Narkoba Menggurita, Ancam Generasi Muda


ilustrasi : google



Ummu Saif
(Komunitas Smart With Islam Kolaka)

Polda Sultra mengeluarkan laporan tahunan tentang penanganan kasus selama tahun 2019 di Sulawesi Tenggara. Kamis (2/1/2020). Deretan angka yang memprihatinkan disampaikan oleh aparat kepolisian. Salah satunya jumlah kasus narkoba sepanjang 2019 yang mencapai 231 kasus dengan 293 tersangka. Dari angka itu, tidak ada yang lebih memprihatin lagi, yakni penangkapan tersangka kasus narkoba, didominasi usia 21-29 tahun sebanyak 202 kasus.

 Jelas, kaum muda didaerah Sultra menjadi sasaran narkoba saat ini. Siapa yang sangka Zul ‘Zivilia’ anak lokal yang kita banggakan ternyata harus menjalani hukuman 18 tahun penjara karena narkoba? “selamat” dari tuntutan penjara seumur hidup oleh JPU.

Pesatnya kejahatan narkoba patut kita renungkan bersama. Kejadian ini juga kembali membuktikan bahwa negara lemah, telah kalah pada mafia pengedar narkoba dan tidak mampu menjadi pelindung rakyatnya. Hampir semua kalangan masyarakat positif menggunakan Narkoba. Mulai dari publik figure,bahkan lebih parahnya lagi adalah narkoba juga telah merasuki para penegak hukum di negeri ini. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.

Pemuda Amoral, Efek Sistem Liberal
Dalam sejarah peradaban bangsa, generasi pemuda adalah aset yang mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan maupun keburukan juga sangat bergantung oleh pemuda yang menjadi tokoh utama dalam peranannya dalam melakukan suatu perubahan. Kaum muda memiliki potensi yang bisa diharapkan. Mereka memiliki semangat yang sulit dipadamkan. 

Terlebih jika semangat bercampur dengan pengetahuan dan diimplementasikan melalui tindakan. Maka akan terciptalah suatu perubahan. Namun, kalau para pemuda ternyata amoral dan bergaya hidup liberal, apakah akan mampu mewujudkan perubahan? 
Fenomena meningkatnya kasus narkoba merupakan hal yang ‘lumrah’ di tengah kehidupan liberal yang menggaungkan ide kebebasan atas nama HAM. Saat ini, demokrasi yang diadopsi oleh Indonesia meniscayakan pandangan individualistik dan kebebasan sebagai pilar penegakknya, akibatnya muncul perilaku-perilaku menyimpang atas nama HAM, salah satunya penyalahgunaan narkoba.

Penyebab utama maraknya narkoba adalah penerapan falsafah sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dalam masyarakat saat ini. Ketika kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syari’ah Allah lagi, maka hal ini mengakibatkan banyak yang lalai akan tujuan hidup, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat. Akibatnya suburlah pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). 

Masyarakat diubah menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan. Prinsipnya bukan halal-haram atau pahala-dosa, tetapi “uang saya sendiri dan badan saya sendiri, terserah saya, kan tidak mengganggu anda”. Akhirnya, miras, narkoba, perzinaan, seks bebas sangat mudah ditemui di negeri ini. 

Tidak hanya itu, kurangnya kasih sayang dan perhatian orangtua terhadap anak karena orang tua sibuk mengejar karir sehingga pengawasan orang tua melemah.  Kondisi ini memicu para generasi muda tergiur untuk coba-coba dan ikut-ikutan menggunakan narkoba. Ditambah lagi banyak persoalan yang membelit jutaan keluarga, mulai dari mahalnya biaya hidup, sulitnya lapangan pekerjaan, persaingan di lingkungan kerja yang ketat, perselingkuhan, dan berbagai problem lainnya menyebabkan banyak orang stress. 

Walhasil, penyebab tingginya penyalahgunaan narkoba hingga level darurat ini bukan hanya karena faktor individu yang ingin coba-coba dan tawaran dari pengedarnya, tapi mencakup berbagai aspek berskala sistemik. 
Bahkan, faktor lingkungan masyarakat dan penerapan aturan dari negaralah yang menjadi faktor terbesar yang memperparah kasus ini. Semua itu tak lepas dari sistem liberal kapitalis yang diadopsi negeri ini. Sistem yang lahir dari sekulerisme yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum- ini telah membuat banyak orang jauh dari agama dan melanggar berbagai aturan, termasuk aturan agama.

Pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk menangani masalah narkoba ini. Bahkan, pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba demi melindungi remaja dan menyelamatkan bangsa. Namun, upaya pemerintah ini tidak diiringi dengan kebijakan yang komprehensif yang akan menutup semua pintu peredaran narkoba. Hal ini membuktikan bahwasanya pemerintah dengan sistem kapitalis yang diadopsinya telah gagal melindungi remaja dari kehancuran.

Islam Berantas Narkoba Sampai Tuntas
Menyitir perkataan KH. Shiddiq Al Jawi dalam tulisannya yang berjudul “Hukum Seputar narkoba dalam Fiqh Islam”, dalam khazanah fiqh kontemporer, narkoba disebut sebagai “al mukhaddirat”. 

Dikategorikan dalam fiqh kontemporer karena narkoba adalah masalah baru, yang belum ada masa imam-imam mazhab yang empat. Meskipun perkara baru, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keharamannya. 

Menurut beliau, narkoba diharamkan karena dua faktor,

Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, yakni hadits dari Ummu salamah RA bahwa Rasulullah SAW telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir). (HR Ahmad, Abu Dawud no 3686)

 Yang dimaksud mufattir (tranquilizer), adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342). 

Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. Dalam fiqh, dikenal kaidah “Al ashlu fi al madhaar at tahrim” (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram).
Berdasarkan keharaman ini, maka Islam akan mencegah dan memberantas narkoba, yakni dengan cara, 

Pertama: meningkatkan ketakwaan setiap individu masyarakat kepada Allah. Ketakwaan setiap individu masyarakat akan menjadi kontrol bagi masing-masing sehingga mereka akan tercegah untuk mengkonsumsi, mengedarkan apalagi membuat narkoba.

Kedua: menegakkan sistem hukum pidana Islam dan konsisten menerapkannya. Sistem pidana Islam, selain bernuansa ruhiah karena bersumber dari Allah SWT,juga mengandung hukuman yang berat. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim) (al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 189)

Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya; mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan qâdhi (hakim) karena termasuk dalam bab ta’zîr.
...ada nash yang mengharamkan narkoba, yakni hadits dari Ummu salamah RA bahwa Rasulullah SAW telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir). (HR Ahmad, Abu Dawud no 3686)

Ketiga, merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan. 

Mafia peradilan—sebagaimana marak terjadi dalam peradilan sekular saat ini—kemungkinan kecil terjadi dalam sistem pidana Islam. Ini karena tatkala menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum yang bertakwa sadar betul, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang atau berkhianat.

Islam merupakan ad-diin pembawa rahmat yang mampu menyolusi berbagai problematika kehidupan kita. Solusi paripurna yang dimiliki Islam akan bisa terwujud jika negara kita menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam 



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak