Oleh : Desi Dian Sari
Reynhard Sinaga berhasil mencuri perhatian seluruh masyarakat indonesia setelah dirinya muncul di berbagai pemberitaan media inggris. Kali ini bukan prestasi yang membuat dia dikenal tapi julukan “Predator seksual setan” yang diberikan oleh pengadilan inggris kepada pria asal indonesia tersebut.
Pria berusia 36 tahun itu dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris.
Atas kejahatanya, Reynhard divonis bersalah dalam 159 dakwaan perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria selama rentang waktu dua setengah tahun dari 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017. Namun, menurut polisi, total korban bisa mencapai 190 orang kasusnya telah disidangkan melalui empat persidangan terpisah mulai Juni 2018 sampai Desember 2019. Dalam kasusnya, Jaksa menyebut Reynhard sebagai pemerkosa berantai dengan korban terbanyak dalam sejarah Inggris. Polisi juga menambahkan bukti video perkosaan yang direkam oleh Reynhard sendiri begitu banyaknya seperti layaknya "menyaksikan 1.500 film di DVD. (BBCindonesia 06-01-2020)
Reynhard Sinaga disebutkan melakukan tindak perkosaan ini di apartemennya di pusat kota Manchester. Modus operansi yang dilakukan Reynhard, menurut Kepolisian Manchester Raya adalah mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk atau tersesat di seputar tempat tinggalnya di kawasan ramai di Manchester, Inggris.
Reynhard kemudian memasukkan obat yang dicurigai adalah GHB -(gamma hydroxybutyrate) obat bius yang menyerang sistem syaraf- dan kemudian memasang kamera melalui dua telepon selulernya untuk merekam aksinya.
Fenomena Gunung Es
Reynhard Sinaga adalah bukti nyata perilaku yang berusaha dianggap normal oleh para pendukung gerakan L9BT nyatanya begitu merusak. Dengan memaksakan nilai moral dalam kacamata mereka kepada kita semua, pendukung gerakan L9BT mencoba membenarkan orientasi seksual yang melenceng tersebut.
Perlu dipahami kejahatan seksual menyasar siapa saja. Baik perempuan ataupun laki-laki. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) juga akan sama dirasakan baik oleh perempuan dan laki-laki. Masihkah kita menutup mata dan mengunci hati ketika melihat ratusan korban dari perilaku bejat ini yang saat ini mengalami trauma berat, depresi, frustasi dan bahkan ada yang berpikir untuk bunuh diri. Dikutip oleh wartawan BBC News Indonesia menyebut para korban mengalami trauma mendalam, dan sebagian "mencoba bunuh diri" akibat tindakan "predator setan" Reynhard.
Sistem demokrasi membuahkan kerusakkan karena standar yang tidak jelas (standar kebebasan individu) bahkan kebebasan media, lingkungan, pergaulan, dan ekspresi. Sistem ini mendukung terjadinya penyebaran nilai yang kufur atas nama HAM. Lihat saja media di inggris tak satupun menyebut orientasi seksual ataupun stigma yang melekat pada pelaku sebab memang perbuatan suka sesama jenis ataupun hubungan seksual Pria suka pria (PSP) legal disana.
Bahkan hal ini pula yang menjadi alibi dari pelaku Reynhard Sinaga bahwa apa yang dilakukannya atas dasar suka sama suka. Kasus seperti ini pun tidak mudah tercium sebab para korban acap kali sulit diidentifikasi karena stigma dan perasaan malu menjadi korban perkosaan pria.
Polisi Inggris bekerja sama dengan unit rumah sakit yang khusus menangani serangan seksual di Manchester, Saint Mary's Sexual Assault Referral Centre, karena sebagian korban tidak menyadari diperkosa sampai dikontak dan diberitahu oleh polisi.
Islam Solusi Perubahan
Munculnya kasus seperti ini bagai pisau bermata dua dalam negeri yang menganut paham sekulerisme. Sebab yang menjadi patokan adalah standar manfaat dengan hasil pembuat hukum adalah manusia. Demokrasi memberi ruang kepada pendukung LGBT untuk terus suarakan hak mereka walaupun hak yang mereka suarakan bertabrakan dengan norma dan agama. Hukum Islam dan agama dalam demokrasi hanya sebagai pelengkap dan bukan sumber hukum utama
Hal ini berbeda dengan sistem islam, islam akan melakukan tindakan preventif dan kuratif. Preventif (pencegahan) : Islam mewajibkan negara untuk terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan rakyat sebagai benteng yang menghalangi muslim terjerumus pada perilaku LGBT, menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. “Nabi saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki”. (HR al-Bukhari).
Kuratif (menyembuhkan), menghilangkan homoseksual dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan hukuman mati bagi pelaku sodomi baik subyek maupun obyeknya. “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi)
Hanya islamlah yang memfasilitasi individu hidup aman bermasyarakat dan mencegah serta membendung kerusakan umat dari ide yang bertolak belakang dari fitrah manusia yang terbukti terusakannya.