Oleh : Heni Andriani
Ibu Pemerhati Umat
Infrastruktur memiliki peranan dalam dalam pembangunan suatu bangsa. Sebab infrastruktur yang memadai dan baik akan memperlancar roda perekonomian rakyat.
Salah satu infrastruktur yang sangat penting adalah jalan raya, baik itu jalan tol maupun yang lainnya.
Indonesia saat ini terus menggenjot pembangunan infrastruktur baik darat, laut maupun udara. Bahkan untuk memuluskan proyek - proyek ini rela melakukan utang ke luar negeri. Negara yang memberikan pinjaman saat ini adalah Cina. Kerjasama kedua negara ini sudah berlangsung dan kerja sama ini mirip yang dilakukan dengan negara yang pernah melakukan kerjasama seperti negara Afrika. Cina mempersyaratkan agar investasi itu dibarengi dengan pengunaan jasa tenaga kerja mereka untuk melakukan proyek - proyek di negara yang bersangkutan. Termasuk dalam hal ini pembangunan jalan tol dan alat transportasinya.
Anehnya infrastruktur yang dibangun tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan rakyat. Banyak menuai masalah baik dari segi kualitas jalan maupun tarif tol yang tinggi. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah kondisi jalan Tol Jakarta - Cikampek yang mengalami kerusakan yang mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan.
Dilansir dari media online YLKI memberikan komentar terkait kualitas jalan tol yang digadang-gadang mampu mengatasi kemacetan justru malah sebaliknya.
Berdasarkan dari laman Bisnis.com, 22 /12 /2019 mengabarkan bahwa -Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai tol layang Jakarta Cikampek (Japek) gagal mengatasi kemacetan saat libur panjang akhir pekan.
Bahkan menurut Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi memprediksi bahwa Tol Layang tidak akan mampu mengatasi kemacetan akhir pekan.
Berdasarkan penuturan Ketua Harian YLKI menjadi bukti bahwa infrastruktur yang selama ini digadang-gadang menjadi program unggulan pemerintah justru menuai kontra dari masyarakat.
Jalan tol dibangun guna memenuhi dan menunjang pendistribusian berbagai kebutuhan di masyarakat.
Namun sayangnya infrastruktur kurang memiliki perhitungan yang matang terkesan abai terhadap kualitas . Dilansir dari Liputan 6.com, 12/12/2019, Presiden Joko Widodo meresmikan Tol Layang Jakarta Cikampek atau Japek Elevated. Tol ini membentang mulai Cikunir sampai Karawang Barat.
Setelah diresmikan pihak masyarakat banyak menjejakinya.
Berbagai keluhan yang dirasakan oleh para pengguna jalan disanggah dengan ungkapan bahwa kemacetan terjadi akibat euforia masyarakat semata. Karena keinginan masyarakat untuk menjajaki jalan tersebut.
Nyatanya pemerintah kurang memperhitungkan berbagai kemungkinan terjadi di saat volume kendaraan yang tinggi di masa liburan.
Bukan hanya masalah kemacetan ternyata tol yang baru diresmikan mengalami masalah akibat mutu pembangunan yang jelek. Seperti kontur jalan yang bergelombang, sambungan jalan yang tidak rata yang mengakibatkan adanya genangan air dikala hujan turun yang mengakibatkan kecelakaan.
Bahkan menurut laporan dari CNBC Indonesia terjadinya kecelakaan beruntun di Tol Jakarta - Cikampek (Japek) II Elevated pada Minggu (22/12/2019). Belum jelas kronologis di Km 27 Tol Layang (Japek). Hal ini justru membuat kaget masyarakat sebab Tol Layang ini masih baru.
Namun, Menhub enggan mengakui kekurangan hasil proyeknya.
Pemerintah hanya akan melakukan evaluasi, pengawasan terhadap laju dan volume kendaraan. Jumlah kendaraan yang melintas nantinya akan dibatasi.
Terjadinya kecelakaan beberapa waktu lalu tidak sampai memakan korban jiwa. Tetap saja menuntut pengemudi harus konsentrasi penuh. Sebab kondisi jalan yang bergelombang memungkinkan seseorang celaka dan membahayakan nyawa si pengguna jalan.
Pembangunan infrastruktur yang memakan banyak biaya ternyata tidak menjamin kualitas yang bagus. Nyatanya jalan tol setelah dioperasikan tidak gratis. Berbagai narasi tentang pajak yang mengatakan segala sesuatunya akan dikembalikan kepada rakyat berupa jalan hanyalah omong kosong belaka.
Di genjotnya pembangunan jalan tol di berbagai daerah justru menjadi beban bagi masyarakat. Sudahlah masyarakat harus membayar ditambah tarif tol yang tinggi belum ditambah persoalan jaminan keselamatan yang minimalis.
Dari sini menjadi bukti bahwa Indonesia sudah mengadopsi sistem ekonomi neoliberal yang makin menyengsarakan rakyat. Infrastruktur yang dibangun dengan biaya yang fantastis tidak mampu memecahkan polemik dalam pemenuhan hajat publik. Tetapi justru menambah penderitaan pada rakyat.
Saat ini pemerintah abai menjadi penanggung jawab layanan transportasi dan perhubungan bagi rakyat. Infrastruktur merupakan poin unggulan yang dikampanyekan para elit menjelang pemilu. Proyek infrastruktur yang seharusnya menjadi program prioritas pemerintah dalam penyediaan fasilitas umum justru menjadi barang dagangan saat kampanye.
Indonesia negara yang terkenal dengan kualitas aspalnya justru pembangunan infrastrukturnya tidak menjamin fasilitas terbaik bagi rakyatnya dalam sarana dan prasarana transportasi.
Kondisi ini disebabkan oleh peranan kekuatan asing yang mendikte Indonesia hingga tidak memiliki kekuatan secara independen. Berbagai sumber daya alam rela diberikan kepada pihak asing dalam hal pengelolaannya.
Islam Adalah Solusi
Islam mengatur tentang pembangunan infrastruktur negara. Infrastruktur milik negara disebut maràfiq, yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan meliputi sarana yang ada dipedesaan, provinsi, maupun yang ada di pusat pemerintahan. Contohnya: jalan-jalan umum, jembatan, sungai, danau, kanal.
Dari sisi pembiayaan dan tata kelola Islam pun mengaturnya, infrastruktur yang berkaitan dengan kepentingan publik harus dikelola dan dibiayai oleh negara dari dana milik umum, atau bisa juga dari dana milik negara.
Negara tidak boleh mengambil sedikit pun keuntungan dari pengelolaannya, jika ada pungutan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk lain. sungguh luar biasa
Mutu dan kualitas jalan yang dibangun tentunya sangat diperhatikan tidak asal-asalan. Kita bisa belajar dari sejarah pada masa kepemimpinan Umar Bin Khattab ra. Jangankan manusia, beliau tidak rela jika ada seekor keledai terperosok. Dikisahkan bahwa, “Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?.”
Umar bin al-Khaththab, menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana jalan. Tentunya dana tersebut bukan dari dana utang ribawi seperti halnya zaman sekarang. Begitu amanah, teliti dan jeli dalam mengelola berbagai kebutuhan sarana dan prasarananya demi kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, rakyat tidak perlu seperti sekarang ini dibebankan dengan utang negara yang kian melambung atau tarif jalan umum yang mahal.
Hanya kepemimpinan Islam yang mampu mensejahterakan rakyatnya maka oleh karena itu saatnya kita membuang sistem demokrasi kapitalis yang menyengsarakan rakyat.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.