Oleh Euis Ummu Salman*
Akhir-akhir ini, di wilayah Laut Natuna terjadi insiden yang cukup membuat pemerintah Indonesia geram. Pada tanggal 19 dan 24 Desember 2019, kapal-kapal penangkap ikan asal China menyerbu laut Indonesia atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar wilayah perairan Natuna.
Pemerintah Indonesia, melayangkan protes keras melalui duta besar China atas insiden kapal-kapal penangkap ikan milik China yang bebas bereksplorasi di ZEE milik Indonesia. Akan tetapi, juru bicara menteri luar negeri China menegaskan bahwa kapal-kapalnya melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairannya. Bahkan, China bersitegas untuk tetap menguasai perairan Natuna meskipun tidak ada penerimaan atau pengakuan dari Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan selama puluhan tahun Laut Natuna milik Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketetapan United Nations Convention for The Law of The Sea (UNCLOS) atau konvensi Hukum Laut PBB pada 1982.
Kepulauan Riau ternyata menyimpan sebuah surga yang tidak ada duanya, yakni Kepulauan Natuna. Kepulauan ini memiliki pantai yang berpasir putih bersih, air lautnya biru jernih, dan keindahan bawah laut yang luar biasa.
Kepulauan Natuna juga berada di tengah Laut Cina Selatan dan paling utara di Selat Karimata.
Di sebelah utara, Kepulauan Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di sebelah selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di sebelah barat berbatasan dengan Singapura, Malaysia, dan Riau. Sedangkan, di sebelah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.
Natuna berada di jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Karena lokasinya yang seperti itu, Natuna pun sering diklaim kepemilikannya oleh Republik Rakyat Cina dan Malaysia. Padahal, Kepulauan Natuna masih merupakan kawasan Nusantara yang resmi didaftarkan Indonesia ke PBB pada 18 Mei 1956.
Tidak heran jika Natuna diperebutkan oleh negara lain, karena Natuna dikenal sebagai penghasil minyak dan gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 1.400.386.470 barel, sedangkan gas buminya mencapai 112.356.680.000 barel.
Sayangnya, penyelesaian masalah Natuna, pemerintah tidak satu suara dan bersifat abu-abu. Retno mengatakan pemerintah akan meningkatkan patroli di perairan Natuna. Namun Luhut meminta persoalan itu tak dibesar-besarkan. Sedangkan Prabowo mengajak agar masalah ini disikapi dengan dingin.
Namun perlu diingat sifat keabu-abu wajar dimiliki pemerintah saat ini.
Disinyalir ketergantungan Indonesia pada hutang luar negeri China menjadi salah satu penyebabnya. Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis Bank Indonesia (BI) per September 2019, hutang luar negeri Indonesia yang berasal dari China tercatat sebesar 17,75 miliar dollar AS atau setara Rp 274 triliun (kurs Rp 13.940).
Jadi, wajarlah masalah Natuna lambat untuk diselesaikan, karena ternyata ada penghambat. Semoga saja Indonesia lepas dari ketergantungan hutang terhadap China, supaya Natuna-pun tidak lepas dari kedaulatan Indonesia.
*Ibu Rumah Tangga & Pendiri Ibu Hebat