Oleh Silmi Kaffah ( Penulis Bela Umat Islam )
Persoalan Uyghur kembali mengemuka, beragam tanggapan mengisi ruang publik. Publik Indonesia kembali diramaikan dengan persoalan Uyghur, setelah beberapa waktu lalu sempat tenggelam. Kini kembali mencuat ke publik dengan suasana yang kental muatan politisnya. Tidak hanya publik Indonesia yang ramai soal Uyghur, namun juga dunia internasional, seorang pemain sepak bola muslim dari club Arsenal di Inggris, Mesut Ozil, mengecam negeri negeri muslim di dunia yang terkesan abai terhadap persoalan Uyghur. ( Mediaoposisi.com )
Melalui akun Twitternya ia mengungkapkan “Tetapi para muslim diam. Mereka tak mau bicara soal ini. Mereka telah mengabaikan mereka (Uighur). Tidak tahukah mereka, menyetujui penyiksaan sama dengan penyiksaan itu sendiri? Imam Ali berkata, ‘Jika kamu tak dapat mencegah penyiksaan, kabarkanlah!,”. (Makassar.terkini.id 15/12/2019 )
Tindakan keras Pemerintah China terhadap etnis minoritas Muslim Uyghur telah mendapat kecaman internasional. Namun beberapa suara yang sebenarnya signifikan, yakni dari negara-negara Muslim malah nyaris tak terdengar. PBB memperkirakan sekitar 1 juta warga dari etnis Uyghur, Kazakh dan minoritas lainnya diduga telah ditahan di Xinjiang barat laut China sejak 2017 sampai saat ini. Para pengamat mengatakan pemerintah negara-negara Muslim memang tidak dimasukkan ke dalam satu kategori, namun, ada sejumlah kesamaan utama di balik kebisuan mereka, yakni pertimbangan politik, ekonomi dan kebijakan luar negeri.
Padahal persoalan Uyghur ini sudah menjadi persoalan kemanusian. Pemerintah komunis China diduga kuat telah melakukan pelanggaran HAM, bocornya informasi ke publik internasional telah menimbulkan kecaman dunia Internasional, namun sayang Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia, tidak mampu bertindak atau paling tidak membantu saudara muslim Uyghur yang terdzalimi
Sebab penelitian terbaru saat ini mengungkapkan ada 28 fasilitas penahanan yang digunakan dan telah diperluas lebih dari 2 juta meter persegi sejak awal tahun lalu. Kamp konsentrasi di China, Foto satelit menunjukkan bagaimana pembangunan kamp dibuat. (ABC News/Google Earth/Digital Globe) serta diperkirakan lebih dari 1 juta Muslim ditangkap dan dipaksa untuk menanggalkan bahasa dan keyakinan mereka. Perlakuan yang diterima oleh muslim Uyghur disebut-sebut sebagai respon atas rangkaian serangan mematikan di wilayah Xinjiang.
Akar Masalah
Karena pemerintah Indonesia tetap diam , abai dan terkesan tidak peduli terhadap persoalan perlakuan yang diterima oleh muslim Uyghur di xinjiang. Disinilah politik ekonomi dimainkan, maka program Belt One Road Initiative (BRI) tidak hanya sebatas kerja sama ekonomi, melainkan ada motif lain dibalik mega proyek tersebut yakni motif politik. Maka publik tidak perlu heran jika pemerintah Indonesia diam terhadap persoalan Uyghur
Sampai minggu lalu ketika masalah ini diangkat di parlemen. Hal ini bukan isu bombastis, melainkan sebuah riset Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang menyatakan sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo bungkam atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Oleh karenanya tidak perlu heran, karena ketidak beranian pemerintahan Joko Widodo menyikapi persoalan Uyghur semakin mengkonfirmasi bahwa Indonesia sangat bergantung pada China. Bukannya membantu justru penguasa negeri ini dan mereka yang pro rezim memiliki sikap dan cara pandang yang berbeda, mereka yang teriak teriak pancasila tidak terdengar suaranya sama sekali, sebaliknya menuduh korban kekejaman itu sebagai kaum separatis, radikal dan teroris.
Ini sungguh sangat disayangkan, apalagi tudingan yang tak berdasar itu keluar dari lisan seorang tokoh, aktivis dan ulama apalagi sebuah institusi negara yang mayoritas muslim. Sungguh ironis. Sikap dan cara pandang demikian semakin mengokohkan penjajahan barat dan propaganda jahat terhadap ummat islam dan ajarannya.
Solusi Dalam Islam
Hanya Islamlah solusi tuntas atas permasalahan dan kekejaman yang terjadi saat ini terutama kekejaman yang menimpa umat Islam di negeri-negeri muslim. Hal ini, ketika kita melihat sejarah kaum muslimin tatkala memiliki sebuah institusi islam dibawah naungan khilafah. Khilafah mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. khilafah yang terbukti secara historis, empiris dan teoritis memberikan keadilan, kesejahteraan dan perlindungan bagi manusia, sekalipun itu berbeda agama. islam mampu menjawab berbagai perbedan terbukti, ummat non muslim yang hidup dalam daulah khilafah dijamin kehidupan dan kebebasan beragamanya, bahkan Islam mencatat dalam tinta emas sejarah peradaban manusia.
Ada khalifah Al-Mu’tashim Billah yang mampu menyelamatkan dan memberikan perlindungan kepada seorang muslimah yang ditawan oleh bala tentara Romawi, sehingga wanita muslimah itu pun dibebaskan. Ada sultan Al-hajib Al-Manshur dari Andalusia, Sultan Abdul Majid I dan masih banyak khalifah-khalifah terdahulu mampu mewujudkan perlindungan, keadilan dan keserjahteraan bagi ummat manusia.
Itu adalah bukti bahwa Islam sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, akan membawa rahmat bagi seluruh alam, tatkala islam diterapkan secara totalitas, dan mustahil misi penyelamatan atau pembebasan itu sebagaimana yang dilakukan oleh para khalifah terdahulu akan terwujud dalam peradaban dan sistem ini, kecuali dalam sistem Islam. "Wallahu A’lam Bisshowab"
Tags
Opini