Oleh : Dina Evalina
Aktivis Muslimah
Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini, demi meraup suara rakyat para kontestan yang bertarung di arena pemilu akan melakukan berbagai macam cara untuk memuluskan ambisi keluar sebagai pemenang.
Pernyataan yang mengejutkan keluar langsung dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Menanggapi hal tersebut warga Nahdliyyin pantas kaget lantaran NU sendiri bukanlah partai politik yang berkewajiban mendukung salah satu pasangan calon (Paslon) pada Pemilu di tahun 2019. Menurut pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno saat berbincang dengan Kantor Berita RMOLNetwork di Jakarta pada Sabtu (28/12) : "Khittah NU itu tak berpolitik. Hanya mendidik umat. Pengakuan PBNU tentu membuat jemaah NU di bawah, terutama NU kultural kaget " . NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, ucap Adi, hanya melakukan kerja-kerja yang berorientasi untuk mendidik umat.
Pidato Said Aqil Siroj yang menagih kredit murah Rp 1,5 triliun ke Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mendapat komentar dari Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu. Melalui akun Twitternya, Said Didu mengatakan, ada hal prinsip yang harus diketahui publik terkait janji Sri Mulyani kepada PBNU. Ia mempertanyakan kewenangan Menkeu bagi-bagi uang kepada ormas. Jika sumber keuangan dari APBN, apa dasar hukumnya ? Jika sumbernya perbankan, berarti Menkeu mengintervensi bank. " Jika demi suara, maka Menkeu sudah berpolitik," tegas Said Didu.
Tak hanya itu, Pakar ekonomi yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Riza Ramli turut memberikan komentar mengenai pidato Said Aqil. "Pemimpin-pemimpin Formal NU membuat NU menjadi kecil dengan menjadikannya sekedar kendaraan sewaan, bahkan bersedia pakai plat merah. Padahal akar NU adalah plat hitam, organisasi masyarakat yang berjuang untuk keadilan dan kemakmuran rakyat," tulis Rizal Ramli di akun Twitternya.
Di alam politik demokrasi sudah menjadi hal yang lumrah menjadikan Ormas sebagai pendongkrak suara saat pemilu. Demokrasi lahir dari prinsip sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Dalam pandangan sekulerisme manusia memiliki hak untuk menentukan aturan main dalam kehidupannya. Pemahaman ini lahir atas kejujuran tingkah pola kaum gerejawan yang berkongsi dengan bangsawan sehingga seakan-akan titah mereka ialah titah Tuhan. Demokrasi mengahasilkan para pemimpin yang haus akan kekuasaan. Dan memandulkan peran ormas untuk menjadikanya kantong-kantong suara demi mendukung hasratnya berkuasa. Indonesia dihuni oleh mayoritas penduduk Muslim. Sehingga menjadi hal yang menguntungkan para kontestan pemilu untuk menggandeng ormas Islam ikut terlibat dalam pesta demokrasi.
Rezim sekuler demokrasi hanya akan memberikan kekecewaan yang terus menerus kepada masyarakat. Begitu juga para kader ormas yang memiliki idealisme atas khiththah gerakannya akan mengalami hal yang sama. Hingga berakhir pada perpecahan tubuh ormas dan keluarny a para kader. Dalam rezim sekuler demokrasi, peran ormas didegradasi dan dijadikan sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kekuatan suara. Hal itu dibenarkan oleh Busyro Muqoddas, ia mengatakan bahwa peran ormas saat ini terpinggirkan dari pusat-pusat kekuasaan. Ormas seperti lingkaran kecil diantara dua lingkaran besar yakni negara dan korporasi. Dan lingkaran ormas akan semakin mengecil pada saat dua lingkaran lainnya, kekuasaan dan korporasi,menjalin kerja sama. (Ksp.go.id, 24/2/2019).
Berbeda dengan Islam, peran ormas tidak boleh beralih dari tanggung jawab amar makruf nahi Munkar dan muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa) sesuai misi kehadirannya di tengah masyarakat.
Muhasabah merupakan kewajiban dalam syariah Islam, disertai dengan mengemukakan berbagai kejelekan penguasa. Semua itu agar mereka dan umat menyadari dampak kebijakan yang ada, agar dihentikan dan diubah. Kemudian diterapkan kebijakan yang benar. Ini juga bagian dari prinsip dakwah, yaitu al-hadmu wa al-bina (meruntuhkan yang salah dan membangun yang benar). Kewajiban ormas melakukan amar makruf nahi mungkar tidak lain untuk memenuhi seruan Allah SWT dalam QS. Ali 'Imran ayat 104. Tujuannya untuk menyerukan Islam, dalam konteks menerapkan Islam secara Kaffah maupun menjalankan dakwah. Ormas Islam juga memiliki posisi strategis sekaligus posisi tawar yang terbilang kuat dalam politik nasional. Dengan jaringan yang luas dan menembus massa akar rumput, ormas Islam sepatutnya mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat atas pendidikan politik yang berdasarkan Islam.
Ormas Islam harus menjadi garda terdepan dalam menyampaikan kebenaran Islam. Karena mereka ialah orang yang paling tahu tentang kewajiban menerapkan syariat Islam, mengetahui urgensi pengurusan umat dengan Islam. Serta ketiadaan negara Islam yakni Khilafah menjadikan umat Islam terhina dan terus terpuruk dalam lubang penderitaan. Jika mereka tidak berjuang untuk Islam, artinya telah menyalahi ilmunya dan siap atas azab-Nya.