Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
Muslimah Penulis Sidoarjo
Ada pemandangan yang memilukan di RSUD Sidoarjo pada hari Minggu, 19 Januari lalu. Hujan deras mengguyur sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo. Akibatnya air terpantau menggenangi jalan raya Majapahit. Jalan yang berada di pusat kota dan selama ini jarang tergenang, kali ini kebanjiran.
Kemudian sejak arah pertigaan jalan KH. mukmin ke arah selatan sampai di depan RSUD Sidoarjo. kompleks RSUD Sidoarjo juga tergenang air. Sejumlah ruangan yang kebanjiran antara lain area Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang tunggu obat, ruang lobby utama jalan kawasan paviliun, hingga area parkiran rumah sakit (FaktualNews.co, 19/1/2020).
Mengenaskan, meskipun hanya sebentar karena ada pompa difungsikan untuk mengalirkan air yang menggenang di sana. Namun diakui salah satu petugas kebersihan rumah sakit kali ini adalah genangan air sedikit lebih tinggi dibanding sebelumnya. Terbayang bagaimana keadaan pasien yang akhirnya tidak mendapat pelayanan optimal.
Humas RSUD Sidoarjo dokter M Idham mengatakan, aliran air yang tidak maksimal pada saluran pembuangan di depan RSUD menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya genangan di beberapa area di rumah sakit. “Sehingga air meluber ke rumah sakit,” ujarnya.
Curah hujan yang tinggi beberapa hari terakhir diklaim menjadi penyumbang banjir. Pertanyaannya, jika Sidoarjo setiap tahun giat membangun, mengapa banjir masih bisa terjadi? adakah yang salah?
Hujan adalah salah satu fenomena alam yang sunnatullah. Hadirnya seharusnya menjadi ramah, namun kini faktanya di belahan wilayah yang lain hujan justru membawa bencana.
Benarlah kiranya Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum 30:41 yang artinya, "Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar".
Fakta bahwa hari ini ada pergeseran pemahaman manusia , terutama kaum muslim , banyak yang mengartikan kerusakan di muka bumi hanya sebatas pada hal-hal yang nampak, seperti bencana alam, kebakaran, pengerusakan hutan, penyakit menular yang mewabah, banjir bandang, pemanasan global dan lain sebagainya.
Mereka melupakan kerusakan-kerusakan yang tidak kasat mata yang lebih parah efek buruknya. Padahal ini adalah kerusakan yang paling besar dan fatal akibatnya. Kerusakan inilah yang menjadi penyebab kerusakan-kerusakan yang di permukaan bumi. Yaitu rusaknya keyakinan bahwa Allah Sang Khalik dan Pengatur.
Segala sesuatu terkait alam semesta, manusia dan kehidupan telah disediakan Allah beserta dengan pengaturannya. Tak lain adalah syariatNya yang mulia. Namun manusia justru mengabaikannya dan memilih sekuler, yaitu menggunakan aturannya sendiri, yang muncul dari benak seorang manusia yang lemah dan terbatas.
Sempurnanya aturan Islam sebab Islam tak hanya mengatur akidah, namun juga syariat. Sebagai solusi atas seluruh problematika umat. Maka sebenarnya syariat Islam lebih layak digunakan sebagai peraturan melebihi agama atau sistem aturan manapun.
Sekulerisme telah menciptakan sikap Neo liberal, kebebasan tanpa batas, dan dengan asas dasar menguasai apa yang mampu dikuasai asal diberi kompensasi. Di negeri kita kompensasinya lebih parah. Yaitu kedaulatan negeri ini yang ditukar dengan goalnya proyek para investor rakus.
Pada tahun 2015, pakar tata kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Putu Rudi Setiawan, telah menyebutkan bahwa banjir langganan yang melanda sebagian besar wilayah Kabupaten Sidoarjo, berhubungan dengan visi pembangunan Sidoarjo yang tidak tepat.
Visi pembangunan Sidoarjo saat ini mengarahkan daerah penghasil ikan tambak dan pertanian menjadi perkotaan. Tepatnya kota perluasan dari Surabaya. Dampaknya, banyak lahan terbuka yang berubah fungsi menjadi kawasan industri. Padahal lahan-lahan itu selama ini berfungsi sebagai resapan air (SURYA.co.id,9/4/2015).
Dan 5 tahun berikutnya Sidoarjo makin menunjukkan pada bentuk pengaturannya yang tak lagi pro rakyat. Semua dihitung untung rugi. Semua wilayah di Indonesia sama, termasuk Pemerintah Sidoarjo yang kemudian lebih mengutamakan kepentingan investor membangun. Banjir menjadi langganan tak jadi soal asal kas Pemda tak minus.
Inilah jargon kosong yang berusaha dihembuskan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Padahal sebetulnya ini adalah bentuk kemudahan urusan bagi para kapital. Para investor itu hanya hendak menguasai sektor-sekor yang semestinya hak milik rakyat, baik muslim maupun non muslim.
Pertukaran kepentingan yang tak imbang ini telah membawa korban yaitu tergadainya kesejahteraan rakyat. Mereka punya pemimpin namun faktanya membiayai hidup mereka sendiri. Darah umat diperas guna melalui pajak dan retribusi namun tak berbanding lurus dengan apa yang semestinya diterima.
Jika terus berlangsung pengaturan yang demikian, bisa jadi Sidoarjo 10 tahun mendatang terancam tenggelam sebagaimana Jakarta hari ini. Maka, sudah seharusnya diadakan perubahan, yaitu dengan menerapkan Islam.
Sebab dalam Islam ketika diletakkan tujuan utama dibentuk pemerintahan adalah untuk mengatur urusan umat, maka sekaligus menyertakan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.
Islam mengharamkan pemimpin yang tak menerapkan syariat sebagai satu-satunya aturan guna mengurusi rakyat, apalagi jika kemudian jika sibuk melayani kafir dan meletakkan umat dibelakang tanpa kepastian.
Penerapan syariat Allah akan mewujudkan kesejahteraan hakiki, sebab ketakwaan pemimpinnya menjadi jaminan bahwa setiap hak akan ditunaikan dan setiap kewajiban akan dilaksanakan.
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin umar r.a berkata : "Saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan di minta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan di tanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya". ( HR. Muslim)
Inilah alasan mengapa Umar pernah berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Baghdad, niscaya Umar akan ditanya, mengapa tidak kau ratakan jalannya?”. Sebab ia sadar penuh bahwa pemimpin berat tanggung jawabnya. Wallahu a' lam Bish-ashowab.
Tags
Opini