Oleh : Neneng Sriwidianti
Pengisi Majelis Taklim dan Member AMK
Hampir tiap hari, kita disuguhi berita kriminal baik itu pembunuhan, pembegalan atau pencurian. Yang membuat hati ini miris, kejahatan itu dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Harta, kekuasaan dan wanita menjadi faktor pemicu yang paling banyak. Rendahnya ketakwaan yang dimiliki individu dan tidak ada penjagaan akidah dari negara menambah tingginya angka kejahatan yang ada. Sistem kapitalisme yang diterapkan menambah karut marut kondisi kehidupan hari ini. Allah berfirman dalam Al-Quran surat al-Hadid ayat 20, yang artinya :
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur...Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Menurut Ir. Permadi Alibasyah dalam bukunya Sentuhan Kalbu, perjalanan hidup manusia itu bagaikan kisah penyelam mutiara. Dalam melaksanakan tugasnya dia dibekali dengan tabung oksigen, dan tugasnya mencari tiram mutiara sebanyak-banyaknya untuk dipersembahkan kepada tuannya yang menanti di atas.
Kisah ini mirip dengan perjalanan hidup manusia di dunia. Seorang hamba Allah ketika hidup di dunia, itu dijatah umurnya oleh Allah. Pada saat hadir di dunia dia tahu tugasnya adalah untuk ibadah dan mengumpulkan tiram mutiara berupa pahala yang sebanyak-banyaknya, yang suatu saat akan dia persembahkan kepada Allah Swt.
Tetapi ketika dia hidup di dunia, dia terpesona dengan keindahan dunia yang memabukkan, yang melenakan, saking asyiknya bermain, dia lupa akan tugas utamanya mencari pahala yang banyak. Sebagaimana seorang penyelam yang terpesona dengan keindahan dasar laut, ikan yang beraneka ragam dan lambaian bunga karang yang mengajaknya bermain.
Hingga suatu saat dia terkejut manakala umurnya sudah tinggal sedikit lagi, sementara dia belum mengumpulkan pahala yang memang menjadi kewajibannya. Dengan tergopoh-gopoh di masa tuanya, dimana kekuatan fisiknya sudah mulai melemah, energinya sudah habis terkuras untuk mengejar kesenangan duniawi, jadilah dia dengan sisa energinya mencari pahala, melakukan ibadah dengan sisa tenaga yang tidak lagi maksimal.
Akhirnya, ketika dia menyadari jatah umurnya habis, mau tidak mau dia harus kembali kepada Sang Pencipta, untuk memberikan pahala yang sudah dia kumpulkan. Sayangnya, karena terburu-buru dia tidak memperhatikan ada aspek riya atau dengki yang menyertai perjalanan hidupnya, sehingga amal yang hanya sedikit yang sempat dia kumpulkan berkurang karena ada penyakit hati pada dirinya. Naudzubillah.
Di akhirat nanti, Allah sudah menanti setiap hamba untuk mempersembahkan tiram mutiara (pahala) yang dikumpulkannya selama hidup di dunia. Alangkah menyesalnya hamba tadi, dan dia minta diberi waktu untuk hidup kembali di dunia, untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya. Namun Allah menolak dengan tegas, “Percuma engkau aku beri kesempatan, ternyata engkau hanya pandai membuang-buang waktu saja!”
Marilah kita sama-sama introspeksi, sudah cukupkah kita mengumpulkan tiram mutiara, mengumpulkan pahala yang banyak yang nanti akan kita persembahkan ke hadapan Allah, mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di dunia, mumpung masih ada sisa usia kita, marilah kita menuju kepada ampunan Allah yang luasnya seluas langit dan bumi, yang diperuntukkan bagi orang-orang yang shalih. Allah Swt. berfirman :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 133).
Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini