#Day17Part2Postingan1
By: Messy Lena
Salah satu sahabat Nabi yang bernama Aktsam bin Shaify Ra pernah berwasiat kepada kaumnya yang berisi:
"Kuwasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah dan menyambung tali silahturahmi. Dengan keduanya akar (keimanan) akan selalu tegak, dan cabangnya takkan bengkok. Hati-hatilah kalian jangan sampai menikahi wanita yang bodoh, karena hidup bersamanya adalah kenistaan."
Seperti itulah faktanya. Wanita yang bodoh hanya akan memperberat beban suami karena sulit untuk diatur, sehingga anaknya pun sulit pula untuk diatur.
Pernah suatu ketika ada seorang bapak yang menghadap Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Ia mengeluhkan sikap anaknya yang durhaka
Menurutnya, si anak selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.
"Celakalah kamu! Tidakkah kamu tahu bahwa durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah? Bentak Umar.
"Tunggu dulu wahai Amirul Mukminin, jangan engkau tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau seorang ayah memang memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya?" Tanya sang anak.
"Benar," Jawab Umar.
"Lantas, apakah hak anak terhadap ayahnya tadi?" Lanjut sang anak.
"Ada tiga," jawab Umar. "Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik bagi puteranya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaklah ia mengajarinya menghafal Al-Qur'an."
Maka sang anak berkata, "Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, ayahku tak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku. Ibuku adalah hamba sahaya buruk berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga dua dirham, lalu malamnya ia gauli sehingga ia hamil dan mengandungku! Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju'al dan ia tak pernah mengajariku menghafal Al-Qur'an walau satu ayat!"
"Pergi sana! Engkaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantaslah kalau ia durhaka kepadamu sekarang," bentak Umar kepada ayahnya.
Dari kisah diatas dapat disimpulkan bahwa ayah dan ibu memiliki perang penting dalam mendidik anak menjadi anak yang baik. Terutama ibu sebagai seseorang yang selalu bersama anak. Makanya perlu peran dari ibu, antara lain:
1. Menjadi ibu yang baik bagi sang anak
Kata petuah yang begitu terkenal adalah "Buah yang jatuh, tak jauh dari pohonnya." Begitulah peran ibu sangat penting dalam mendidik anak. Ibu yang baik tentu akan membentuk anak yang baik. Sebab, kebanyakan anak meniru apa yang dilakukan oleh sang ibu.
Ibu merupakan sebuah tonggak kehidupan keluarga. Sebab darinyalah akan terdidik generasi-generasi yang hebat dan luar biasa. Untuk mendidik sebuah generasi yang hebat, maka seorang ibu perlulah menjadi ibu yang hebat dan luar biasa terlebih dahulu. Lalu, bagaimanakah sebenarnya kriteria ibu yang baik dalam Islam?
Peran paling mendasar yang dimainkan seorang ibu di antaranya adalah menanamkan norma-norma luhur dan budi pekerti mulia dalam dirinya terlebih dahulu. Karena orang yang tidak punya sesuatu, tidak mungkin memberikan sesuatu tersebut kepada orang lain.
Selain menjadi wanita yang taat kepada Allah dan pandai dalam menjaga diri, seorang wanita sudah seharusnya membesarkan anak dengan penuh kasih sayang, dan mencurahkan segenap perhatiannya dalam mendidik sang anak.
Nabi SAW pernah memuji wanita Quraisy karena kasih sayang mereka terhadap anak-anak. Beliau bersabda, “Wanita Quraisy adalah sebaik-baik wanita Arab. Merekalah yang paling belas kasih terhadap anaknya, dan paling perhatian terhadap urusan suaminya.”
Selain itu, ibu memiliki peran penting sebagai madrasah pertama bagi sang anak. Mendidik anak dengan nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam. Teladanilah pendidikan anak yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah. Jika demikian yang dilakukan, insya Allah akan terbentuk anak-anak yang baik.
2. Menamai anak dengan nama yang baik
Setiap perkataan yang keluar dari lisan seseorang adalah doa. Maka perlu memberikan nama yang baik bagi sang anak. Sebab, nama adalah doa.
