Semakin amburadul saja nilai-nilai akidah kaum muslim dinegeri tercinta ini, ada virus apa gerangan yang merasuki pemikiran-pemikiran kaum intelelektual yang beridentitas sebagai pemuka agama. Miris mendengarnya ketika paparan yang dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa meniru sistem pemerintahan Nabi Muhammad Saw haram hukumnya. Ia menegaskan hal itu pada Diskusi Panel Harapan Baru Dunia Islam: Meneguhkan Hubungan Indonesia-Malaysia di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (25/1). Menurut Mahfud, pemerintahan Nabi Muhammad menggunakan sistem legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Semua peran itu berada dalam diri Nabi Muhammad Saw sendiri. Nabi berhak dan boleh memerankan ketiga-tiganya karena dibimbing langsung oleh Allah Swt
Menteri Pertahanan pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu mempertanyakan, setelah Nabi Muhammad Saw sendiri, adakah umat Islam yang bisa memerankan ketiga-tiganya seperti Nabi Muhammad? Menurut dia, umat Islam tidak mungkin lagi ada yang menyamainya. Oleh karena itulah, menurut dia, dilarang mendirikan negara seperti yang didirikan Nabi Muhammad.
Sesungguhnya Allah SWT menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alaamiin yang menjadi agama penutup dan penyempurna agama-agama sebelumnya dengan menurunkan Al Qur'an kemuka bumi ini untuk disyiarkan kepada penduduk bumi untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pandangan hidup manusia dan mengatur seluruh tatanan dalam kehidupan, untuk kesejahteraan hidup manusia. Sebagai utusanNya adalah dengan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul yang terakhir. Sebab, Allah yang Maha Mengetahui menciptakan manusia apa yang baik bagi diri manusia. Dalam hal ini, Allah berfirman, ''Katakanlah, berjalanlah di muka bumi lalu lihatlah bagaimana penciptaan (alam) ini berawal.'' (Al Ankabut: 20). Syariah Allah yang berhubungan dengan sanksi hukum terhadap kejahatan dan yang berhubungan dengan muamalat diturunkan bukan saja untuk kaum Muslim, melainkan juga untuk non-Muslim, meskipun tidak dibenarkan memaksa mereka menerima Islam sebagai agama dan akidah. Mereka diharuskan menerima Islam sebagai aturan kehidupan sipil. Sebab, bagi non-Muslim, Yahudi dan Nasrani, mereka tidak mempunyai ajaran agama tentang sanksi hukum Ilahiyah serta aturan muamalat. Di sana, tidak didapatkan aturan tentang urusan duniawi. Akan tetapi, undang-undang Islam, meskipun memberikan kebebasan bagi non-Muslim, terdapat ikatan-ikatan dan aturan yang harus dipatuhi. Misalnya, hal-hal yang berhubungan dengan sanksi hudud dan qishash yang dipandang sebagai aturan umum dan tidak membedakan antara Muslim dan non-Muslim serta antara wilayah satu dan yang lainnya. Islam diturunkan di jazirah Arab bukan berarti ajaran Islam sama dengan kebudayaan Arab. Kita harus bisa membedakan mana yang disebut kebudayaan dan mana yang disebut dengan aturan agama.
Sistem politik Islam memang berbeda dengan sistem-sistem politik lainnya. Satu hal yang paling penting dalam sistem politik Islam adalah bahwa kedaulatan itu tidak di tangan rakyat ataupun kepala negara (khalifah), tetapi di tangan Syara (aturan dan hukum Islam). Sementara itu, kekuasaan khalifah adalah untuk melaksanakan dan menerapkan hukum syariat Islam. Sistem pemerintahan Islam dimulai sejak zaman Rasulullah SAW. Semua pemikir Muslim sepakat bahwa Madinah merupakan contoh negara Islam pertama. Tugas Rasulullah SAW adalah memimpin masyarakat Islam sebagai utusan Allah SWT dan kepala negara Islam Madinah.
Setelah Rasulullah SAW wafat, maka yang melanjutkan kepemimpinan umat Islam adalah Khulafaur Rasyidin, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Setelah Khulafaur Rasyidin kemudian diteruskan kembali dengan Khalifah-khalifah berikutnya mulai dari masa kekhilafan Bani Ummayah, Bani Abbasiyah dan Bani Utsmaniyah. Ketika khilafahan tegak pada saat itu, masyarakat penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan.
Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rosul terakhir, tidak ada yang bisa menyamai Beliau sebagai Nabi dan
Tags
Opini