Oleh: Laela Komalasari
Tidak terasa kita sudah dipenghujung bulan Januari tahun 2020. Padahal baru saja kemarin kita merasakan euphoria menyambut tahun baru 2020. Tahun baru selain identik dengan libur panjang, family time tapi juga identik dengan Resolusi, sahabat semuanya tentu memiliki resolusi atau tujuan yang ingin dicapai di tahun selanjutnya bukan?
Pasti tidak jauh resolusinya "Semoga tahun depan lebih baik dari tahun sebelumnya", klasik tapi banyak orang terus menjadikan itu resolusi. Entah itu resolusi atau hanya ekspetasi. Sepertinya resolusi untuk lebih baik akan tidak berlaku bagi negeri ini jika masih menerapkan sistem kapitalisme.
Buktinya kemiskinan semakin meningkat, ekonomi semakin terhimpit, politik semakin kacau, korupsi semakin tak terkendali, kriminalitas seolah sudah tidak asing karena menjadi konsumsi sehari-harin yang disuguhkan di televisi, rusaknya moral masyarakat terutama remaja, semakin maraknya orang-orang yang menyuarakan kebebasan.
Bisa dibuktikan di awal tahun saja rakyat sudah disambut dengan kenaikan iuran BPJS secara signifikan yaitu 2 kali lipat. Pada Pasal 34 Perpres tersebut disebutkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100%. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, Kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, Kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. (Detik News, 11/11 2019)
Belum lagi disambut dengan banjir se-jabodetabek yang bisa dibilang lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti biasa jika sudah terjadi saling mencari kambing hitam. Rakyat menyalahkan pemerintah, pemerintak menekan rakyat. Yang justru sama sekali tidak memberikan solusi tuntas.
Kabar terbaru korupsi yaitu PT. Asuransi Jiwasraya. "Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibat dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya sekitar Rp 13,7 triliun pada Agustus 2019. Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan Jiwasraya melakukan rekayasa keuangan dalam menutupi kerugian perusahaan sejak 2006." (Kompas, 15/1)
Miris, di saat rakyat kesulitan ekonomi karena harga-harga pokok terus merangkak naik, TDL naik, gas naik bahkan akan dicabut subsidinya. Tapi para penguasa kongkalikong dengan pengusaha yang seharusnya berdedikasi untuk rakyat malah menikmati uang rakyat.
Adakah solusi yang solutif untuk menuntaskan kekacauan ini semua? Solusi yang benar-benar sampai ke akar, solusi yang hakiki. Ada, yaitu kembali kepada hukum Allah, kembali pada syariat Allah. Jika hukum Allah diterapkan dalam sistem bernegara tentu akan sesuai fitrah manusia.
Karena Allah yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan maka Allahlah yang lebih tau segalanya dibanding makhluk yang lemah dan serba terbatas ini. Bisa dilihat efeknya saat ini aturan Allah, aturan Agama dipisahkan dari kehidupan. Sangat tidak memanusiakan manusia. Dalam sistem Islam negara memiliki fungsi yang fundamental dalam pemerintahan.
Pertama, fungsi untuk mengurusi urusan rakyat, termasuk mengatur hajat publik sesuai syariat.
Kedua, fungsi sebagai pelindung (Junnah) sekaligus pembebas rakyatnya dari berbagai macam penjajahan. Baik itu fisik ataupun pemikiran.
Kedua fungsi di atas sama sekali tidak berlaku di dalam sistem kapitalisme. Maka dari itu, saatnya rakyat sadar bahwa aturan Allah mencakup semua kebutuhan manusia. Bukan hanya merasakan kecukupan di dunia tapi juga dapat meraih nikmat Akhirat.
Saatnya kita mengganti resolusi yang bersifat duniawi kita menjadi tujuannya untuk akhirat. Ganti resolusi yang hanya untuk kepentingan pribadi menjadi untuk kebaikan ummat. Resolusi untuk menjadi lebih baik di tengah sistem kuffur saat ini sama sekali tidak efektif, karena resolusi kita hanya akan menjadi ekspetasi saja.
Jadi, tunggu apalagi? Kerusakan semakin menjadi jadi. Saatnya umat bangkit dengan menerapkan sistem Islam yang bersumber dari Allah SWT, karena Islam ada untuk seluruh ummat manusia bukan hanya ummat muslim. Islam itu Rahmatan Lil 'Alamiin.
Wallahua'lam
Tags
Opini