Oleh: Neng Ipeh
Memasuki musim hujan, Pemerintah Kota Cirebon melakukan sejumlah langkah antisipasi bencana alam seperti banjir, longsor, tanah bergerak, dan lainnya.
Bersama instansi terkait Pemkot Cirebon menyiagakan sejumlah perlengkapan dan personel serta teknologi informasi untuk melakukan penanganan, pertolongan, dan evakuasi korban bencana. Sedikitnya 13 kelurahan se-Kota Cirebon rawan bencana di musim penghujan walaupun bencana di Kota Cirebon tak berskala luas sebagaimana daerah lain. Banjir sendiri bersifat sementara dan dalam hitungan jam saja. (ayocirebon.com/12/01/2020)
Hujan sesungguhnya adalah rahmat yang diturunkan ke bumi. Hanya saja jika sudah terjadi bencana banjir tentulah kita perlu merenungi apa yang menjadi penyebabnya. Jika kita lihat, ada banyak pandangan terkait penyebab banjir. Masih banyak dijumpai di tengah masyarakat bagaimana kebiasaan membuang sampah sembarangan, beralihnya tanah untuk resapan air menjadi rimba beton, serta penanganan untuk sungai yang masih belum maksimal. Bisa dikatakan sebagian besar bencana hidrometeorologi yang terjadi disebabkan karena ulah tangan manusia.
Dalam Surah Ar-Rum ayat 41 Allah berfirman,
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Banjir sendiri tidak bisa di anggap remeh sebab dampak yang di hasilkan yaitu kerugian bagi masyarakat dan pemerintah sendiri, bahkan bisa mengakibatkan korban meninggal dunia, maka dari itu perlu penanganan yang serius untuk bisa meminimalkan bencana banjir itu sendiri dan tentu ini menjadi tugas pemerintah.
Banjir yang terjadi tiap tahun merupakan sebuah pertanda bahwa ada yang kurang tepat secara sistemik dalam pengaturan tata kelola kota. Sehingga, usaha mengatasi banjir secara teknis tidaklah mencukupi, karena masalahnya ada pada ideologi yang diterapkan negara, yakni kapitalisme. Tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi, sistem kapitalisme membebaskan kepemilikan, lahan-lahan yang seharusnya berfungsi menjadi daerah resapan pun demi keuntungan materi yang didapat para pemilik modal diubah menjadi perumahan.
Tak hanya sekedar agama ritual, Islam juga adalah sebagai sebuah ideologi yang memiliki seperangkat aturan yang harus diterapkan di bawah naungan negara Khilafah dalam menjalankan kehidupan. Berbeda dengan kapitalisme yang membebaskan tiap orang untuk memiliki sesuatu, Islam menetapkan tentang status kepemilikan harta di dunia, terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, negara dan individu. Kepemilikan umum dan negara tidak boleh dikuasai atau diserahkan pengolaannya pada individu, baik lokal maupun asing atau diprivatisasi.
Maka kawasan-kawasan pelindung siklus air yang vital yang pada umumnya berupa bukit-bukit, hutan, gunung, pantai, daerah aliran sungai tidak boleh diubah menjadi milik pribadi dan pengontrolan penuh dilakukan oleh negara. Negara tidak berhak mengubah kepemilikan umum (milik masyarakat) menjadi milik individu, apa pun dalihnya, termasuk membiarkan pembangunan pemukiman yang mengancam keberadaan daerah tersebut. Islam pun mengatur perkara tata ruang, pembangunan, konversi lahan dan lainnya dengan tetap berpedoman pada hukum syara.
Sistem Islam memperhatikan kepentingan ummat secara detail. Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam, termasuk Indonesia. Rahmat yang dibawa Islam hanya bisa dirasakan dengan menerapkan Islam sebagai sistem secara menyeluruh, bukan setengah-setengah karena antara satu aspek dan aspek lainnya saling berkaitan. Sistem Islam ini sayangnya hanya bisa diterapkan dalam institusi pemerintahan, Khilafah Islamiyah.
*(Aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini