Moderasi Tafsir Al-Quran, Upaya Terselubung Bungkam Kebangkitan Islam


Oleh: Ida Royanti
(Novelis, Pemerhati kebijakan publik, Founder Komunitas Aktif Menulis)






Saat ini, gerakan moderasi di dunia Islam semakin masif terjadi. Sebagai negara yang turut aktif dalam upaya memerangi radikalisme secara global, tentu saja Indonesia tidak ketinggalan untuk ambil bagian. Sampai saat ini, Islam Moderat diangggap sebagai salah satu solusi untuk menyatukan segala bentuk perbedaan di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan moderasi terhadap tafsir Alquran.


Guru Besar Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjelaskan, moderasi merupakan karakter dasar Islam, yakni berada di tegah-tengah. Menurut dia, Pancasila itu sejatinya juga bagian dari moderasi, sehingga sudah tepat Indonesia memilih Pancasila dalam konteks relasi antara agama dan negara.


“Jadi Indonesia ini bukan Negara Islam tapi juga bukan Negara sekuler. Cuma agama memberi peran, nilai di dalam tata kelola kenegaraan. Pancasila tidak harus dipertentangkan dengan Alquran dan hadits. Karena intinya itu sudah sejalan dengan prinsip dasar Alquran dan hadits,” jelas Prof. Mustaqim (Republika.co.id, 12/1/2020).


Sebagai salah satu pembicara pada Muktamar Tafsir Nasional 2020 yang diselenggarakan Program Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir Universitas Nurul Jadid (Unuja) Probolinggo tersebut, Prof Abdul Mustaqim mengatakan, untuk menghasilkan tafsir Alquran dan hadits yang mengedepankan moderasi diperlukan adanya sinergitas antar berbagai pihak.


”Menurut hemat saya perlu membangun sinergitas program atau kegiatan yang bisa mempertemukan para akademisi, termasuk tentunya dosen,  para mubaligh, dai, termasuk kalangan pesantren untuk merumuskan konsep dakwah yang mengacu pada nilai-nilai moderasi,” katanya.


Moderasi Islam, Strategi Barat Melemahkan Umat


Kata moderat atau jalan tengah mulai dikenal luas pada masa abad pencerahan di Eropa. Berawal dari konflik antara pihak gerejawan yang menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat dan kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof yang menginginkan penghapusan peran agama dalam kehidupan, lahirlah sikap kompromi yang dikenal dengan istilah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sikap kompromi inilah yang saat ini sedang gencar dipropagandakan di negeri-negeri kaum muslim dengan konsep Moderasi Islam.


Moderasi Islam sendiri dikenal sebagai upaya untuk menjadikan Islam yang pertengahan, yakni Islam yang toleran dan tidak kaku. Kebalikan dari Islam moderat adalah Islam radikal, Islam fundamental yakni ekstrimis Islam yang kaku yang cenderung tidak mau menerima perbedaan alias intoleran.


Pada dasarnya, kaum muslimin tidak mengenal istilah-istilah itu. Hanya saja, Lembaga Kajian strategis Amerika Serikat, Rand Corporation dalam “Building Moderat Muslim Networks” menjelaskan karakter Islam moderat, yakni mendukung demokrasi, pengakuan terhadap HAM ( termasuk kesetaraan Gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum yang nonsectarian dan menentang terorisme.


Dalam ukuran yang lebih detil, Robert Spencer- analis Islam terkemuka di AS- menyebut kriteria seseorang yang dianggap sebagai muslim moderat antara lain: menolak pemberlakuam hukum Islam pada non muslim, meninggalkan keinginan untuk menggantikan konstitusi dengan hukum islam, menolak supremasi Islam atas agama lain, menolak aturan bahwa seorang muslim yang beralih pada agama lain (murtad) harus dibunuh, mendorong kaum muslimin untuk menghilangkan larangan nikah beda agama dan lain-lain.


