Oleh : Kiki Amelia
Ketika terlahir sebagai seorang wanita, tentu saja kita memiliki peran yang luar biasa. Dimana wanita memang diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan berbagai kelebihannya, dan dengan kemampuan multitasking yang dimilikinya sehingga mampu mengerjakan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu yang bersamaan. Kemampuan wanita yang seperti ini tentu sangat sesuai dengan tugasnya yaitu menjadi seorang ibu, dimana peran sebagai ibu adalah peran yang sungguh mulia dan luar biasa.
Seorang ibu tidak hanya sebagai orang yang mengandung dan menyusui buah hatinya. Tetapi lebih dari itu, seorang ibu adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan dari seorang ibu sangat berpengaruh terhadap anak-anaknya, sehingga ia memiliki tanggung jawab yang besar bagi anaknya. Tetapi dibalik itu semua seorang ibu juga diberikan kedudukan yang luar biasa oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Dengan segala perjuangan yang diberikan oleh seorang ibu, tentu saja ibu berhak dihargai dan dimuliakan. Untuk menghargai perjuangan ibu, maka ditetapkanlah perayaan hari ibu pada tanggal 22 Desember di setiap tahunnya. Maka ramainya sosial media dan televisi-televisi mengucapkan selamat hari ibu pada tanggal tersebut.
Namun apakah perayaan seperti ini yang diharapkan? Apakah dengan cara memberikan ucapan ini maka kita dianggap menghargai perjuangan ibu? Tentu saja tidak, karena seharusnya setiap hari adalah hari bagi ibu. Dimana kita harus selalu berbakti kepada beliau dan mengutamakan beliau, seperti hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata “Seseorang datang kpada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rasul menjawab ‘Ibumu!’ Kemudian orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi ?’ Beliau menjawab ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya lagi ‘Kemudian siapa lagi ?’ Beliau menjawab ‘Ibumu!’ Orag tersbut bertanya kembali ‘Kemudian siapa lagi ya Rasulullah?’ Rasul menjawab ‘Kemudian Ayahmu.”
(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Dalam hadits tersebut sudah sangat jelas, bahwa kita haruslah mengutamakan ibu. Akan tetapi sungguh sangat disayangkan ketika perayaan hari ibu justru memberikan banyak tuntutan kepada seorang ibu, dimana tuntutan itu semakin memberatkan perannya sebagai pendidik.
Ibu tidak lagi hanya ditugaskan sebagai seseorang yang mengatur urusan rumah tetapi juga dituntut sebagai penggerak perekonomian.
Seorang ibu ternyata juga didorong untuk ikut serta dalam penggerak perekonomian keluarganya. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), kaum wanita yang diberdayakan diantaranya sebanyak 15 kk memang tergolong miskin sehingga melalui pembinaan program P2WKSS sekarang kehidupan ekonomi mereka lebih baik. “Jadi kaum wanita di Desa Nelayan menjado motor penggerak dalam mensejahterakan keluarganya,” tandasnya. (matabanua.co.id 17/12/2019)
Di sisi lain, ketika seorang ibu dituntut untuk menjadi penopang perekonomian keluarga maka hal itu tidak sesuai dengan fitrah yang diberikan kepada dirinya. Karena sejatinya peran seorang ibu adalah sebagai pengatur rumah tangga, namun ternyata harus tergeser menjadi ibu dan penopang ekonomi keluarga. Kiprah perempuan di bidang politik pun menjadi nilai tambah saat ini di masyarakat. Akibatnya hancurlah bangunan keluarga dan generasi pun terancam keberadaannya.
Berbeda halnya dengan tuntunan yang ditawarkan syariat Islam. Karena Islam telah memberikan tuntunan yang jelas mengenai peran ibu dan posisinya dalam keluarga. Dialah ummu wa rabbatul bait yang mampu mencetak para mujahid dan dialah yang akan menjadi penentu warna keluarganya.
Tetapi peran ibu tidak akan bisa dilaksanakan sepenuhnya ketika keadaan disekitar tidak mendukungnya. Inilah kenapa hanya dengan aturan negara yang sesuai dengan syariat Islam, yang bisa menjadikan terwujudnya peran ini secara sempurna sehingga akan hadir pula generasi muda yang bertakwa dan penjaga peradaban Islam yang mulia.
Wallahu a’lam bisshowwab.
Tags
Opini