Oleh: Nuraizah Azura
Kebanyakan orang menyangka bahwa terdapat banyak sebab yang dapat menimbulkan kematian. Terserang penyakit berbahaya (misalnya kanker, jantung atau AIDS), kecelakaan lalu lintas, tertimpa bencana alam, akibat malpraktek seorang dokter yang bekerja secara sembrono, terbunuh perampok brutal dan sebagainya, adalah beberapa diantara yang dinilai dapat mengakibatkan kematian. Anggapan semacam ini tidak tepat. Mengapa? Sebab, bila benar itu semua adalah sebab-sebab yang menimbulkan kematian, mestinya tiap orang yang mengalami kejadian-kejadian tersebut di atas pasti akan mati. Tapi kenyataannya tidak selalu demikian. Karena tidak tiap orang yang menderita penyakit berbahaya, bahkan saat dokter yang merawatnya sudah angkat tangan sekali pun, atau mengalami kecelakaan lalu-lintas hebat, tertimpa gedung runtuh, ditikam perampok atau salah makan obat, pasti lantas mati. Malah ada orang yang tadinya mengalami keadaan seperti itu akhirnya ia sehat wal afiat. Sementara orang yang sebelumnya sehat, tiba-tiba meninggal.
Bila demikian, lantas apa yang sesungguhnya menjadi penyebab kematian? Mencari tahu penyebab kematian tidak mudah, karena ia termasuk perkara ghaib. Kita tidak akan dapat mengetahui hakekatnya kecuali Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, memberitahukan kepada kita. Dan Allah telah mengabarkan semua itu dalam al-Qur'an dan al-Hadits
"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izi Allah sebagai ketetapan yang tertentu waktunya" (Ali Imran 145)
"... Tuhanku ialah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan" (Al Baqarah 258)
"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada didalam benteng yang kokoh"(al-Nisaa' 78)
"Maka jika telah datang ajalnya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat memajukannya" (al-A'raf 34)
Semua ayat di atas menunjukkan secara jelas dan pasti (qath'iy) bahwa Allah lah dzat yang menghidupkan dan mematikan tiap makhluknya. Maka sesungguhnya sebab kematian adalah datangnya ajal. Adapun penyakit yang diderita, kecelakaan, bencana alam atau apapun, hanyalah keadaan (al-hal) saat mana ajal, yang menyebabkan kematian, datang. Bukan penyebab kematian.
Bila Allah telah menetapkan seseorang mati, maka matilah dia tanpa dapat menghindar, tanpa pula dapat ditunda-tunda atau bahkan dimajukan. Ia akan mati dalam keadaan apapun, siap atau tidak siap, suka atau tidak suka. Sebaliknya, seingin atau diinginkan seperti apa pun seseorang untuk mati, dalam keadaan yang galibnya bisa menimbulkan kematian sekalipun ia, bila belum tiba ajalnya, maka ia tetap tidak akan mati.
Sikap Yang Tepat
Bila telah dipahami hakekat dari kematian, yakni datangnya ajal, lantas sikap apa yang harus dimiliki oleh seorang muslim? Sikap yang harus diambil adalah: Memilih keadaan (al-hal) yang paling baik bagi datangnya ajal, dengan cara berusaha keras agar iman selalu tetap di dada dan senantiasa menjalankan taat kepada Allah, serta menghindari maksiyat.
• Menjaga iman. Tentang wajibnya menjaga iman hingga akhir hayat, dijelaskan dalam surah Ali Imran ayat 102
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam"
• Senantiasa dalam taat.
Cara menghadapi kematian yang terbaik adalah dengan senantiasa dalam keadaan taat kepada semua aturan Islam. Sehingga ketika ajal datang, kita dalam keadaan yang terbaik. Keyakinan bahwa kematian di tangan Allah, juga mendorong seorang muslim untuk tidak gentar menjalankan dan memperjuangkan Islam. Bahkan kematian yang terbaik adalah syahid di medan jihad. Dan orang-orang yang senantiasa ingat mati serta mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya menyongsong kematian, disebut Rasulullah sebagai orang yang cerdas.
“Secerdik-cerdik manusia adalah yang terbanyak ingatannya kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat"(HR. Ibnu Majah)
Maka, tidak ada jalan lain, kita harus memanfaatkan hidup kita, umur kita, masa muda kita, sehat kita dengan sebaik-baiknya, sebelumnya semua lenyap dan berakhir.
"Pergunakan lima sebelum datang lima yang lain: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu sebelum tiba miskinmu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu dan hidupmu sebelum tiba kematianmu" (HR. Bayhaqi).
Ketika mati, tidak ada lagi kesempatan. Kesempatan hanya diberikan sekali. Setelah itu tidak ada lagi. Sesal kemudian sungguh-sungguh tidak berguna.
"Bila seseorang mati maka terputuslah pahala amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo'akannya" (al-Hadits)
• Menjauhkan diri dari keadaan (al-hal) yang membahayakan diri.
Akal sehat kita tentu akan mendorong untuk menghindarkan diri dari keadaan (penyakit, bencana alam, berkendara secara ugal-ugalan, membela diri saat diserang dan sebagainya) yang membahayakan jiwa. Secara sengaja menuju keadaan yang membahayakan keselamatan jiwa sama saja bunuh diri. Dan bunuh diri dilarang keras oleh Islam.
• Menjauhi maksiyat
Orang yang memahami hakekat kematian, sangat takut melakukan maksiyat. Khawatir, karena kematian akan datang setiap saat tanpa diduga, ia mati dalam keadaan melakukan maksiyat. Ini su'ul khatimah namanya. Sedang kita sangat ingin menjadi manusia yang khusnul khatimah. Untuk itu, caranya tidak lain adalah dengan tetap dalam keadaan muslim dan senantiasa taat menjalankan aturan-aturan Islam. Insya Allah.