Ummu Zhafran
(Pegiat Opini, member Akademi Menulis Kreatif)
Perempuan adalah tiang negara. Jika perempuannya baik, baiklah negara, dan jika mereka bobrok, bobrok pulalah negara. Mereka adalah tiang; dan biasanya tiang rumah tidak begitu kelihatan. Namun, jika rumah sudah condong, periksalah tiangnya. Tandanya tianglah yang lapuk_ Buya Hamka
Kabar mengejutkan datang dari istri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Melansir dari laman online tempo, ia mengatakan bahwa perempuan muslim tidak wajib untuk memakai jilbab.
Peraih gelar doktor kehormatan di bidang jender dan pluralisme itu mengakui bahwa setiap Muslimah tidak wajib untuk mengenakan jilbab karena memang begitu adanya yang tertulis di Al Quran jika memaknainya dengan tepat.
"Enggak juga (semua Muslimah harus memakai jilbab), kalau kita mengartikan ayat dalam Al Quran itu secara benar," katanya di YouTube channel Deddy Corbuzier. (tempo.co, 15/1/2020)
Publik pun kaget. Meski tak sampai merontokkan rambut, tetap saja umat terperanjat. Bagaimana tidak, perkara yang sudah masyhur hukumnya selama ribuan abad kini digugat. Tak heran jika muncul seketika tanggapan dari dai kondang yang juga mualaf. Beliau menuding pernyataan tersebut mengarah ke maksiat. Di akun twitternya, Felix Siauw mencuit,
“Gak mau berhijab, ya silakan aja, tapi ngomong “Hijab itu gak wajib bagi muslimah,” itu pernyataan yang maksa banget. Udah maksiat, maksa lagi.” (twitter.com, 18/1/2020)
Jilbab dan Khimar Wajib Hukumnya
Islam adalah agama yang paripurna. Diturunkan oleh Yang Maha Sempurna. Sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Terdapat solusi bagi semua perkara dalam Islam. Mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Tak hanya itu, segala hal pun dijelaskan kedudukan hukumnya. Dari yang wajib, sunnah, mubah, makruh hingga haram. Tujuannya tak lain agar manusia dalam menjalankan hidupnya cukup mengambil Islam sebagai pedoman. Sebab hal ini yang akan membawa pada keselamatan baik di dunia sampai akhirat. Alangkah aneh jika manusia masih berpikir untuk menerapkan selainnya.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
‘Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (al-Quran) kepadamu dengan terperinci?” (TQS Al An'am: 114)
Menjelaskan ayat ini, Syihabuddin Al-Alusi Al- Baghdadi, ulama tafsir besar dari Irak berkata,
“Di dalamnya terdapat penjelasan tentang yang Haq dan yang batil, yang halal dan yang haram, serta berbagai hukum lainnya sehingga tidak ada satu pun perkara agama yang rancu dan samar. Maka kebutuhan apa pun sesudah itu merujuk kepada hukum tersebut.” (Tafsir Ruh al-Ma’ani)
Dalam hal pakaian, Islam telah mensyariatkan batas aurat bagi pria dan wanita untuk ditutup. Juga memberikan beberapa ketentuan khusus tentang pakaian, seperti diharamkannya laki-laki mengenakan emas dan sutra, haram laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya serta wajibnya wanita menutup aurat mengenakan jilbab dan kerudung.
Mengapa harus keduanya? Ya, karena perintah berkerudung dan berjilbab bersandar pada dalil dalam Alquran.
Firman Allah swt. terkait khimar atau kerudung,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, .....”(TQS An Nuur: 31)
Sedang untuk jilbab dalam surah Al Ahzab ayat 59,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka....”
Gus Baha, seorang ulama NU yang juga ahli tafsir Alquran tegas menyatakan wajibnya hukum jilbab berdasarkan dalil di atas. Dalam kanal 'sekolah akhirat' di YouTube yang diunggah 18 Oktober 2019, Gus Baha mengawali ceramahnya dengan ujaran,
“Bagaimana jilbab? Menjelaskan hukumnya ke orang fasik memang sulit, “
Lebih lanjut Gus Baha menyatakan jilbab hukumnya wajib walaupun belum tentu orang yang telah berjilbab otomatis perilakunya baik.
“Perilaku yang tidak baik itu bisa haram, tapi jilbabnya tetap wajib,” pungkas beliau.
Sampai di sini jelas, tafsir Gus Baha hanya menegaskan penafsiran para ulama mufassirin (ahli tafsir) yang hidup berabad jarak sebelum beliau. Seperti Imam Ibnu Katsir, Imam An Nawawi, Imam As Suyuthi, dan masih banyak lagi lainnya. Bahwa kewajiban menutup aurat dengan jilbab dan khimar, tak bisa ditawar-tawar. Sama kedudukannya dengan kewajiban Shalat, meninggalkan dengan sengaja merupakan kemaksiatan yang nyata.
Butuh Peran Negara
Sangat disayangkan perkataan bernada kontroversi tentang jilbab bisa keluar dari lisan seorang tokoh Muslimah yang dikenal luas. Entah apa yang melatarbelakanginya. Adakah udang di balik batu? Tentu hanya beliau dan Allah SWT yang tahu. Mengingat kiprahnya selama ini konsisten mengusung kebebasan perempuan, liberalisme dan pluralisme alias keberagaman di Indonesia. (islamindonesia.id, 18/12/2019)
Bagi umat harusnya sangat gamblang, perintah wajibnya mengenakan jilbab dan kerudung langsung diturunkan dari Allah SWT, bukan yang lainnya. Menaatinya semata konsekuensi dari keimanan bukan karena figur tertentu atau sekedar tren. Walaupun tak menutup mata, masih banyak saudari kita yang belum tergugah mengenakan.
Untuk itu butuh peran negara dalam mendorong dan memotivasi agar kewajiban terlaksana. Diriwayatkan dari Ummu Athiyyah Ra., Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar (kaum wanita) pada (hari raya) Idul Fitri dan Idul Adha yaitu gadis-gadis, wanita yang haid, dan wanita-wanita yang dipingit. Adapun yang haid maka dia menjauhi tempat shalat dan ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah muslimin. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Nabi menjawab: “Hendaknya saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas tampak perbuatan Rasulullah Saw saat menjalankan aktivitas sebagai pemimpin negara di Madinah pada saat itu. Baginda Nabi saw. tak membiarkan satu pun rakyatnya meninggalkan kewajiban, dalam hal ini jilbab, meski harus meminjam dari yang lain. Lalu kini jilbab justru dikatakan tak wajib, bagaimana mungkin? Wallaahu a'lam.
mantap, hebat
BalasHapussuper sekali
BalasHapus