Oleh : Fatimah Arjuna
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara terhadap opini yang menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini lemah pascarevisi UU KPK. Bagi Jokowi, dua operasi tangkap tangan (OTT) pada awal tahun ini terhadap Bupati Sidoarjo Saeful Ilah dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, menjadi bukti KPK masih bekerja sebagaimana mestinya.
"Buktinya tadi sudah saya sampaikan. KPK kan melakukan OTT, ke bupati dan ke KPU meskipun komisionernya masih baru, dewasnya masih baru," ujar Jokowi kepada awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/1).
Kendati demikian, Jokowi menilai masih banyak aturan di KPK yang harus diperbaharui dan dibuat kembali. Jokowi pun enggan berkomentar lebih banyak, lantaran tak mau dianggap mengintervensi penyelidikan di KPK.
"Saya kira memang di KPK ini masih banyak aturan-aturan yang harus dibuat dan diperbaharui dan saya tidak mau berkomentar banyak nanti dianggap melakukan intervensi," tambahnya.
KPK pada awal tahun ini memang menggelar dua OTT yakni untuk kasus Bupati Sidoarjo Saeful Ilah dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Polemik muncul di kasus Wahyu, di mana hingga kini KPK tidak melakukan penyegelan dan penggeledahan kantor DPP PDIP.
Dalam kasus Wahyu, PDIP ikut terseret dalam pusaran kasus setelah satu kadernya, Harun Masiku (buron) ikut menjadi tersangka. Berbeda dengan tempat lain terkait kasus Wahyu yang sudah digeledah penyidik KPK, kantor DPP PDIP hingga kini 'belum tersentuh' lantaran belum turunnya izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK bentukan Jokowi.
Wakil Ketua Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron pada Rabu (15/1) lalu mengungkap fakta belum turunnya izin dari Dewas KPK itu. Ghufron mengaku tidak tahu alasan Dewas KPK yang belum menerbitkan izin untuk melakukan penggeledahan kantor PDIP. Namun, pihak KPK sudah mengajukan permohonan izin tersebut sesuai dengan prosedur.
Belum lagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal menggeledah ruangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristianto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta lantaran penyidik diduga dihalangi petugas markas partai banteng.
Demikian yang disampaikan Ketua Divisi hukum Persaudaraan Alumni (PA) 212 nonaktif sekaligus Ketua Aliansi Anak Bangsa (AAB), Damai Hari Lubis.
Ia menjelaskan, tindakan tersebut bisa dikategorikan menghalang-halangi hukum atau obstruction of justice dalam penyidikan KPK dan dapat dijerat Pasal 21 UU Tipikor 31/1999 Juncto UU 20/2001.
Pasal tersebut dapat menjadi asas legalitas untuk pelaksanaan equlity before the low atau persamaan di hadapan hukum berdasarkan UUD 1945 Pasal 1 ayat 3.
"Sehingga tidak ada alasan pembenaran atau justification untuk KPK yang superbody berdiam diri dalam pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan Hasto oleh karena adanya OTT Wahyu Setiawan dan Syaiful Bachri," ungkapnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (12/1).
Dengan asas legalitas yang ada, KPK juga bisa meminta kepada Kapolri untuk membantu sekaligus memproses dan menangkap oknum polisi yang diduga turut menghalangi penangkapan Hasto.
"Bila Kapolri tidak melakukan, maka Kapolri bisa jadi terduga perkara merujuk pasal 21 UU Tipikor tersebut," pungkasnya.
Akhir-akhir ini publik di hebohkan dengan berita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini lemah pascarevisi UU KPK, Seperti yang di jelaskan di atas bahwa Presiden sekalipun memberikan tanggapan yang lemah perihal masalah TIPIKOR (Tidak pidana Korupsi) Tersebut.
Belum lagi permasalahan banjir dimana lepas tangan presiden Jokowi dalam menanggapi probemtika umat tersebut.
Pertanda apakah ini sehingga tiap-tiap detik permasalahan tidak hentinya membabi buta Republik Indonesia yang katanya NKRI harga mati namun saat ada musibah menimpah "Maaf saya belum melihat seperti apa kejadiannya" Lepas tangannya pemimpin umat ini menandakan kehancuran semakin dekat.
Di antaranya adalah firman Allah,
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah, kami jadikan orang yang zalim sebagai pemimpin bagi oran
g zalim disebabkan maksiat yang mereka lakukan.” (Qs. Al An’am: 129)
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah, “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali Imran: 165)
Oleh sebab itu, obat yang mujarab adalah membersihkan diri kita dan seluruh umat dari dosa.
Tidak mampunyai negara mengemban permasalahan Tindak Pidana Korupsi sehingga menimbulkan berbagai polemik masalah bahkan masalah yang satu belum selesai timbul lagi masalah baru.
Pandangan islam terhadap Tindak Pidana Korupsi.Islam diturunkan Allah SWT adalah untuk dijadikan pedoman dalam menata kehidupan umat manusia, baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Tidak ada sisi yang tidak diatur oleh islam. Aturan atau konsep itu bersifat mengikat bagi setiap orang yang mengaku muslim. Konsep islam juga bersifat totalitas dan komprehensif, tak boleh dipilah-pilah seperti yang dilakukan kebanyakan pada zaman sekarang. Mengambil sebagian dan membuang bagian lainnya, adalah sikap yang tercela dalam pandangan islam.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan pokok hukum (pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah masuk pada dimensi haram Karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memperoleh rezeki Allah SWT. Korupsi dalam dimensi pencurian (saraqah), yang berarti mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi, artinya mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya, jadi saraqah adalah mengambil barang orang lain dengan cara melawan hukum atau melawan hak dan tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Korupsi dalam islam terdapat pengungkapan “ghulul” dan “akhdul amwal bil bathil”, sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an dalam surat al-baqarah:188.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ وَتُدْلُوْا بِهَاۤ اِلَى الْحُـکَّامِ لِتَأْکُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَا لِ النَّا سِ بِا لْاِ ثْمِ وَاَ نْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"(Dan janganlah kamu memakan harta sesama kamu), artinya janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain (dengan jalan yang batil), maksudnya jalan yang haram menurut syariat, misalnya dengan mencuri, mengintimidasi dan lain-lain (Dan) janganlah (kamu bawa) atau ajukan (ia) artinya urusan harta ini ke pengadilan dengan menyertakan uang suap (kepada hakim-hakim, agar kamu dapat memakan) dengan jalan tuntutan di pengadilan itu (sebagian) atau sejumlah (harta manusia) yang bercampur (dengan dosa, padahal kamu mengetahui) bahwa kamu berbuat kekeliruan."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 188).
Isam bukan saja mempunyai solusi akan tiap masalah islam juga petunjuk dalam setiap kehidupan manusia agar terarah.
Sudah semestinya kita kembali dipimpin oleh sistem islam. Sebagaimana problematik umat semakin memporak-porandakan Negri bahkan mengguncangkan dunia sekalipun mengenai materi. Sebab yang di cari hari ini bukanlah Ridho sang Illahi melainkan kekayaan yang menggunung hingga kepuasan tak kunjung terpuaskan.
Wallahu 'Alam bi showab.
Bukittinggi 17 Januari 2020.
#Kompaknulis