Ummu Rifqi
(Komunitas Ibu Cinta Qur'an)
Pariwisata merupakan salah satu sektor strategis untuk meningkatkan devisa negara. Harus diakui sektor pariwisata mulai digarap serius oleh negara-negara ASEAN. Salah satu cara yang dilakukan adalah negara menyepakati blueprint pengembangan dunia pariwisata ASEAN dalam ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP).
ATSP pada dasarnya dibentuk untuk meningkatkan daya sains ASEAN dalam pasar pariwisata global salah satunya dengan cara menetapkan standar-standar bagi penyediaan layanan jasa pariwisata, harapanya ASEAN dapat menarik wisata asing. Suatu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang padat. Patut diapresiasi.
Hal ini dapat berdasarkan dan BKPN tahun 2017 dalam buku laporan akuntabilitas kementerian pariwisata 2017 menunjukan jumlah realisasi investasi sektor pariwisata yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri atau (PMDN) 461, 45 sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) 1,326, 56 dengan dominasi investor dari Singapura, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Oleh karena itu pariwisata sejatinya tidak hanya dipandang dari aspek ekonomi, namun sesungguhnya ini adalah kepentingan politik yang terjadi pada sektor. Jika kita memilih data strategis memperlihatkan aktor-aktor yang berperan dalam ondustri, aktor pertama adalah korporasi dalam hal ini pemilik modal.
Berbagai fasilitas perhotelan, transportasi, sarana dan prasarana hingga infrastruktur sektor berasal dari pemilik modal, akibatnya korporasi peristiwa menjadi milik orang asing ini dapat mempengaruhi pemerintahan agar memihak pada kepentinganya.
Sektor pariwisata di Indonesia dianggap sangat potensi untuk menjadi kunci dan solusi dalam menghadapi dampak ekonomi akibat perang dagang memanas antara Amerika Serikat dan China. Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Amalia Adininggar Widya menjelaskan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, untuk menyelamatkan ekonomi negara adalah lewat sektor pariwisata. (monitorday.com, 29/06/2019)
Pariwisata dalam Bingkai Liberalisme, Rusak dan Merusak!
Di era kemajuan digital saat ini, untuk memajukan pariwisata begitu mudah untuk di jangkau. Terlebih negara ini memiliki begitu ragam budaya dan keindahan alam yang menakjubkan, sehingga pemerintah begitu gencar untuk membangun infrastruktur dan memajukan pariwisata sebagai investasi yang menguntungkan untuk kas devisa negara.
Pariwisata yang menjadi salah satu sektor unggulan agar terjadi arus modal dan investasi dari berbagai negara hingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi sebenarnya ini hanya kembali pada pemilik modal semata yang tidak mensejahterakan rakyat, juga mengokohkan penjajahan yang berfokus pada pembangunan aspek yang tidak strategis. Bahkan menyesatkan opini publik dengan menganggap pembangunan pariwisata bisa menghadapi kesulitan ekonomi akibat perang dagang China-AS.
Bagaimana mungkin? Sementara yang terjadi justru pengalih fungsian lahan dari masyarakat ke pemilik modal baik kapitalis lokal maupun kapitalis asing, juga penyebaran pemikiran masyarakat yang melemahkan akidah baik perubahan gaya hidup, bahasa, cara berpakaian, sikap toleran terhadap prilaku wisatawan maupun ide liberal lainnya.
Bukan mustahil hal ini sesuai dikte penjajah agar mereka leluasa mengeruk kekayaan strategis negeri ini dengan menggunakan cara yang elegan namun menyengsarakan bagi rakyat. Sungguh miris sistem kapitalisme saat ini yang menguntungkan sang pemilik modal meski dengan dalih pengembangan kas devisa negara namun destruktif pariwisata diabaikan.
Pariwisata dalam Bingkai Islam
Ketika kita melihat dan menikmati keindahan alam yang harus ditanamkan adalah kesadaran akan memohon kebesaran Allah, Zat yang menciptakan. Sedangkan ketika melihat sejarah dalam peradaban Islam yang harus ditanamkan adalah kehebatan Islam yang mana umatnya mampu menghasilkan produk peradaban yang sangat luar biasa.
Dengan begitu bagi wisatawan muslim yang datang melihat objek wisata menambah keyakinan mereka tentang ciptaan Allah, Islam dan peradabannya. Sementara bagi wisata non muslim baik kafir muahad maupun kafir musta’man, bisa digunakan sebagai sarana untuk menunjukan kepada mereka tentang keagungan dan kemuliaan Islam. Sehingga ini bisa menjadi sarana dakwah dan di’ayah atau propoganda karna manusia baik muslim maupun non muslim akan tunduk takjub ketika menyaksikan ciptaan Allah.
Meski bidang pariwisata tetap harus dipertahankan karena tujuan utamanya adalah sebagai sarana dakwah dan propaganda. Bukan sekedar demi mengangguk materi alias fulus. Sebab Negara Islam telah memiliki sumber perekonomian yang bersifat paten diatur dalam Alquran AsSunnah.
Di samping bahwa perkara memberikan jalan pada asing untuk menguasai negri muslim adalah sebuah keharaman.
Allah SWT tegas melarang untuk memberikan jalan bagi orang kafir menguasai umat Islam.
Firman Allah,
“….Allah tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nissa[4]: 141)
Alhasil, semoga semakin banyak yang menyadari, terutama tokoh masyarakat tentang pemahaman dunia wisata. Memilih yang mana membimbing arah yang baik dan benar dari hal berbaur maksiat terkait simbol-simbol kepariwisatan. Di antaranya dibolehkan atau tidaknya untuk tetap memakai busana muslim, terhindar dari perbuatan syirik yang akan melemahkan akidah dan dijauhkan dari hal yang bertentangan dengan Islam. Wallahu a’lam bishawab.