Oleh: Dede Ummu Lulu
(Ibu Rumah Tangga)
Memasuki Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mengukuhkan terbentuknya pasar tunggal ASEAN berimplikasinya pada terbuka luasnya pasar untuk arus barang dan jasa serta investasi antarnegara ASEAN.
Salah satu sektor dianggap palingsiap ikut berkompetisi dalam pasar tunggal MEA adalah sektor pariwisata. Dengan berbagai kelebihan kondisi geografis dan multibudaya yang dimiliki Indonesia, sektor pariwisata menjadi modal utama dalam pengembangan pariwisata di Indonesia.
Kemudian dilanjutkan tahun 2008 mengusung slogan Pesona Indonesia atau Wonderful Indonesia yang memiliki dampak luar biasa terhadap jumlah kunjungan wisatawan. September lalu, video pariwisata bertema Wonderful Indonesia : The Journey of a wonderful World memperoleh juara dunia dalam ajang kompetesi yang digelar oleh UNWTO.
Pemerintah memberikan porsi perhatian yang cukup besar terhadap pembangunan sektor pariwisata khususnya di kawasan Timur Indonesia. Bahkan Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Jokowi memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan arus perdagangan, pariwisata dan investasi ke Indonesia.
Dari sisi penerimaan devisa, sektor pariwisata menyumbang devisa negara terbesar tahun ini, mencapai US$17 miliar. Devisa Indonesia berpotensi turut naik hingga 25,68% dari posisi US$13,57 miliar pada tahun lalu ke angka US$17,05 miliar sampai akhir 2017.
Angka tersebut menurut Menteri pariwisata, Arief Yahya, berpotensi mengalahkan sumbangan dari minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang selama ini digadang sebagai kontributor utama devisa negara.
Pemerintah menetapkan relaksasi aturan daftar negatif investasi (DNI) dengan membuka penanaman modal asing (PMA) hingga 100%. Melalui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, disampaikan bahwa ketetapan ini diambil untuk menutup kenaikan defisit transaksi berjalan, sekaligus memberi confidence kepada pemilik dana sehingga mereka masuk untuk berinvestasi, baik short term capital inflow maupun foreign direct investment.
Namun, realisasi ini sebagian besar masih terjadi di Jakarta. Oleh karenanya itu, lanjut Bambang penting untuk meningkatkan aliran investasi pada destinasi pariwisata prioritas lainnya.
Berbagai Langkah kebijakan dalam menarik investor ini antara lain pemberian Layanan Izin Investasi 3 Jam, Layanan Perizinan Terpadu, Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi, dan Layanan Jalur Hijau.
Untuk mempercepat perwujudan KEK di 25 wilayah dan menarik lebih banyak investasi pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Kebijakan Percepatan Kemudahan Berusaha. Dampak kebijakan ini tentunya memperbesar peluang investasi khususnya asing untuk memperkuat hegemoninya dengan membangun sektor-sektor usaha pendukung sarana wisata di Indonesia.
Liberalisasi sosial budaya menjadi ruh penjajahan pariwisata. Modal alam semata tanpa basis manusia tidak mampu menjamin keberlangsungan arus penjajahan di suatu negara (wilayah).
Oleh karena itu para ahli UGG menyeleksi ketersediaan wisata alam dan human resources yang terkoneksi. Untuk menjadi UGG, area tersebut harus memiliki warisan geologi nilai internasional yang dinilaioleh para profesional ilmiah [Tim Evaluasi Geopark Global UNESCO].
Terciptanya sosial inclusive melalui pendidikan inklusif untuk melahirkan sosok (muslim) moderat yang amat ramah dengan agenda liberalisasi, melalui interaksi penduduk lokal dengan wisatawan mancanegara -promosi bahasa, kesetaraan gender dan nilai-nilai demokrasi sekuleristik.