Tata cara memberikan nama yang baik bagi sang anak, antara lain:
a. Nama yang menunjukkan penghambaaan diri terhadap salah satu dari nama-nama Allah.
Seperti Abdul Malik, Abdul Bashiir, Abdul ‘Aziz dan lain-lain. Namun perlu diketahui di sini bahwa hadits, “Sebaik-baik nama adalah yang dimulai dengan kata “Abd (hamba)” dan yang bermakna dipuji”.(Al Hadist)
b. Bernama dengan nama para nabi dan rasul. Mereka adalah orang-orang yang memiliki akhlak yang paling mulia dan memiliki amalan yang paling bersih. Diharapkan dengan memberi nama seorang anak dengan nama nabi ataupun dapat mengenang mereka juga karakter dan perjuangan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga pernah menamakan anaknya dengan nama Ibrahim.
c. Memberi nama dengan nama orang-orang shalih dikalangan kaum muslimin terutama nama para sahabat Rasulullah.
Dalam sebuah hadits shahih dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka dahulu suka memakai nama para nabi dan orang-orang shalih yang hidup sebelum mereka.” (HR. Muslim no. 2135)
d. Memilih nama yang mengandung sifat yang sesuai orangnya.
Namun dengan syarat nama tersebut tidak mengandung pujian untuk diri sendiri, tidak mengandung makna yang buruk atau mengandung makna celaan, seperti Harits (orang yang berusaha) dan Hammam (orang yang berkeinginan kuat).
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang dha’if dari Abu Wahb al-Jusyami bahwasannya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pakailah nama para nabi, nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, yang paling benar adalah nama Harits dan Hammam dan yang paling jelek nama Harb dan Murrah.” (HR. Abu Daud dan An Nasai. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi sebagaimana disebutkan dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1977)
3. Mengajarkan anak Al-Qur'an
Ayah dan ibu yang mengajarkan anaknya Al-Qur'an adalah sebuah keutamaan. Terutama ibu sebagai madrasah pertama bagi seorang anak. Allah menjamin keberkahan di akhirat kelak bagi ayah dan ibu yang anaknya membaca, menghafal dan mengamalkan Alquran.
Dari Mu’adz Al-Juhani, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa membaca Alquran dan mengamalkannya apa yang terkandung di dalamnya, maka kedua orangtuanya akan dikenakan mahkota pada hari Kiamat yang cahayanya melebihi cahaya matahari seandainya ada di dalam rumah-rumah kalian di dunia ini, maka bagaimanakah perkiraanmu mengenai orang yang mengamalkannya?” (HR. Ahmad).
Anak yang membaca dan mengamalkan Alquran, maka ayah dan ibunya akan dikenakan mahkota pada hari Kiamat. Dimana cahayanya melebihi sinar matahari, seandainya matahari itu berada di dalam rumah kita, maka tidak dapat dibayangkan betapa terangnya cahaya tersebut.
Jika ayah dan ibu pembaca Alquran akan mendapatkan pahala seperti itu, maka tidak dapat dibayangkan bagaimana pahala pembaca itu sendiri. Tentu akan memproleh derajat yang lebih tinggi. Ayah dan ibu mendapatkan pahala tersebut karena dialah yang telah melahirkan dan mendidik anak.
Hakim meriwayatkan dari Buraidah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca Alquran dan mengamalkannya, maka akan dipakaikan kepadanya sebuah mahkota yang terbuat dari cahaya. Dan kedua orangtuanya akan dipakaikan dua pasang pakaian yang indah tiada bandingnya di dunia ini. Orangtuanya akan bertanya kepada Allah, “Ya Allah, mengapa kami diperlakukan seperti ini?” Jawab Allah, “Ini adalah pahala bacaan Alquran anakmu.”
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang baik bagi anak. Terutama memfungsikan kerang sebagai ibu yang diajarkan oleh Islam. Sehingga terbentuklah anak yang baik dan menebarkan manfaat untuk sesama. Insya Allah.
Bukittinggi, 17 Januari 2020
#kompaknulis
#opey2020bersamarevowriter