya kepada Allah.” Banyak kisah mereka yang mudah menangis bila mengingat kematian, surga dan neraka dan kebesaran Allah SWT.

Di antara mereka ada yang lebih suka amal menangis ketimbang berinfak. Misalnya Ka’ab bin al-Ahbar berkata, ”Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”

Para ulama bisa menangis kapan saja dan dimana saja bila sudah mengingat Allah SWT, surga dan neraka. Abu Musa al-Asya’ri radhyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.

Subhanallah!

Maka perlu bagi kita untuk menanamkan rasa takut kepada Allah . Sehingga memicu dan memacu kita untuk senantiasa taat setiap saat tanpa terhalang kata kapan dan dimana. Takut kepada Allah dalam kondisi terang-terangan dan kondisi tersebut. Takutlah kepada Allah, bukan pada manusia.

Allah berfirman:

فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Maidah:54)

Milikilah sifat-sifat ulama dalam diri kita. Agar Allah memudahkan pertolongan kepada kita dan dakwah yang tengah diemban ini. Milikilah keyakinan seperti keyakinan para ulama bahwa tak ada yang bisa memberikan pertolongan melainkan hanya Allah. Dialah yang akan kita tuju saat kembali, dan tempat meminta segala kebaikan dan kebahagiaan.

Semoga kita mampu mengamalkan 3 tips istiqamah menjadi pengemban dakwah menurut ulama salafus shaleh. Insya Allah tips lainnya akan segera menyusul. Barakallah fikum.

Bukittinggi, 27 Januari 2020

#kompaknulis
#opey2020bersamarevowriter

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak