Oleh: Fina Fadilah Siregar
Pemerintah berencana memindahkan ibu kota baru Indonesia ke Sepaku, Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pemerintah juga menyatakan akan banyak melibatkan asing di proyek pembangunan ibu kota baru demi mendapatkan pengakuan dunia. Presiden Joko Widodo, menjelaskan alasannya menempatkan tiga tokoh asing sebagai dewan pengarah pembangunan ibu kota baru. Tiga orang tersebut adalah Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed, CEO SoftBank, Masayoshi Son dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Jokowi mencontohkan Mohamed bin Zayed memiliki pengalaman saat membangun kota Masdar di Abu Dhabi. Kota ini mendapat reputasi baik dari dunia karena dianggap kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Adapun Masayoshi, kata Jokowi, dikenal memiliki reputasi baik di bidang teknologi dan keuangan. Sementara Tony, menurut dia, dianggap memiliki pengalaman di bidang pemerintahan. "Saya kira memang ingin kita membangun trust internasional," ucap dia. (bisnis.tempo.co).
Menanggapi pernyataan Presiden tersebut, tentu kita mengetahui bahwa keterlibatan pihak asing dalam pembangunan ibu kota baru bukanlah untuk mendapatkan pengakuan dunia, tetapi malah memperbesar intervensi kepentingan pihak asing di negeri ini. Pihak asing akan lebih mudah menguasai negeri ini karena makin besarnya pengaruh asing di seluruh lini kehidupan, termasuk dalam pembangunan ibu kota, yakni sebagai pemasok bahan, konsultan, pimpinan hingga pelaksana proyek.
Tentu, keterlibatan pihak asing ini sangat berbahaya dan menimbulkan banyak kerugian. Kerugian tersebut diantaranya mereka bebas mengambil keuntungan dan selalu ikut campur dalam urusan pribadi negeri ini, sehingga para penguasa tak dapat membuat kebijakan sendiri, penjajahan politik ekonomi yang tentunya merugikan rakyat, bahkan hilangnya kedaulatan Indonesia sebagai suatu bangsa. Dengan adanya keterlibatan pihak asing, maka harga diri Indonesia sebagai suatu bangsa telah diinjak-injak bahkan tidak ada lagi. Jadi apapun perintah pihak asing akan dituruti oleh pemimpin negeri ini karena kita mendapatkan bantuan dari pihak asing dalam segala bidang dan lagi-lagi yang menjadi korban atas semua ini adalah rakyat. Rakyat yang seharusnya mendapat perlindungan dan jaminan atas segala hak-haknya dari negara malah ditindas dalam segala hal. Itulah potret kepemimpinan dalam sistem kapitalis yang ada saat ini. Sampai kapanpun pihak asing akan bersenang-senang di atas penderitaan rakyat pribumi.
Tapi tidak demikian halnya dengan sistem Islam (Khilafah). Dalam sistem pemerintahan Khilafah, para pemimpin selalu bersikap waspada dan tegas dalam menjalin hubungan dengan asing, karena Islam menganut sistem kemandirian. Jadi, pantang bagi umat Islam untuk meminta bantuan pada pihak asing, kecuali memang dalam kondisi terdesak dan tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh selain meminta bantuan pihak asing. Dalam sistem pemerintahan Khilafah, pemerintah mempunyai hak mutlak dalam menentukan kebijakan, sehingga pihak asing tidak boleh mengintervensi sedikitpun. Jadi, dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), negara benar-benar mengambil peran sebagai pelindung umat, sehingga tidak akan ada umat yang menderita dan terzhalimi seperti yang terjadi saat ini pada sistem pemerintahan kapitalis.
Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama untuk terus mendakwahkan Islam di tengah-tengah umat, agar umat mengetahui bahwasanya hanya Islamlah satu-satunya solusi atas segala problematika kehidupan, sehingga tak akan ada lagi dominasi asing yang menyengsarakan umat dan itu hanya akan terjadi dalam Negara Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bish showab.