#Day12Part2Postingan2
By: Messy
Kisah perjalanan aktivis dakwah kampus tak selalu diwarnai dengan kisah yang indah dan bahagia. Jalan berliku dan terjal bagai baja akan selalu berjaga. Kadang ribut oleh perkara sepele lalu sirna seketika. Diganti dengan kehadiran warna-warni cinta.
Ketika persahabatan diterpa badai ujian, perlahan angin ketidakpercayaan menyapa. Belum lagi program dakwah yang berantakan dan bertabrakan, perlahan bisikan saling menjatuhkan terasa. Sehingga antar satu dengan yang lainnya saling tumbuh rasa curiga.
Ditambah lagi tantangan dan rintangan yang menghadang. Larangan dari orang tua, kampus dan teman kian menentang. Tak setuju saat kita memiliki menjadi pejuang. Sehingga sebagian memilih untuk pulang, sebagian memilih menghilang dan sebagian lagi beralih posisi menjadi penentang atau pecundang.
Hinaan, cacian, makian adalah makanan keseharian. Kita tak terbang oleh tumpukan pujian dan tak pula tumbang oleh sampah hinaan. Bagi kita, memilih menjadi pejuang adalah titah Tuhan. Dan memilih menjadi mahasiswa biasa adalah pilihan. Tak ada paksaan, tak ada ancaman.
Ketika rapat kajian yang sesungguhnya menjadi wadah diskusi, introspeksi diri dan menyalurkan aspirasi. Berubah 360 derajat menjadi wadah perdebatan yang dihantui rasa iri. Ulah setan yang tak berhenti merasuki dan menanamkan rasa benci dalam hati.
Ketika duduk bersama dalam satu lingkaran. Biasanya dihiasi warna warni cinta dan penuh kehangatan. Bisa berubah menjadi air mata tangisan dan keributan. Perbedaan yang sesungguhnya sepele dalam ikatan persahabatan. Bisa berubah menjadi bumerang saat termakan rayuan setan.
Tumpukan masalah bukanlah akhir dari kisah perjuangan. Bukan pula yang mengantarkan pada ambang kehancuran. Sebab pada dasarnya, ini adalah mekanisme yang mengarah pada kedewasaan dalam mengatur perbedaan.
Aktivitas dakwah kampus cenderung mempunyai kekhasan, aktif dan memiliki kerumitan yang tinggi. Maka, tak perlu aneh jika tantangan dan rintangan yang dihadapi juga tinggi. Tapi, inilah mekanisme untuk mengasah pemikiran, tindakan, kemapuan dan kesiapan sebelum menceburkan diri dalam dunia masyarakat yang asli.
Perbedaan sepele itu akan menyisakan memori yang tak bisa dihapuskan, bahkan layak untuk diulang dalam rekaman kehidupan. Sebagai pengikat yang erat dalam hubungan persahabatan dan pasti menjadi sesuatu yang didambakan.
Dan akhirnya, kelulusan yang dinanti telah tiba. Gelar sarjana dan toga sudah didepan mata. Jarak menjadi jurang pemisah diantara kita. Ada yang tetap konsisten untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam di dunia kampus atau memilih di kehidupan masyarakat yang nyata. Ada pula yang memilih mundur tanpa menyisakan tanda. Dan ada yang memilih jalan yang berbeda.
Life is choice, kita boleh memilih apapun yang disuka. Tapi, harus konsekuen dengan resiko yang ada. Setidaknya, romantisme kisah aktivis dakwah kampus telah mengajarkan kita dewasa. Untuk saling mencintai karena Allah semata, bukan karena manusia. Sehingga kita kembali bersua di negeri akhirat sana.
Dakwah tak akan mati, tapi kita yang akan mati.
Kita akan mati sebagai pengemban dakwah atau mati sebagai beban bagi dakwah?
Bergerak, dan teruslah bergerak, untuk kebangkitan dakwah kampus yang diberkahi Allah. Insya Allah.
Tapan, 12 Januari 2019
#kompaknulis
#opey2020bersamarevowriter