Stop Bullying Pada Anak!

#Day19Part2Postingan1




By: Messy Lena

Kita mungkin tak asing lagi mendengar istilah bullying, bahkan tak jarang diantara kita yang melihat praktek bullying secara langsung dilingkungan sekitar. Mirisnya, bullying tak hanya menelan korban dunia nyata saja, melainkan juga menyerempet ke dunia maya. Nauzubillah.

Mencaci, menghina, jahil, iseng atau candaan yang bernada kebencian bisa jadi termasuk komplotan bullying. Jangan-jangan kita juga termasuk pelaku yang pernah melakukan bullying di masa lalu, astagfirullah. Kalau tak pernah, syukur alhamdulilah.

Bullying merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan tujuan memojokkan seseorang/kelompok lain yang tidak termasuk kelompok tersebut, dengan nada merendahkan dan mengolok-ngolok, bahkan sampai kekerasan fisik.

Salah satu bentuk kekerasan fisik dan emosional yang paling umum pada anak-anak adalah bullying. Bullying di kalangan remaja adalah masalah global. Bullying mengacu pada penindasan atau perilaku agresif dengan niat untuk menyakiti atau menyalahgunakan orang lain dalam tindakan berulang dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan.

Indonesia adalah salah satu negara yang diduga masih mengalami angka kejadian bullying cukup tinggi, seperti perilaku intimidasi di kalangan remaja, meskipun data akuratnya masih belum diketahui. Sebanyak 40% remaja telah diintimidasi di sekolah dan 32% melaporkan bahwa mereka telah menjadi korban kekerasan fisik. Hasil survei Kementerian Sosial Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan bahwa satu dari dua remaja pria (47,45%) dan satu dari tiga remaja wanita (35,05%) dilaporkan mengalami intimidasi. Data lebih lanjut dari Survei Kesehatan Siswa berbasis Sekolah Global (Global School-based Student Health Survey/GSHS) 2015 menunjukkan bahwa 24,1% remaja pria dan 17,4% remaja wanita telah mengalami intimidasi.
 
Sungguh miris bukan? Indonesia yang katanya rumah yang ramah bagi tumbuh kembang anak, malah jauh dari realita yang ada. Kita juga tak bisa berharap banyak atas jaminan perlindungan anak yang diberikan oleh penguasa yang masih bisa dikatakan kurang. Lantas, kemana lagi hati ini harus berlabuh?

Tindakan bullying tidak hanya terjadi ketika pelaku melakukan kekerasan secara fisik kepada korban, seperti memukul, menampar, atau menendang. Bullying juga bisa dilakukan tanpa melakukan kekerasan fisik, yakni secara verbal seperti mengejek, memanggil seseorang dengan sebutan yang hina, menyebarkan gosip tentang korban, atau mempermalukan di depan banyak orang.

Efek yang dirasakan oleh korban bullying cukup berbahaya bahkan tak jarang diantara korban memilih untuk berakhir dengan tragis seperti bunuh diri. Semoga kita dijauhkan dari sifat  d yang demikian. Astagfirullah.

WHO pada 2018 menunjukkan, masalah bunuh merupakan penyebab kematian terbanyak pada kelompok usia 15-29 tahun. Hasil survey dari Global Schoola-Based Student Health Survey di Indonesia pada 2015 menemukan, 1 dari 20 remaja pernah merasa ingin bunuh diri. Ide bunuh diri mencapai 5,9 persen pada remaja perempuan dan 3,4 persen pada remaja laki-laki. Sebanyak 20,7 persen remaja juga pernah mengalami bullying.

Dikutip dari CNN, studi terbaru dari California Healthy Kids Survey pada 2019 menunjukkan, bullying memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang bagi remaja. Remaja yang dirundung oleh teman-temannya karena alasan apa pun memiliki dampak kesehatan mental jangka panjang yang lebih buruk daripada anak-anak yang diperlakukan buruk oleh orang dewasa.

Anak korban bullying lebih mungkin mengalami kecemasan, depresi, dan mempertimbangkan melukai diri sendiri dan bunuh diri di kemudian hari.

Anak-anak yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban bullying antara lain:

*Munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur, masalah ini mungkin akan terbawa hingga dewasa.
*Keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot.
*Rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah atau tempat terjadinya bullying.
*Penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.
*Dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban bullying mungkin akan menunjukkan sifat kekerasan.
*Tiba-tiba kehilangan teman atau menghindari ajakan pertemanan.
*Barang-barang miliknya sering hilang atau hancur.
*Kabur dari rumah.
*Terlihat stres saat pulang sekolah atau usai mengecek ponselnya.
*Mungkin ada luka di tubuhnya.

Islam sudah mengajarkan kita bagaimana gaya cara berbicara sesuai tuntunan Rasulullah dapat menyelamatkan kita dari siksa neraka dan memasukkan kita ke dalam surga. Dari Sahl bin Saad radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda,

“Barangsiapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada di antara dua jenggotnya (yaitu lisannya) dan yang ada di antara kedua kakinya (yaitu kemaluannya), maka Aku memberikan jaminan surga kepadanya.” (Muttafaqun alaih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Bukan seorang mukmin apabila ia suka menghujat, suka melaknat, berkata keji dan buruk.” (HR Tirmidzi)

Dari hadis diatas seharusnya kita lebih bijak dalam berbicara dan bertindak dalam dunia maya maupun media nyata. Jangan sampai lisan dan tulisan kita berbuah dosa karena menyakiti hati orang lain. Hati-hatilah! Kita sebagai seorang muslim, tak boleh melakukan hal seperti itu. Sebab, itu sama sekali tidak dicontohkan oleh Rasulullah.

“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.” (HR Bukhari, no. 10)

Untuk mencegah gangguan kesehatan pada anak korban bullying, orang tua dan guru memegang peranan penting untuk mendidik anak agar bergaul tanpa bullying. Remaja yang mengalami bullying juga harus mendapatkan perhatian agar trauma dan kecemasan bisa disembuhkan.

So, sudahkah siapa untuk menjaga lisan, perasaan, dan tindakan?

Bukittinggi, 19 Januari 2020

#kompaknulis
#opey2020bersamarevowriter

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak