Serakah Berujung Musibah



 
By; Anggun Surya Putri

“Barangkali cobaan ini tidak akan berakhir, sampai kita bisa mengambil pelajaran 
dari cobaan yang menimpa kita”.
Kado tahun baru 2020 yang di datangkan dari langit bernama banjir. Biasanya guyuran air hanya meneganai satu kawasan saja, kini tetangga pun ikut menikmati. Faktanya, di awal tahun 2020 guyuran air hujan yang menciptakan banjir  menteggelamkan kawasan Jakarta, kini Jabodetabek pun ikut ditenggelamkan. Tagar banjir pun segera menjadi salah satu trending topik di media sosial.
Dalam menghadapi musibah ada dua hal yang perlu kita renungkan. Pertama, musibah merupakan cara Allah Azza wa Jalla menunjukkan kekuasaan-Nya, bahwa Dia lah yang menurunkan hujan dan memberikan kekuatan kepada air untuk mengalir dan mengenangi daratan rendah. Kedua, Allah Azza wa Jalla murka terhadap manusia yang telah melakukan kemungkaran di bumi-Nya, sehingga mengakibatkan banjir akibat melawan sunnatullah yang ada di alam semesta, termasuk kebathilan dalam mengelola tata ruang daerah.
Negeri ini secara keseluruhan ditata dengan semangat kapitalisme, bukan dengan semangat ri’ayah atau mengurus umat. Semangat mengeruk keuntungan dan kekayaan lalu mempersetankan hajat hidup publik seperti ruang hijau, kawasan resapan air dan lain sebagainya. Kepemilikan umum seperti hutan, situ/danau dan pantai semua itu di ambil oleh penguasa hanya untuk kepentingan pribadi bukan untuk kemaslahatan umat. Semuanya itu dikeruk oleh penguasa atas nama aneka pajak dan devisa. Hal ini sudah jelas kebathilan para penguasa dalam mengelola tata ruang daerah dan kepemilikan umum.
#menolaklupa

Sebelum kita mempertanyakan kenapa Jakarta sering mengalami berbagai bencana. Yang mana sebelumnya penguasa selalu menebarkan janji-janji manisnya dengan adanya perencanaan untuk mengatasi bencana-bencana tersebut. pada awal periode kedua pemerintahan Jokowi sudah melemparkan wacana akan menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Permerintah beralasan penghapusan tersebut agar mempermudah usaha. Maka bagi kita yang berfikir wacana ini akan kian mempercepat kehancuran lingkungan. Ada IMB dan AMDAL saja lingkungan sudah demikian merana, apalagi bila keduanya dihapus. Padahal jelas jika kita mengingat lagi kebelakang tentang ucapan Jokowi pada waktu itu masih sebagai Walikota Solo, mengenai banjir, beliau mengunggkapkan “kelihatannya ngak sulit-sulit amat atasi macet dan banjir Jakarta”. (RMOL.com, 28/6/11). Kini, Selang waktu memasuki periode kedua jabatan statement presiden Jokowi mengatakan bahwa banjir sangat sulit diatasi kecuali pindah ibu kota. Berdasarkan ungkapan jokowi melalui media Tempo (tempo.co, 18/12/19) 
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.
Lain masa lain tahunnya. 
Lain jabatan lain pula janji-janji manisnya. 

Sungguh indah burung yang terbang, hinggaplah ia di atas batu, 
ketika ucapan pemimpin tak lagi bisa dipegang kepada siapa (lagi) harus mengadu. Mungkin pribahasa di atas cocok ditujukan kepada penguasa kita yang sekarang. 

Pada awal masa jabatan, Jabodetabek dalam kurun waktu lima tahun sebanyak 56 situ telah beralih fugsi menjadi perumahan atau kawasan bisnis. Yang tersisapun mengalami pendangkalan dan kerusakan parah karena diabaikan oleh pemda. Sedangkan jumlah situ di Jabodetabek berkurang dratis yaitu 2.337,10 hektare untuk total 240 situ, sekarang menjadi hanya 1.462,78 hektare untuk 184 situ.

Padahal dengan potensi 42 danau, 13 sungai, kanalbarat dan timur, serta curah hujan yang cukup besar higg kapasitas 2 miliar kubik per tahun, seharusnya penduduk Jakarta bisa memiliki air tanah dan air bersih yang melimpah. Selain itu banyak juga kawasan hijau seperti hutan kota, persawahan dan hutan magrove di Jakarta diserobot oleh para pengembang kelas kakap dan para konglomerat.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono juga menngungkapkan bahwa banyak kawasan resapan air di Jakarta telah beralih fungsi menjadi menjadi kawasan perumahan elit dan pusat-pusat bisnis seperti Mall Taman Anggrek Sipil, Mall Kelapa Gading dan pusat bisnis yang lainnya. 

Pantai Indah Kapuk yang awalnya kawasan hutan lingdung menjadi pemukiman elit Pantai Indah Kapuk dan juga kawasan sunter yang merupakan area resapan air menjadi pemukiman elit Sunter Agung, PT. Astra Komponen dan lain sebagainya. Dan masih banyak lagi pengalihan kawasan menjadi lahan bisnis penguasa dan pengusaha.

Walhi mencatat akibat pembangunan yang mengabaikan kepentingan lingkungan ada sekitar 56 situ yang berada di kawasan Jakarta, Depok, Tanggerang, Bekasi dan Bogor yang hilang. (tempo.co, 23/3/09). Sementara itu 80 persen situ yang ada justru mengalami kerusakan. Hilangnya beberapa situ diakibatkan alih fungsi lahan menjaid pemukiman dan kawasan bisnis. Padahal situ atau danau secara alami adalah penapung air dikala hujan.
Hujan semestinya menjadi berkah namun ini malah mengakibatkan musibah, karena pembangunan yang sangat minus semangat ri’ayah yang digantikan dengan jiwa serakah maka berkahpun menjelma menjadi musibah. Para pengusaha dan penguasa pasti bergembira dengan hasil PDA dan devisa yang berlimpah ruah namun tak kah mereka berfikir segala apa yang berlaku akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Azza wa Jalla ?

Program penanggulangan banjir dalam bentuk apapun, termasuk rencana pembangunan deep tunnel tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena big and essential problemi-nya bukanlah pada tata ruang wilayah, akan tetapi pada mamda’ (ideologi) yang dianut oleh seluruh penguasa negeri ini daerah maupun pusat. Pesoalan banjir di ibu kota dan wilayah manapun akan terus menjadi apabila negara selalu kalah apalagi mengalah pada kaum kapitalis medalam membangun negeri. Negeri dan hajat hidup pun tergadaikan.
Bukti Islam dengan sistem Khilafah peduli tehadap negerinya adalah ketika terjadinya banjir yang mengenai Batavia (Jakarta) pada tahun 1916, khilafah Utsmaniyyah sebagai kepemimpinan umum umat Islam seluruh dunia mengirimkan bantuan berupa koin emas senilai Rp. 1.189.500.000,- jika dikalkulasikan dengan jumlah uang pada hari ini.  
Dapat kita pahami bahwa sesungguhnya Islam bukanlah sekedar agama ritual semata, namun agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Menebar rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil’alamiin). 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak