Oleh: Ida Royanti
Founder Komunitas Aktif Menulis, Aktif di Forum Lingkar Pena Sidoarjo.
Rakyat kembali dipaksa menelan pil pahit akibat kebijakan pemerintah yang lebih condong terhadap kepentingan asing. Tak tanggung-tanggung, kali ini kebijakan itu menyangkut masalah nyawa.
Sebagaimana diketahui, saat ini sedang merebak wabah Virus Corona 2019-nCoV di Wuhan, China. Virus yang disebut mirip sindrom pernapasan akut berat (SARS) itu telah menjangkit 1.448 orang dan menyebar di 12 negara, termasuk Singapura, Malaysia, dan Australia.
Alih-alih melarang kedatangan warga China yang masuk ke Indonesia untuk mencegah masuknya virus tersebut, pemerintah justru melakukan penyambutan meriah tehadap para turis asal negara yang banyak berinvestasi di bidang infrastruktur tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. Melansir dari kompas.com (26/01/2020), penyambutan yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat ini dilakukan usai turis tersebut melewati pemeriksaan suhu tubuh.
Menurut Irwan, kedatangan para turis sudah dijadwalkan sebelum Virus Corona merebak. Kehadiran turis ini diharapkan meningkatkan kunjungan wisata asing ke Sumbar, ujar Irwan.
Terkait kekhawatiran virus Corona yang tengah mewabah, pihaknya menyampaikan bahwa semua rombongan sudah mendapatkan visa yang dikeluarkan Kementrian Luar Negeri. Jadi tidak boleh menolak orang datang kalau syaratnya lengkap. Selain itu juga sudah dilakukan antisipasi dengan melakukan pemeriksaan ketat, kata Irwan.
Senada dengan Gubernur Sumatera Barat, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto saat melakukan kunjungan kerja ke Rumah Sakit Kandou Manado mengungkapkan bahwa turis China yang melakukan perjalanan wisata ke daerah-daerah di Indonesia itu dalam kondisi sehat.
Pemerintah China ketika warganya akan melakukan perjalanan ke luar negeri sudah memastikan bahwa kondisi kesehatannya baik. Kita semua saling percaya. Jangan karena kegundahan hati, hanya karena prasangka waduh bagaimana nanti ekonomi kita ke depan, bagaimana hubungan negara kita?” ujar Terawan.
Sikap penguasa yang lebih mengedepankan urusan bisnis ini dinilai sejumlah kalangan telah mengabaikan keselamatan dan kepentingan rakyat, padahal yang menjadi taruhannya adalah nyawa. Harusnya pemerintah bersikap tegas, minimal melakukan travel warning bagi turis asing yang ingin masuk ke Indonesia, terutama turis dari China.
Seperti yang ditekankan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, travel warning ini menunjukkan adanya kepedulian pemerintah terhadap warganya. Meski ia mengamini hingga kini belum ada laporan WNI yang positif terinfeksi corona. Namun, bukan berarti pemerintah bisa mengabaikan kewaspadaan.
"Penyebaran virus corona sangat kuat. Tak hanya ditularkan oleh orang yang sudah terinfeksi saja, melainkan bisa ditularkan oleh orang yang sedang dalam masa inkubasi virus. Ini menunjukkan virus corona lebih kuat dibanding SARS yang tak bisa menyebar di masa inkubasi," paparnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini menilai, thermal scanner bukan menjadi jaminan Indonesia bisa terhindar dari virus corona lantaran alat tersebut hanya mendeteksi suhu tubuh. Padahal, korban yang terinfeksi dan dalam masa inkubasi virus, suhu tubuhnya masih normal alias bisa lolos dari thermal scanner.
"Seseorang yang merasa sehat bisa saja di dalam tubuhnya sedang terkena virus Corona. Karena itu, mengeluarkan travel warning dan mencegah sementara waktu kunjungan wisatawan China ke Indonesia adalah pilihan yang bijaksana," tutupnya.
Apa yang dilakukan oleh negara dalam menetapkan kebijakan saat ini memang tidak lepas dari buruknya sistem kapitalis sekuler yang ditopang oleh para korporasi. Sistem yang seharusnya mengakomodir semua kepentingan rakyat yang dipresentasikan melaui wakil-wakilnya dan dilaksanakan oleh penguasa yang mendapat mandat dari rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat ini ternyata mahir bertransformasi.
Yakni menjadi sistem korporatokrasi yang secara realitas menerapkan asas dari korporasi, oleh korporasi untuk korporasi. Jadi wajar, jika kebijakan-kebijakan yang berlaku saat ini mengacu pada kepentingan para korporasi tersebut, termasuk dalam menangani kasus virus Corona ini.
Pernyataan pejabat bahwa tidak ada pembatasan bagi keluar masuknya wisatawan China karena dinilai bisa merugikan ekonomi dan bisnis di Indonesa, menujukkan bahwa negara lebih memprioritaskan kepentingan para korporasi tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi patokan adalah untung rugi bisnis dibandingkan dengn perlindungan total terhadap rakyat.
Pemerintah khawatir jka warning travel diberlakukan, maka hubungan dengan pemerintahan China akan memburuk sehingga berpengaruh terhadap investasi. Padahal, dengan mengorbankan keselamatan rakyat seperti ini, sama saja secara tidak langsung pemerintah telah menjadikan rakyat sebagai tumbal untuk kepentingan bisnis.
Ini berbeda dengan sistem Islam saat menangani terjadinya wabah. Di dalam Islam, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi rakyat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memenuhinya secara cuma-cuma. Dalam hal ini, Kholifah sebagai pemimpin negara tidak boleh memperhitungkan untung rugi sama sekali ketika menerapkannya.
Karena sesungguhnya, Kholifah itu adalah perisai. Ia akan selalu melindungi orang-orang yang dipimpinnya itu dari segala macam gangguan, termasuk ganggunan kesehatan. Apalagi gangguan itu terbukti mengancam jiwa. Seperti sabda Rasulullah: “Sesungguhnya al-Imam (Kholifah) itu perisai, di mana (orang-orang) berlindung di belakangnya".(HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud).
Dalam hal ini, Kholifah sebagai pemegang keputusan akan melakukan tindakan baik yang bersifat pencegahan ataupun yang bersifat penanggulangan. Karena itu, Rasulullah selalu menganjurkan untuk menjaga kebersihan baik itu kebersihan badan, pakaian, tempat dan lingkungan.
Sebagaimana yang tertuang di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asyari, Rasulullah bersabda: “Kebersihan sebagian dari iman. (HR. Muslim).
Sedangkan tindakan penanggulangan, bisa dilakukan oleh Kholifah dengan cara isolasi dan sterilisasi lokasi yang terjangkit wabah. Tindakan ini dimaksudkan agar virus wabah tidak menyebar ke tempat lain. Apalagi jenis penyakit yang mewabah tersebut termasuk mematikan.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Adurahman bin Auf RA, Rasulullah saw. bersabda:" Bila kalian mendengar wabah tengah mendera suatu daerah, maka janganlah kamu memasukinya. Dan jika menyerang wilayah kalian, maka janganlah engkau melarikan diri.” (HR. Bukhari).
Ketika terjadi wabah penyakit di Suriah, Kholfah Umar bin-Khatab menulis surat kepada Abu Ubaidah bin al-Jarah agar mengisolasi lokasi. Umar memerintahkan agar tidak ada seorang pun yang meninggalkan lokasi itu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dan menekan kemungkinan terjadinya penyebaran wabah.
Bahkan Umar sendiri membatalkan rencananya untuk berkunjung ke tempat itu. Sampai-sampai Abu Ubaidah beranggaan bahwa keputusan itu merupakan tindakan lari dari takdir Allah. Saat itu, Umar memberian jawaban yang sangat cerdas. “Seandainya bukan engkau yang bertanya wahai Abu Ubaidah. Coba pikirkan, bila ada dua lembah yang satu tandus, yang lain subur. Jika engkau mengelola yang subur, apakah ini dianggap lari dari takdir Allah?
Demikianlah, bagi seorang Kholifah, keselamatan rakyat adalah yang utama dibandingkan urusan apapun. Meskipun urusan itu dianggap lebih menguntungkan dalam kaca mata bisnis. Bahkan tidak hanya itu. Karena masalah kesehatan ini merupakan kebutuhan yang asasi bagi rakyat yang harus dipenuhi oleh Kholifah secara cuma-cuma, maka Kholifah harus menyediakan layanan kesehatan yang memadai.
Tiap individu masyarakat harus betul-betul dipastikan mendapatkan layanan yang memadai tersebut. Kholifah harus betul-betul memperhatikan hal ini karena semua yang dilakukan terkait pelayanan terhadap urusan rakyat tadi pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Sebagaimana yang terdapat di dalam hadits, Rasulullah bersabda: "Seorang Imam (Pemimpin) itu adalah pengatur (urusan) rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu". (HR al-Bukhari dan Ahmad). Wallahu bi as-shshowab.
Tags
Opini