Oleh karena itu, Pariwisata sejatinya tidak hanya dipandang dari aspek ekonomi, namun sesungguhnya kepentingan politik pun terjadi pada sektor ini. Jika kita menilik data strategi tersebut memperlihatkan aktor-aktor yang berperan dalam industri pariwisata. Aktor utama adalah korporasi dalam hal ini pemilik modal.
Dalam banyak negara yang memiliki industri pariwisata, peran korporasi masuk melalui jalur neoliberalisme. Para pemodal ini melakukan privatisasi dengan membangun industri pariwisata yang merupakan kekayaan alam milik publik sebuah negara. Berbagai fasilitas serta sarana pendukung berasal dari impor.
Dukungan politik berupa regulasi yang berbiaya mahal dengan menganut sistem neoliberalisme, mempertegas peran negara hanya menjadi pelayan bagi para korporasi karena negara tidak memiliki kemampuan yang lebih dalam mengatur perekonomian.
Islam dan Pariwisata
Ketika melihat dan menikmati keindahan alam, misalnya, yang harus ditanamkan adalah kesadaran akan Kemahabesaran Allah, Dzat yang menciptakannya. Sedangkan ketika melihat peninggalan bersejarah dari peradaban Islam, yang harus ditanamkan adalah kehebatan Islam dan umatnya yang mampu menghasilkan produk madaniah yang luar biasa.
Obyek-obyek ini bisa digunakan untuk mempertebal keyakinan wisatawan yang melihat dan mengunjunginya akan keagungan Islam.
Dengan begitu itu, maka bagi wisatawan Muslim, obyek-obyek wisata ini justru bisa digunakan untuk mengokohkan keyakinan mereka kepada Allah, Islam dan peradabannya. Sementara bagi wisatawan non-Muslim, baik Kafir Mu’ahad maupun Kafir Musta’man, obyek-obyek ini bisa digunakan sebagai sarana untuk menanamkan keyakinan mereka pada Kemahabesaran Allah.
Di sisi lain, juga bisa digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan kepada mereka akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat Islam dan peradabannya.
Karena itu, obyek wisata ini bisa menjadi sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). Menjadi sarana dakwah, karena manusia, baik Muslim maupun non-Muslim, biasanya akan tunduk dan takjub ketika menyaksikan keindahan alam.
Pada titik itulah, potensi yang diberikan oleh Allah ini bisa digunakan untuk menumbuhkan keimanan pada Dzat yang menciptakannya, bagi yang sebelumnya belum beriman. Sedangkan bagi yang sudah beriman, ini bisa digunakan untuk mengokohkan keimanannya. Di sinilah, proses dakwah itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan obyek wisata tersebut.
Menjadi sarana propaganda (di’ayah), karena dengan menyaksikan langsung peninggalan bersejarah dari peradaban Islam itu, siapapun yang sebelumnya tidak yakin akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat dan peradabannya akhirnya bisa diyakinkan, dan menjadi yakin. Demikian juga bagi umat Islam yang sebelumnya telah mempunyai keyakinan, namun belum menyaksikan langsung bukti-bukti keagungan dan kemuliaan tersebut, maka dengan menyaksikannya langsung, mereka semakin yakin.
Meski bidang pariwisata, dengan kriteria dan ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan di atas tetap dipertahankan, tetapi tetap harus dicatat, bahwa bidang ini meski bisa menjadi salah satu sumber devisa, tetapi ini tidak akan dijadikan sebagai sumber perekonomian Negara Khilafah. Selain karena tujuan utama dipertahankannya bidang ini adalah sebagai sarana dakwah dan propaganda, Negara Islam juga mempunyai sumber perekonomian yang bersifat tetap.
Disamping itu, memberi jalan pada asing untuk menguasai negeri Muslim adalah sebuah keharaman. Allah SWT melarang memberi jalan pada orang kafir untuk menguasai ummat Islam; “Dan Allah sekali kali tidak memberikan jalan pada orang kafir untuk menguasai orang beriman.” (TQS An Nisa:141).
Wallahu'alam bi shawwab.