Jadi sangat jelas istilah Islam moderat ataupun moderasi Islam ini muncul dari Barat, bukan dari Islam. Moderasi Islam, tak lebih adalah upaya sekularisasi dalam rangka kompromi yang hakekatnya menjauhkan Syariat Islam yang sempurna dari kehidupan kaum muslimin.


Moderasi Islam Menghalangi Kebangkitan Islam


Ide moderasi Islam pada dasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam ke tengah-tengah umat. Ide ini menyerukan untuk membangun Islam inklusif yang bersifat terbuka dan toleran terhadap ajaran agama dan budaya lain. Salah satu upaya yang saat ini gencar dilakukan adalah melakukan penafsiran ulang terhadap sebagian ajaran Islam yang sebenarnya sudah qat' i, seperti: superioritas Islam atas agama dan ideologi lain (QS. Ali Imran [3]: 85); kewajiban berhukum dengan hukum syariah (QS. Al-Maidah [5]: 48); keharaman wanita muslimah menikah dengan orang kafir (QS. Al-Mumtahanah [60]: 10): dan kewajiban negara memerangi negara-negara kufur hingga mereka masuk Islam atau membayar jiyah (QS. At-Taubah [9]: 29) dan sebagainya. 


 Tujuannya adalah untuk meragukan dan menjauhkan umat dari pemahaman Islam. Dengan demikian, nilai-nilai dan praktek Islam khususnya yang berhubungan dengan politik Islam dan berbagai hukum Islam yang lain dapat dieliminasi dari kaum muslmin dan diganti dengan pemikiran dan budaya barat. Dengan demikian penjajahan atas kaum muslimin dapat tetap langgeng.


Dari sini tampak nyata bahaya Moderasi Islam yang pelan tapi pasti mengebiri Islam yang sejatinya merupakan Ideologi, bukan sekedar agama ruhiyah yang dihilangkan sisi politisnya sebagai solusi dalam seluruh aspek kehidupan.
Hal ini sama dengan menghalangi kebangkitan Islam di muka bumi. Musuh Islam sangat menyadari bahwa tegaknya kembali Khilafah di tengah kaum muslimin akan mengancam dominasi mereka.


Khilafahlah yang akan menerapkan Islam secara kafah, menyatukan umat Islam di seluruh dunia, melindungi dan membebaskan umat Islam yang tertindas dan menyebarluskan Islam ke seluruh penjuru dunia sehingga menjadi Rahmatan lil alamiin.


Oleh karena itu, tegaknya kembali khilafah harus dicegah dengan segala cara. Salah satunya dengan melakukan moderasi tafsir Alquran ini agar lebih sesuai visi dan misi demokrasi kapitalis yang jelas membawa pada kehancuran. Menjauhkan kaum muslimin dari pemikiran Islam yang benar sehingga jauh dari karakter sebagai khairu ummah atau sebaik-baik umat sebagaimana yang pernah disematkan di pundak mereka belasan abad.

Khatimah

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, diri sendiri dan sesamanya. Dengan demikian, Islam bukan hanya mengatur masalah akidah, ibadah dan akhlak, tetapi juga mengatur masalah ekonomi, pemerintahan, sosial, pendidikan, peradilan dan sanksi hukum serta politik luar negeri. Inilah yang dimaksud dengan Islam Kaafah, bebagaimana yang dinyatakan oleh Allah:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan jaganlah kamu turut langkah-langkah sayitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. al- Baqarah [02]: 208).


Karena itu, menolak sebagian hukum Allah dan menerima sebagian hukum yang lain adalah salah satu bentuk kemungkaran. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, sehingga Islam tidak lagi membutuhkan agama atau ajaran lain. Ini ditegaskan oleh Allah:

Pada hari ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu” (TQS. al- Maidah [05]: 03)

Siapa saja yang mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (TQS. Ali Imran [03]: 85).


Maka berbagai upaya untuk menjauhkan kaum muslimin dari Islam dengan cara moderasi terhadap tafsir Alquran ini harus kita tolak. Hanya kepada Allah kita berserah, dan hanya kepada Allah kita kembali. Wallahu alam bis-shawab.


Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak