Oleh : Lilik Yani
Sahabat, ada lagi cerita lucu. Temanku penulis, lumayan rajin posting medsos. Baik di FB maupun IG. Tulisan-tulisannya cukup menarik, dan dia punya kelebihan buat pict keren. Jadi sering posting di IG.
Ia sangat senang saat melihat postingannya banyak yang like, atau coment. Tapi suatu ketika dia murung, tak mau menulis lagi. Saya tanya, kenapa kok tidak muncul lagi karyanya? Tahu tidak, apa jawabannya, Sahabat?
Karena tidak banyak yang kasih jempol like. Apalagi yang mau komentar, tambah tidak ada.
Ehm, hanya karena hal itu dia bisa mutung (putus asa) tidak mau menulis lagi? Katanya lagi, "Untuk apa menulis kalau tidak ada yang respon?"
Sahabat, kira-kira ada tidak yang memiliki masalah sama dengan temanku tadi? Adakah yang sudah berhasil mengatasi masalahnya? Mau dong berbagi di sini, biar temanku dapat masukan untuk bangkit lagi, semangat menulis lagi. Karena sayang khan, jika pintar menulis tapi tidak mau menulis hanya karena merasa tidak diakui. Hehe
******
Sahabat, sementara ada beberapa pandangan yang saya sampaikan.
Kembali ke niat awal menulis itu apa? Ingin dakwah menolong Allah dengan menyampaikan indahnya syariat Islam, atau ingin terkenal, butuh pengakuan, eksistensi diri?
Jika sejak awal niat menulis untuk siar Islam, agar seluruh umat di penjuru dunia paham. Maka tidak menjadi prioritas pemikiran, apakah pembaca memberikan jempol like atau tidak.
Bisa saja, mereka adalah silent reader, yang malu menampakkan diri, sehingga tidak meninggalkan jejak digital. Hehe. Banyak lho orang model seperti itu. Terbukti, teman-teman saya di dunia nyata, saat ketemu cas cis cus membahas tulisan saya dan membicarakan di depan orang banyak, bahwa saya bulan ini menulis tema ini, dll. Di dunia kerja juga, mereka tahu tapi banyak yang tak mau meninggalkan jejak.
Bahkan pernah saat acara besar, banyak orang berkumpul, ada teman-teman pengajian yang mengatakan, suka mengikuti tulisanku terbaru "Spiritual Journey" karena merasa dibawa ke tempat yang kuceritakan dan ikut merasakan suasana yang saya kisahkan. Rasanya bahagia, dapat pengakuan teman-teman. Tapi setelah saya cek, tak ada bekas nama mereka di postingan.
Bagiku, tak masalah. Orang memberi like atau tidak. Memberi komentar atau tidak. Tapi jika diberikan, masyaAllah senangnya. Like dan komentar, bukan jaminan orang beneran membaca dan memahami. Karena faktor pertemanan lebih dominan. Karena teman dekat, saudara, guru, dosen, ustadz, maka tak enaklah jika tidak memberi reapon. Tapi adapula yang betul-betul respon dari hati karena memahami benar apa yang disampaikan penulis. Terutama untuk menulis komentar, harus membaca tulisan duluan.
Jika jempol like, bisa diberikan dengan mudah. Dibaca atau tidak, hanya melihat judul, pict bagus, bisa langsung klik like. Atau jika mau memberi komentar dengan mudah, dengan cara memberi stiker, tinggal tempel. Hehe.
Sekarang saya mau tanya, sahabat kalau tulisannya dapat like banyak, komentar banyak, bagaimana rasanya? Seneng juga ya. Berarti sama dengan saya dan teman saya tadi. Kalau gitu, untuk menghargai jerih payahnya penulis dalam merangkai kata, mengetik, membuat pict, memposting, kalau tidak keberatan, minimal tolong berikan jempol like ya?
Jika ada kesempatan membaca, bolehlah menambah peninggalan jejak dengan komentar yang tulus. Atau jika repot tak bisa menulis, tempelkan stiker yang bagus. Dengan begitu, maka penulis merasa diakui keberadaannya. Itu dari sisi pembaca.
Kalau dari sisi penulis sendiri, coba evaluasi kira-kira apa penyebabnya orang tidak mau merespon? Coba dievaluasi, mungkin karena tulisan kurang menarik, tanpa pict atau pict jelek, atau mungkin karena banyak materi tema senada, jadi pembaca sudah terwakili dari tulisan lain.
Kalau ada yang kurang menarik, coba upgrade diri untuk memperbaiki kwalitas tulisan, pict, dan pilihlah tema menarik.
Jika upaya sudah dilakukan maksimal, respon pembaca tidak memuaskan. Maka tetaplah menulis jika niatnya dakwah, menyampaikan syariat Islam kepada umat. Luruskan niat menulisnya karena Allah. Jika tidak lillah maka akan sia-sia, tidak mendapat pahala walau tulisannya indah.
*******
Sahabat, jika niat sudah lillah. Usai menulis, lepaskan saja tulisan. Dapat respon atau tidak. Karena jika fokus pemikiran hanya pada like dan coment, saat tidak mendapatkan maka akan putus asa seperti teman saya di awal cerita.
Jika sudah lillah, biarkan tulisan menemukan jodohnya sendiri. Direspon dengan bukti adanya jejak, kita bersyukur. Jika tidak ada jejak ya ikhlas saja. Tetap husnudzon, mungkin ada pembaca model silent reader. Mereka membaca tulisan kita, tapi tidak mau kelihatan jejaknya. Bisa
karena malu, malas, tidak ada waktu, atau carilah alasan yang membuat hati kita bisa menerima dengan ikhlas, walau tak ada jejak digital yang membekas.
Sahabat, jangan menyerah hanya karena minimalis respon ya.
Yuk, kuatkan niat. Menulis ikhlas karena Allah. Usai menulis, jika sudah fix maka kirimkan, posting saja. Lalu menulis lagi tema lainnya yang diperlukan umat. Jangan sibuk memikirkan tulisan sebelumnya.
Jika ada waktu luang, bolehlah sambil cek tulisan. Alhamdulillah, ternyata ada yang tayang di media lain, ada coment yang bisa direspon balik. Ada juga tulisan kita yang dibagikan. Alhamdulillah, berarti ada yang membantu menyebarkan. Itu artinya ada tambahan percepatan. Karena saya pernah memantau, yang merepon tulisan saya yang dibagikan orang lain, lebih banyak dibanding punya saya sendiri. Bukankah itu suatu percepatan dakwah? Allahu Akbar.
Untuk itulah, saya mohon ke teman saya tadi dan para sahabat di sini agar fokus pada niat awal untuk dakwah. Selanjutnya biarlah Allah yang membukakan jalan bagi hambanya yang berdoa mohon bimbingan untuk dibukakan jalan. Siapa tahu terbukanya hidayah itu melalui tulisan kita?
So, tak ada alasan untuk tidak menulis. Tanpa risau dengan ada tidaknya respon. Agar dakwah terus berjalan, dan syariat Islam segera dipahami umat. Setuju?