Oleh: Nur Laila M.
Perlu kita ketahui bahwa Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta. Dalam prakteknya, majelis taklim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan agama islam yang paling fleksibal dan tidak terikat oleh waktu dan bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata social, serta jenis kelamin. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam dan empat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid, mushalla, gedung. Aula, halaman, dan sebagainya.
Selain itu majelis taklim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non-formal. Fleksibelitas majelis taklim inilah yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan islam yang paling dekat dengan umat (masyarakat). Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh tempat dan waktu.
Awal Januari 2020, Kementerian Agama Kota Blitar akan membuka pendaftaran sertifikasi bagi majelis taklim di Kota Blitar. Kasi Binmas Islam Kementerian Agama Kota Blitar, Masrur mengatakan bahwa rencananya Januari 2020 akan membuka pendaftaran bagi majelis taklim di Kota Blitar. Dan Kendala pendaftaran majelis taklim karena belum jelas informasi yang di dapat. Masrur menambahkan di tahun 2018, pihaknya mencatat ada sebanyak 366 majelis taklim di Kota Blitar meliputi jamiyah tahlil, diba’, maupun solawatan, berharap nantinya semua majelis taklim di Kota Blitar untuk mendaftarkan ke Kemenag Kota Blitar (MayangkaraNews.com, 21/12/2019).
Sertifikasi Majelis taklim sebenarnya kurang diminati dan berpotensi mereduksi peran Majelis taklim sebagai perkumpulan agama yang meneguhkan persatuan sesama muslim. Sebaiknya kebijakan tersebut tidak terlalu sibuk dengan hal-hal yang sebetulnya bukan prioritas. Kebijakan harus fokus pada upaya-upaya pemenuhan program yang sifatnya prioritas, sebenarnya sertifikat majelis taklim tidaklah urgen, sebab selama ini sudah ada catatan jumlah majelis taklim. Majelis taklim tidak perlu dicurigai negatif, sebab eksistensi jutaan majelis taklim selama ini sudah membuktikan bahwa melalui forum seperti itu pemeliharaan akhlak dan adab masyarakat dapat dilaksanakan secara langsung. Jangan sampai sertifikasi justru menjadi tameng bagi upaya mengawasi majelis taklim dan menjadikannya sebagai kendaraan menuju moderasi Islam yang sebenarnya mengarah pada penolakan Islam kaffah.