Liberalisasi Pariwisata, Menjadikan Budaya Syirik Sebagai Daya Tarik



Oleh : Mujianah, S.Sos.I

Sektor pariwisata adalah sumber pemasukan yang dianggap potensial menjadi solusi dalam menghadapi dampak ekonomi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Sebagaimana pernyataan Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan, Amalia Adininggar Widya, yang mengatakan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, sektor pariwisata dapat menjadi kunci dan solusi bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Monitorday, 29/6/2019

Maka tak heran jika kemudian pariwisata dilirik sebagai sumber pemasukan yang diandalkan. Terutama bagi daerah yang memiliki pemandangan alam eksotik. Seperti Bali dan Lombok dengan pantainya. Sulawesi Utara dan Papua Barat yang terkenal keindahan taman laut Bunaken dan Raja Ampatnya. Serta Gunung Bromo dan Rinjani yang selalu diminati para pendaki.

Tak cukup dengan keindahan alamnya yang asli, keinginan menjadikan pariwisata sebagai sumber pendapatan, juga menyasar budaya masyarakat setempat. Terutama budaya suku pedalaman yang biasanya berupa tradisi turun temurun. Keunikan budaya tersebut diharapkan mampu menarik para wisatawan untuk datang. Sehingga bisa mendongkrak pendapatan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah setempat.

Ada banyak ritual yang jadi incaran sektor pariwisata. Diantaranya, ritual tahunan masyarakat di lereng Gunung Slamet, yang dikenal dengan Festival Gunung Slamet (FGS). Tahun 2018, FGS ditargetkan dikunjungi 15 ribu wisatawan. Tak hanya itu Pemerintah Kabupaten Purbalingga juga mengusulkan agar FGS bisa menjadi agenda pariwisata nasional. Republika.co.id, Rabu,12/09/2018.

Selain FGS, tradisi yang ingin dihidupkan untuk mendulang pundi-pundi emas adalah ritual penyembuhan khas Suku Kaili Sulawesi Tengah. Ritual ini diyakini sebagai sarana untuk menyembuhkan orang yang sakit ratusan tahun yang lalu. Dalam ritual ini aneka macam sesajen dipersembahkan. Ajaran Islam juga diselipkan. Roh leluhurpun diyakini hadir saat ritual berlangsung. Antara News.com, Kamis, 27/9/2017. 

Budaya yang sudah ratusan tahun inipun dilestarikan dalam event tahunan Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN). FPPN 2018 inipun juga ditargetkan menjadi promosi bagi pariwisata Sulawesi Tengah. 

Dan masih banyak lagi adat istiadat lain yang dimanfaatkan sebagai daya tarik wisatawan. Seperti tradisi buang nahas yang merupakan acara tolak bala masyarakat di wilayah pesisir Berau Kalimantan Timur, dan Tari Umbul khas Sumedang yang lahir sebagai bentuk ketidaksenangan masyarakat terhadap penjajah Belanda. 

Pengembangan pariwisata bagi negara Kapitalis sejatinya hanya dilihat dari segi untung dan rugi. Menghalalkan segala cara asal pendapatan bertambah. Sedangkan dampak bagi masyarakat tak dipikirkan. Bahwa pariwisata dengan menghidupkan budaya lokal yang dinilai mengandung ajaran kesyirikan akan membahayakan aqidah umat. Tradisi yang harusnya dihilangkan, justru dilestarikan. Negarapun alpa dalam menjaga dan melindungi aqidah umat Islam. Karena yang terpikir adalah manfaat semata.

Berbagai teguran datang tak membuat para pemimpin ini sadar. Ratusan orang tersapu tsunami menjelang pembukaan Festival Pesona Palu Nomoni pada Sabtu, 28/9/2018 lalu. (Tribunmews.com) Juga puluhan penari pingsan dan kesurupan dalam festival Tari Umbul Kolosal di Waduk Jatigede Sumedang. (Kabar Priangan.com) Sesungguhnya adalah peringatan nyata dari Allah SWT. Pertanda bahwa Allah tidak ridho dengan ritual yang mengandung kesyirikan tersebut. Sehingga bukan pendapatan yang meningkat, justru bencana yang didapat.

Harusnya ini jadi bahan instropeksi, khusunya bagi pemimpin bangsa ini. Disadari atau tidak, bencana terjadi akibat banyaknya kemaksiatan yang dilakukan manusia. Karena itu, pengembangan pariwisata jangan hanya dilihat untungnya. Tapi juga dampaknya. Jika budaya mengandung kesyirikan maka harus ditinggalkan meskipun itu punya nilai jual.

Dalam Islam, pariwisata bukan sumber perekonomian utama bagi negara. Pariwisata dijadikan sebagai sarana mentadaburi ke-Mahabesaran Allah. Untuk menanamkan keimanan serta kesadaran akan Keagungan Allah.

Karena itu, objek yang bisa dijadikan tempat wisata adalah keindahan alam yang merupakan anugerah Allah SWT. Pantai dengan laut birunya yang terhampar luas. Pegunungan yang menjulang tinggi dengan kokohnya. Keindahan air tejun yang jatuh dari bebukitan. Adalah daya tarik yang tak ada habisnya untuk dinikmati.

Adapun peninggalan-peninggalan masa lalu akan di seleksi oleh negara. Jika mengandung unsur keyakinan agama selain Islam dan masih diperuntukkan sebagai tempat ibadah akan dibiarkan. Namun jika sudah tidak dipakai sebagai tempat ibadah maka akan ditutup. Budayapun demikian. Jika ada unsur kesyirikan tidak boleh dilestarikan.

Sedangkan peninggalan bersejarah dari peradaban Islam dimaksudkan untuk menggambarkan keagungan dan kemuliaan Islam. Sehingga menambah keyakinan bagi wisatawan non muslim akan kebesaran Islam. Sedangkan bagi yang muslim diharapkan mampu menambah kecintaanya pada Islam.

Oleh karenanya, saatnya kita kembali pada sistem yang tidak berorientasi pada materi semata, yaitu sistem Islam. Dengan menerapkan aturan Islam, maka kehidupan menjadi berkah. 

Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak