Oleh: Nabila Imani
(Pemerhati Remaja)
Baru-baru ini kita dibuat panas oleh aksi sepihak China yang melanggar batas kedaulatan wilayah NKRI. Hal ini terjadi akibat adanya pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan kapal Negeri China di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Sementara di pihak lain, China mengklaim memiliki hak konstitusional melakukan aktivitas ekonomi di wilayah perairan Natuna berdasarkan klaim sepihak karena fakta historis para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan Natuna. China menganggap perairan Natuna adalah "relevant water" yang menjadi dasar nelayan China menangkap ikan diwilayah tersebut.
China juga mendalilkan memiliki hak beraktivitas ekonomi termasuk menangkap ikan di laut Natuna karena perairan tersebut masuk batas wilayah China berdasarkan peta 'Nine dash-line'. China mengklaim wilayah Laut China Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki China tapi diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly yang disengketakan dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam, sebagai wilayah kedaulatan China.
Namun, dari beberapa sumber media yang ada setidaknya ada tiga pelanggaran yang terjadi yang dilakukan oleh China, yaitu:
Pertama, pelanggaran memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan oleh sejumlah kapal ikan China yang menangkap ikan di wilayah perairan laut ZEE milik Indonesia.
Kedua, pelanggaran kedaulatan melalui masuknya CHINA COAST GUARD nomor lambung 4301 (CCG 4301) ke wilayah perairan yang masuk ZEE Indonesia.
Ketiga, pelanggaran kejahatan yang disponsori oleh negara. Kapal ikan China melakukan illegal fishing bukan atas inisiatif pribadi, bukan dilakukan secara individual, tetapi dikoordinasi dan disupervisi secara resmi oleh Pemerintah atau negara China.
Lalu apa respon pemerintah?
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sangat meminta agar masalah ini tidak terlalu dibesar-besarkan dan meminta Indonesia lebih mengedepankan persahabatan mitra dagang dengan Cina. Tak hanya itu, Ia juga meminta Indonesia mengambil sikap introspeksi diri terhadap hal yang telah terjadi agar ke depannya penjagaan di wilayah tersebut lebih diperketat lagi.
Kehadiran CHINA COAST GUARD yang mengawal kapal-kapal nelayan China mencuri ikan di Indonesia adalah bukti kejahatan dan pelanggaran kedaulatan luar biasa. Ini adalah pelecehan nyata, bukan sekedar nelayan China yang mencuri ikan tetapi negara China ikut menjadi sponsor, mensupervisi dan memberi perlindungan pada kapal-kapal nelayan China untuk mencuri ikan diperairan ZEE wilayah Indonesia.
China tak pernah membantah telah memasuki wilayah ZEE Indonesia, China hanya berdalih pada argument "Relevant Waters" dan peta 'Nine dash-line' padahal dua argument ini tidak diakui UNCLOS. Sebagai negara yang ikut menyepakati UNCLOS China tak selayaknya menyerobot kedaulatan NKRI.
Artinya, China memang sengaja 'Cari Masalah' dengan bangsa Indonesia. Sayangnya, pejabat di negeri ini hanya merespons dengan ungkapan 'jangan dibesar-besarkan' bahkan ada yang menyebut China sebagai 'Negara Sahabat'.
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka sangat jelas dan terang benderang bahwa China telah melanggar kedaulatan NKRI. Sikap yang paling minim seharusnya selain protes Pemerintah RI juga bisa mengambil opsi memutus hubungan diplomatik sementara, sampai China meminta maaf secara terbuka dan mengakui batas wilayah kedaulatan Indonesia.
Namun rezim dibawah kendali Jokowi ini terlihat begitu dilema. Pemerintah tak bisa membusungkan dada dan berdiri tegap didepan China, jangankan menantang perang China memutus hubungan diplomatik pun tak mampu.
Benarkah sebegitu eratnya hubungan Indonesia dengan China hingga memilih jalan damai?
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia Fithrah Faisal mengatakan bahwa jika Indonesia tidak ingin memperburuk keadaan maka ia mengimbau agar Indonesia tidak melakukan aksi pembalasan terhadap klaim Cina. Hal ini dapat dilihat karena Cina masuk dalam tiga besar negara dengan realisasi investasi tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Koordinator dan Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi dari Cina di Indonesia selama triwulan ketiga 2019 mencapai 1,023 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14,322 triliun (kurs Rp 14.000). Jumlah proyek Cina di Indonesia pun mencapai 1.619 proyek. Jumlah tersebut membuat Cina berada di posisi ke dua setelah Singapura, negara dengan realisasi investasi terbanyak di Indonesia. Dan pencapaian tersebut masih jauh dari jumlah target investasi yang dijanjikan oleh Cina.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali bukti keterikatan Indonesia dengan Cina khususnya dalam hal investasi. Sikap Menko Kemaritiman dan sikap Menteri Pertahanan yang terkesan ‘cool’ sangatlah sejalan dengan apa yang menjadi tujuan rezim saat ini khususnya di periode ke dua Jokowi sebagai presiden, yakni meningkatkan investasi sebanyak-banyaknya di Indonesia. Yaitu dengan visi dan misi Indonesia maju yang bergantung kepada investasi. Dan Cina-lah satu-satunya yang mau menjanjikan harapan tersebut.
Yang menjadi titik berat ialah bagaimana negara menjamin semua hak dan urusan rakyat agar bisa terpenuhi. Jelas investasi akan benar-benar dijauhkan dari kehidupan karena memberi peluang mereka untuk senantiasa menjajah dan mengeksploitasi SDA negara, dan hal itu jelas akan merugikan dan membatasi hak rakyat.
Hal ini sangat bertentangan dengan aturan islam yang pernah diterapkan dalam sebuah negara.
Menjaga perbatasan menjadi prioritas tanggung jawab negara karena hal itu bagian dari menjaga pertahanan dan keamanan terhadap rakyat. Serta melihat dari segi bagaimana negara tersebut harus selalu ‘cocern’ dalam menjaga kewibawaannya di mata negara-negara lain, guna tidak ada negara-negara lain yang bisa semena-mena kepadanya.
Wujud pengaturan Islam yang ideal haruslah menjadi rujukan RI dalam mengatur urusan politik luar negerinya. Dilihat dari ’track record’ peradaban tersebut yang telah berhasil selama kurang lebih 1300 tahun, lantas masihkah kita ragu akan kegemilangan penerapan aturan islam memyeluruh itu?
Sudah saatnya kita kembali untuk diatur oleh aturan dari Sang Pencipta. Hanya dengan aturanNya sajalah yang akan menjaga negara dari segala bentuk intervensi dan kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok. Wallahua’lam.