Oleh: Marlina Shofiyyah*
Sempat ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta, upaya banding Walhi Kalsel dalam mencabut SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan PKP2B PT Mantimin Coal Mining (MCM), akhirnya membuahkan hasil. Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan kasasi yang dilayangkan wahana lingkungan hidup tersebut. Lalu, apakah berjuangan #savemeratus otomatis sudah aman? (https://www.kanalkalimantan.com/2020/01/8).
Meski kasasi telah dikabulkan oleh MA, namun peluang masuknya tambang masih ada. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Direktur Walhi Kalsel bahwa perjuangan untuk menyelamatkan lingkungan di Kalsel, khususnya Pegunungan Meratus masih panjang.
Pegunungan meratus tentu punya potensi sumber daya alam yang melimpah. Menggiurkan bagi para kapitalis untuk menambangnya. Kerakusan menjadi tabiat dari para kapitalis, mereka tidak memperdulikan kerusakan yang ditimbulkan.
Banjir tidak bisa diindahkan di musim hujan, apalagi jika "Atap" Kalimantan Selatan ini ditambang. Pencemaran air, polusi udara, dan kerusakan lainya yang disebabkan oleh alat berat. Belum lagi dampak buruk pada kesehatan manusia,
Maka, semua pihak harus memahami akan bahaya ekploitasi tambang oleh individu atau negara yang berlebihan, tidak hanya pada kerusakan tapi pada sesuatu yang lain yaitu murkanya Allah. Oleh karena itu, Allah telah menurunkan seperangkat aturan khususnya dalam pengelolaan kekayaan alam.
Sungguh, Islam adalah sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh masalah kehidupan. Allah berfirman dalam surah An Nahl ayat 89, "Kami telah menurunkan kepada kamu (Muhammad) al-Quran sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri".
Tambang yang jumlahnya sangat besar seperti air, garam, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, dan sebagainya. Adalah kekayaan alam terkategori dalam kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara.
Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. "Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api". (HR Ibnu Majah).
Sebagai konsekuensi seorang Muslim, termasuk para penguasa. Wajib terikat dengan seluruh aturan syariah Islam. Karena itu semua perkara dan persoalan kehidupan, termasuk masalah pengelolaan kekayaan alam ini harus dikembalikan pada al-Quran dan as-Sunnah.
Selain itu, apa saja yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk ketentuan dalam pengelolaan kekayaan alam sebagaimana dipaparkan di atas, wajib dilaksanakan. Tak boleh dibantah apalagi diingkari sedikitpun.
Allah SWT berfirman dalam surah al Hasyr ayat 7. "Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian, terimalah (dan amalkan). Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah sangat pedih azab-Nya".
Dengan demikian, untuk mengakhiri kisruh pengelolaan kekayaan alam sebagaimana yang terjadi saat ini, mau tak mau, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada harikiamat dalam keadaan buta.” (Thaahaa: 124)
*(Pimpinan MT. Raudhatul Jannah, Kab. banjar)
Tags
Opini