Oleh : Siti Asiyah Nurjanah, S.Pd
Kasus kegagalan asuransi kembali mencuat. Kali ini muncul dari jasa asuransi Jiwasraya yang kala itu bersih dari kasus licik dalam asuransi, "katanya". Tetapi beda hal dengan sekarang, asuransi Jiwasraya mempunyai kekurangan deposito dan penagihan hebat dari nasabahnya. Skandal Jiwasraya bisa dianggap kasus kerugian negara terbesar ke 2 setelah kasus BLBI di rezim sebelumnya. BUMN asuransi jiwa ini mengalami gagal bayar sebesar 13 T dan meminta talangan negara 30 T lebih untuk menyehatkan diri. Ada beragam pendapat tentang latar belakang kebangkrutannya. Said Didu pengamat BUMN menganggap ada ‘perampokan keuntungan’ terutama menjelang tahun politik. Ini sejalan adagium ‘BUMN=Sapi perah partai dan rezim penguasa' . Sesuai dengan pernyataanya dalam rubrik berita online "terjadi perampokan di Jiwasraya perusahaan yang sangat sehat pada tahun 2016-2017, lalu defisit puluhan triliun di tahun berikutnya, berarti ada penyedotan dana yang terjadi," ujar Said Didu di Jakarta kamis (19/12/2019, Kompas.com)
Sedangkan pengakuan Dirut Jiwasraya menambahkan latar belakang lain yakni BUMN sudah lama tidak sehat. Dipilih cara sangat berisiko (unprudent) untuk mengatasinya. Yakni dengan menjual ‘JS Saving Plan’ asuransi- investasi (bancassurance) berbunga sangat tinggi ke masyarakat dan Jiwasraya menanam modalnya di bursa saham, bahkan dengan membeli saham gorengan (saham perusahaan yg ‘digoreng’ seolah sangat menguntungkan). Berujung terjadi skema Ponzi yakni premi yg dibayar pelanggan asuransi dipakai membayar keuntungan/bunga tinggi para nasabah bancassurance. Pada gilirannya, gagal bayar polis asuransi. Persoalan ini bertambah buruk mengingat BUMN seringkali menjadi tumpuan sponsorship untuk beragam proyek individu di lingkaran kekuasaan. Contoh Jiwasraya mensponsori kedatangan klub bola dunia Manchester City. Dari kasus ini tampak bahwa memang para Pejabat Kapitalis ini rakus akan kekuasaan serta keuntungan hanya demi kepentinganya sendiri tanpa memikirkan pengurusan rakyat. Begitu pula ketikaereka menduduki kursi pemimpin. Perencanaan sesuatu yang mereka klaim untuk kesejahteraan rakyat padahal sebenarnya hanya kamuflase belaka, untuk menutupi maksud bagi kepentingan kalangan mereka. Miris!
Sebenarnya persoalan asset rakyat dan modal Negara yang dikelola BUMN mengalami beragam persoalan tidak hanya sekl ini terjadi. Karena daulat Kapialis begitu menggurita di tanah air. Mulai dari skema pengelolaan BUMN model korporasi, keterlibatan lingkar kekuasaan untuk memanfaatkan BUMN bagi kepentingan kursi dan partai hingga cara-cara mencari untung yang sarat riba dan maisir/gambling berujung krisis/kebangkrutan. Sebagai jalan keluarnya, Negara memberi talangan. Ini adalah perampokan besar-besaran terhadap Negara secara legal, yang dinikmati segelintir golongan Kapitalis, pemilik bank, elit BUMN dan bahkan yang duduk di kursi penguasa. Skandal ini mestinya menyadarkan tentang beta buruknya sistem Kapitalisme. Tidak ada sedikitpun maslahat bagi rakyat.
Cukup jelas bukn kerusakan sistem Kapitalisme yang sudah terindra oleh mata kita sendiri? Maka sudah saatnya kita beralih ke sistem yang baik dan yang mempu mensejahterakan rakyat tanpa ada janji-janji manis yang mengelabui. Sistem yang baik itu adalah berasal dari Allah Sang Maha Pencpta alam semesta ini, yakni sistem Islam yg mampu menjadi problem solving dari berbagai problem yang ada di dunia ini. Sebagaimana sejarah membuktikan kejayaan Islam memimpin 2/3 bagian dunia selama 13 abad. Wallahua'lam.