By: Nora Putri Yanti
Dikutip dari CNN Indonesia, Rabu 17 Januari 2018, lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp7,5 trilyun sepanjang-September 2017.
Selama ini subsidi acapkali dianggap sebagai bentuk kepedulian negara terhadap pelayanan kebutuhan vital masyarakat.Salah satunya adalah kebutuhan akan sumber energi yang saat ini digunakan oleh masyarakat luas, yakni elpiji.
Padahal hakikat dan fakta subsidi justru menunjukkan sebaliknya. Sumber daya alam yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat secara gratis, atau murah, faktanya masih menjadi ajang bisnis. Apalagi bentuk pelayanan yang tidak seberapa itu kini akan dicabut.
Dalam sistem neoliberalisme kapitalisme, pencabutan subsidi memang sangat dianjurkan, sebab subsidi dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah. Ringkasnya, sikap neoliberalisme pada dasarnya adalah anti-subsidi.
Ini karena menurut neoliberalisme, pelayanan publik harus megikuti mekanisme pasar, yaitu negara harus menggunakan prinsip untung dan rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Pelayanan pubik murni seperti dalam bentuk subsidi dianggap pemborosan dan inefisiensi (wikipedia.org).
Berarti terbukti bahwa sistem ini tidak berpihak pada perut rakyat kecil, bila benar-benar terjadi penjabutan subsidi maka yang akan mampu hanya kalangan atas. Mana pihak yang selalu berteriak bahwa hidupnya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat? Apakah itu hanya slogan belaka yang tak ada aksi dalam kehidupan nyata.
Mereka selalu mempromosikan slogan kerja kerja dan kerja! Lantas kerjanya untuk rakyat yang mana. Apa mungkin hanya untuk rakyat kalangan atas saja? Sedangkan rakyat kecil selalu berteriak menangis kelaparan dan kesakitan.
Lantas apakah sistem bobrok ini yang kita harapkan memberi kesejahteraan untuk rakyat? butuh bukti brapa lagi untuk membuang sistem buatan manusia ini?
Padahal dalam islam Allah memerintahkan untuk kita menerapkan hukum yang bersumber pada Wahyu bukan bersumber pada akal dan nafsu semata, lantas apa yang membuat kita belum yakin untuk menerapkan aturan allah, tak cukupkah bukti bahwa penderitaan yang kita rasakan saat ini disebabkan kita tidak menerapkan aturan yang berasal dari Allah.
Allah SWT berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 41)
Sejatinya penguasa di dalam islam adalah pelayan dan pengayom untuk rakyat bukan malah sebaliknya rakyat yang menjadi pelayan dan pengayom atas penguasa. Seharusnya penguasa menjamin hak-hak rakyat tanpa terkecuali itu muslim maupun kafir. Jadi jelaslah sistem satu satunya yang dapat menjamin kesejahteraan rakyat hanyalah ISLAM. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)